Mohon tunggu...
Evi Kurniawati
Evi Kurniawati Mohon Tunggu... Guru - Guru Swasta

Mempelajari hal-hal baru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Grit dalam Kisah Keluarga Nabi Ibrahim As

17 Juni 2024   11:21 Diperbarui: 17 Juni 2024   13:00 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://stockcake.com/i/grit-under-storm_775500_1153713

Momentum Idul Adha mengingatkan kita pada kisah bersejarah yang tidak hanya menginspirasi namun melekat kuat dalam benak kamu muslimin, yaitu Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail As. Kisah yang diabadikan dalam proses ibadah Haji dan Idul Qurban ini,  memberikan keteladanan dari berbagai sudut pandang. Kali ini penulis akan menelisiknya dari sudut pandang pengembangan diri dalam mencapai kesuksesan melalui konsep Grit. 

Grit pertama kali dikemukakan ke khalayak pada tahun 2016 oleh seorang psikolog dari University of Pennsylvania, Angela Duckworth. Duckworth memperhatikan bahwa faktor-faktor seperti IQ atau bakat alami tidak selalu menentukan keberhasilan seseorang. Ada sesuatu yang lebih dari hanya sekadar kecerdasan yang membedakan seseorang yang berhasil mencapai tujuan dengan yang tidak.  Salah satu faktornya adalah Grit. Grit dipahami sebagai kombinasi dari passion dan ketekunan untuk meraih tujuan jangka panjang. Grit mencakup ketahanan terhadap hambatan, kemampuan untuk bangkit dari kegagalan, dan tetap fokus pada tujuan meskipun menghadapi kesulitan. Bolehlah kita artikan grit ini adalah ketabahan.

Kisah Nabi Ibrahim  As.  dan Ismail As. Seyogyanya menjadi inspirasi  untuk menumbuhkan grit dalam diri kita. Mungkin di antara kita ada yang masih  berdalih "itu kan nabi manusia pilihan, kita hanya manusia biasa, bagaimana mungkin kita bisa seperti mereka?" kalimat ini sering terdengar dan cukup mempengaruhi mindset kita, sehingga kadang beberapa dari kita  enggan mengambil inspirasi dari kisah teladan Nabi.  Beberapa dari kita lebih memilih mengambil pelajaran dari idola yang berasal dari kalangan selebritis atau pun tokoh-tokoh sukses lainnya. Tidak ada yang salah dengan itu, selama bisa menjadikan kita sosok yang lebih baik dan lebih taat kepada-Nya.

  Alloh SWT. mengutus Nabi dan Rosul untuk mengajarkan sekaligus memberi teladan kepada  manusia  tentang prinsip-prinsip universal, moral dan etika, yang menjadikan manusia memiliki nilai Kejujuran, keadilan, kasih sayang, empati, dan sifat baik lainnya . Nilai-nilai ini akan tetap relevan sepanjang masa dan dapat diterapkan oleh siapa saja, terlepas dari status atau posisi kita. Melalui Kisah Nabi Ismail As  kita belajar tentang ketabahan dengan  ketekunan dan kesabaran yang luar biasa. Dalam kehidupan sehari-hari, prinsip-prinsip ini dapat diterapkan oleh siapa saja yang menghadapi tantangan dan kesulitan.

Keluarga Nabi Ibrahim mengajarkan kita tentang bagaimana menumbuhkan grit pada diri  kita. Setidaknya ada 3 hal yang bisa kita ambil pelajaran dari kisahnya, yaitu : 

1.  Tujuan yang jelas dan harapan yang tinggi 

 Ibrahim meskipun seorang ayah yang tidak selalu mendampingi sepanjang waktu tumbuh kembang Ismail dan Ishak, namun beliau menamakan Tauhidulloh yang kuat, mengajarkan kepada anak-anaknya ketundukan total kepada  Alloh SWT. Tidak hanya sekedar teori tetapi dibuktikan dengan pengorbanan  mutlak untuk Alloh SWT, hingga rela menunaikan perintah untuk menyembelih putra kesayangannya Ismail meski Alloh SWT ganti dengan seekor kambing. Kepasrahan dan keikhlasan ini lahir dari tujuan hidup yang jelas dan harapan yang sangat tinggi yaitu hidup semata-mata hanya untuk menggapai Ridho Alloh SWT. Pada momentum idul qurban ini selayaknya kita menata diri, bertanya lebih mendalam, sebenarnya apa tujuan dan harapan besar kita dalam hidup ini. sehingga ini akan menjadi motivasi kuat untuk terus berkomitmen dengan tetap berada di jalan dan arah yang benar. 

2. Tugas-tugas yang Menantang 

Tantangan demi tantangan dihadapi Nabi Ibrahim As. Mulai dari tantangan ditangguhkannya memiliki momongan dalam waktu yang sangat lama, setelah memilikinya Alloh SWT. memberi tantangan lagi dengan memerintahkan Ibrahim meninggalkan istrinya dan Ismail  di gurun pasir yang panas  dan gersang. Tantangan demi tantangan yang Alloh SWT. berikan agar Ismail tumbuh menjadi anak yang kuat, tabah menghadapi segala cobaan. Alhasil dari lisan Ismail terucap "Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (QS Ash-Shaffat: 102). Lalu bagaiamana sikap kita manakala tantangan demi tantangan menghampiri kita? kadang masih ada prasangka buruk terhadap-Nya. Seakan segunung ibadah yang sudah kita lakukan  tidak dipedulikan oleh-Nya, hingga menganggap Alloh tidak adil ketika yang disodorkan bukan harapan tetapi malah tantangan. 

3. Lingkungan yang Mendukung 

Keluarga menjadi pendukung utama bertumbuhnya grit dalam diri kita. Nabi Ibrahim  berani melangkahkan kaki meninggalkan istri dan anaknya di padang pasir tak bertuan, karena dikuatkan Siti Hajar yang berkata : "Apakah Allah memerintahkan hal ini kepada mu? Jika demikian, Allah tidak akan menyia-nyiakan kami." Umpan balik yang saling menguatkan dari orang-orang terdekat kita menjadi faktor besar penyumbang tingginya skor grit pada seseorang. Lingkungan yang merangsang kemandirian dan ketekunan akan menjadi lahan subur tempat berkembangnya ketabahan atau grit seseorang. Bila hari ini kita  menemukan generasi anak-anak kita yang lembek, bisa jadi itu bersebab dari lingkungan yang tidak rela mereka menderita karena tantangan. Maka dengan segala daya upaya, kita menciptakan lingkungan yang membuat mereka nyaman tanpa tantangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun