Sedang ramai berita terkait kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang menjadi sorotan banyak pihak.
Beberapa universitas bergengsi diisukan menaikkan biaya UKT sampai lima kali lipat.
Hal ini memicu aksi demo dari sejumlah mahasiswa yang merasa keberatan dengan adanya kebijakan dari pihak rektorat dan pemerintahan yang dianggap merugikan tersebut.
Kebijakan UKT ini awalnya dirancang dengan merujuk pada Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permen Ristekdikti) No. 39 tahun 2017 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal pada Perguruan Tinggi Negeri di lingkungan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
Sistem ini bertujuan untuk menyesuaikan dan memberikan keringanan atas biaya kuliah dengan tingkat kemampuan finansial keluarga mahasiswa.
Besaran UKT ini ditetapkan dari besaran biaya kuliah tunggal (BKT) dikurangi biaya yang ditanggung oleh pemerintah.
BKT adalah keseluruhan biaya operasional tiap mahasiswa setiap semester pada program studi di Perguruan Tinggi Negeri.
Besaran nilai UKT ini ditetapkan oleh pimpinan PTN untuk seluruh mahasiswanya melalui setiap jalur penerimaan.Â
Namun pimpinan PTN dapat meninjau ulang untuk memberikan keringanan terhadap UKT dan memberikan penetapan ulang UKT kepada mahasiswanya jika terdapat ketidaksesuaian dari kemampuan finansial mahasiswa yang bersangkutan. (Permendikbud No. 25 tahun 2020)
Polemik justru sering terjadi akibat mahasiswa seringkali dipaksa mengajukan cuti bahkan terancam dikeluarkan dari kampus karena tidak sanggup membayar UKT ini.
Di Indonesia sendiri, penghasilan sebagian masyarakat rata-rata masih berada di garis batas UMR (Upah Minimum Regional).Â