Mohon tunggu...
Evie Azimatul Khasanah
Evie Azimatul Khasanah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa UIN Walisongo Semarang

Mahasiswa Sosiologi

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Peran Televisi sebagai Media Pembentukan Karakter di Era Globalisasi

17 April 2020   13:47 Diperbarui: 17 April 2020   14:02 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era globalisasi ini didukung perkembangan teknologi, alat transportasi dan ilmu pengetahuan seseorang di suatu wilayah dapat mengetahui segala jenis informasi yang ada disegala penjuru dunia dengan cepat dan mudah. Dampak dari globalisasi ini sangat banyak, termasuk dalam perkembangan teknologi yaitu salah satunya munculnya televisi. 

Dunia sudah memasuki era informasi. Setiap aspek kehidupan manusia selalu mengalami perubahan yang ditandai dengan adanya pengolahan, pengiriman, dan penerimaan informasi. Setiap menit bahkan setiap detik informasi terus berkembang. Lingkungan keluarga, sekolah,dan masyarakat dipengaruhi oleh perkembangan derasnya arus informasi. Begitu pula sejak masih bayi, meningkat usia anak-anak, apalagi remaja sudah terbiasa nonton di depan televisi, komputer, handpone, atau media lainnya.

Terutamanya teknologi televisi yang bisa menyulap sikap dan perilaku masyarakat , terutama anak-anak. Menurut Skomis (dalam Anwas, 1999), dibandingkan dengan media massa lainnya (radio, surat kabar, majalah, buku, dan lain sebagainya), televisi mempunyai sifat istimewa. Televisi merupakan gabungan dari media dengar dan gambar hidup (gerak/live) yang bisa bersifat politis, bisa informatif, memberikan hiburan, pendidikan, atau bahkan gabungan dari ketiga unsur tersebut.

Sebagai media informasi , televisi memiliki kekuatan yang powerful (ampuh) untuk menyampaikan pesan. Karena media ini dapat menghadirkan pengalaman yang seolah-olah dialami sendiri dengan jangkauan yang luas (broadcast) dalam waktu yang bersamaan. Penyampaian isi pesan seolah-olah langsung antara komunikator dankomunikan.

Menurut data Badan Pusat Statistik (2010), persentase penduduk Indonesia yang berumur 10 tahun ke atas yang menonton televisi di dalam sepuluh tahun terakhir ini menunjukkan peningkatan yang signifikan, yaitu tahun 2003 sebanyak 84,94 persen, tahun 2006 sebanyak 85.86 persen, dan tahun 2009 meningkat menjadi 90 .27 persen. Artinya, penduduk Indonesia yang tidak menonton televisi di tahun 2009 hanya kurang dari 10 persen. Artinya, penduduk Indonesia yang tidak menonton televisi di tahun 2009 hanya kurang dari 10 persen.

McQuel dan Windahl (1996) menjelaskan model psikologi Comstoc tentang efek televisi terhadap orang perorangan. Ditegaskannya bahwa media televisi tidak hanya mengajarkan tingkah laku, tetapi juga tindakan sebagai stimulus untuk membangkitkan tingkah laku yang dipelajari dari sumber-sumber lain. Ini menunjukkan bahwa media televisi memiliki kekuatan yang ampuh (powerful) bagi pemirsanya.

Dalam teori modeling yang dikemukakan Bandura (1977), manusia belajar dengan mengamati dan meniru perilaku orang lain. Teori belajar ini sangat cocok diterapkan pada tingkatan anak-anak dan remaja. Masa ini adalah usia mencari figur atau panutan dalam rangka pembentukan karakter atau jati dirinya. Dalam kenyataanya, anak-anak dan remaja sering kali mengidolakan figur yang ditemukan di layar televisi dibandingkan dengan figur guru atau orangtuanya.

Aspek pemahaman, penghayatan, dan pengamalan nilai, norma, kearifan lokal, dan akhlak mulia yang terkandung dalam perilaku keseharian masyarakat yang dikemas menarik. Acara televisi tersebut secara tidak langsung memberikan tata cara bersikap dalam keseharian di semua hal, seperti :

  1. Penuntunan sikap dan perilaku keseharian dalam menjalankan kehidupan menurut ajaran agama, kebebasan beragama, serta teloransi antarumat beragama.
  2. Sebagai pemelihara dan penanamkan budaya bangsa pada anak.
  3. Penyebaran nilai kearifan lokal Indonesia seperti , pantang menyerah dalam melakukan kebenaran, berani membela kebenaran, rasa bersyukur terhadap apa yang telah diperolehnya, tidak konsumtif, tidak bergaya hidup mewah.
  4. Penanaman rasa akan mencintai lingkungan, memelihara, melestarikan serta memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab.
  5. Memberi pemahaman hak dan kewajiban diri dan orang lain, menghargai perbedaan pendapat, memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri; berkomunikasi dan berinteraksi secara
    efektif dan santun; dan lain-lain
  6. Mengembangkan kreativitas dan kemandirian melalui kisah-kisah perjuangan.
  7. Pemutaran sejarah dan cerita rakyat untuk bisa belajar dari perjuangan para pahlawan Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun