Mohon tunggu...
Evha Uaga
Evha Uaga Mohon Tunggu... wiraswasta -

Wanita itu Tangguh. \r\n\r\nBelajar berjuang untuk Papua lewat tulisan. Jikapun dunia ini putih, biarkan aku tetap hitam

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Polemik Pembangunan Smelter PT Freeport

27 Januari 2015   03:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:19 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14222783501626329431

[caption id="attachment_393382" align="aligncenter" width="640" caption="Sudirman Said dan James R. Moffett (Sumber : http://www.merdeka.com)"][/caption]

Di tengah-tengah ramainya polemik antara KPK dan Kepolisian saat ini, Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberi lampu hijau kepada PT Freeport untuk kembali melakukan ekspor. Sebelumnya pemerintah Indonesia sempat mengancam PT Freeport untuk membekukan izin ekspor Freeport jika tidak membangun pabrik pengolahan dan pemurnian bahan mineral (smelter). Hingga akhirnya kemarin (25/1), PT Freeport Indonesia melalui Presiden Direkturnya, Maroef Sjamsoeddin, menyampaikan komitmen PT Freeport untuk membangun Smelter, yang diproyeksikan akan menjadi Smelter terbesar di dunia dengan nilai investasi sebesar US$ 2,3 miliar di Gresik. Dengan komitmen ini, lampu hijau pun diberikan oleh pemerintah Indonesia kepada PT Freeport untuk melakukan eksport sampai 6 bulan ke depan.

Polemik tidak berhenti sampai di sini saja, niat PT Freeport membangun smelter di Gresik ditentang habis-habisan oleh Lukas Enembe, Gubernur Papua. Ia mengatakan “Rencananya PT Freeport membangun smelter di Gresik Jawa Timur. Rencana tersebut sangat tidak masuk akal karena di Papua sendiri di mana PT Freeport mengambil bahan mentah tembaga, perak dan emas juga butuh integrasi industri melalui pembangunan smelter di Papua”. Salah seorang tokoh muslim Papua, Thaha Al Hamid juga mengatakan bahwa ia mengajak seluruh rakyat Papua untuk mendukung gagasan Gubernur, agar Freeport segera menghentikan pembanguan smelter di Gresik.

Tentang Perpanjang Izin Ekspor Freeport

Sebelumnya Pemerintah Indonesia sempat mengancam akan mencabut izin eksport PT Freeport per 24 Januari 2015, melalui pertemuan antara Pemerintah Indonesia dengan PT Freeport, izin tersebut diperpanjang selama 6 bulan setelah PT Freeport menunjukkan kepastian lokasi fasiltas Smelter di Gresik. Perpanjangan selama 6 bulan tersebut untuk membicarakan peningkatan kontribusi PT Freeport bagi Papua dan Indonesia. Menteri ESDM, Sudirman mengatakan bahwa pemerintah Jokowi menginginkan kontribusi yang lebih dari PT Freeport kepada pembangunan di Papua. Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin pun menegaskan bahwa pihaknya tidak berkeberatan untuk memberikan kontribusi lebih ke Papua, sebagaimana diminta oleh pemerintah Indonesia.

Dalam 6 bulan perpanjangan operasi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia tersebut, pemerintah Indonesia akan melihat dan mengevaluasi komitmen PT Freeport untuk lebih berkontribusi terhadap Indonesia dan Papua. Hasil dari evaluasi tersebut akan digunakan untuk kembali memperpanjang IUPK PT Freeport 6 bulan selanjutnya. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba), Kementerian ESDM, R Sukhyar mengatakan “Dalam enam bulan ke depan pemerintah dengan Freeport akan mencari kesepakatan berkaitan dengan percepatan pembangunan di Papua. Pemerintah, ingin memanfaatkan keberadaan Freepot untuk percepatan pembangunan Papua, termasuk hilirisasi sektor mineral. MoU kedua ini ingin menambahkan hal lain yang penting dalam amandemen kontrak. Freeport harus menunjukkan keseriusannya dalam enam bulan, kalau enggak bisa lain lagi ceritanya” tambahnya.

Rencana Pembangunan Smelter di Gresik

Chairman Board of Director Freeport McMoran Inc, James R. Moffett menyampaikan bahwa perusahaannya akan membangun smelter di Gresik, Jawa Timur, ia mengklaim bahwa smelter yang bernilai investasi sebesar US$ 2,3 miliar (Rp 28,7 triliun) ini akan menjadi Smelter terbesar di dunia. Setelah Smelter ini selesai dibangun pada 2017 maka kapasitas pengolahan Freeport naik menjadi 3 juta ton per tahun setelah sebelumnya hanya 1 juta ton per tahun.

Untuk lahan smelter ini, PT Freeport akan menyewa (leasing) lahan milik Petrokimia Gresik dengan nilai 8 dollar AS per meter persegi. Freeport akan menyewa lahan seluas 80 hektar. PT Freeport sudah membayar dana kesungguhan (Commitment Fee) sebesar 130.000 dollar AS, itu sekitar 2 persen dari nilai leasing per tahun. Menurut Ma’ruf, nilai sewa lahan Petrokimia tersebut berbeda dari rencana kerjasama jual-beli asam sulfat, side product Freeport yang akan dimanfaatkan oleh Petrokimia Gresik. Mengenai kerjasama itu, tim Freeport masih melakukan negosiasi. Selain itu, penempatan smelter di Gresik juga penting karena terkait dengan pengadaan listrik untuk beroperasinya smelter. Pasokan listrik untuk Smelter milik PT Freeport ini akan terbantu oleh program pemerintah untuk menyediakan listrik 35 ribu megawatt, keberadaaannya di Pulau Jawa lebih memungkinkan karena kemudahan akses.

Kekecewaan Tokoh-tokoh Papua

Seperti yang sudah disebutkan di atas, bahwa beberapa tokoh-tokoh lokal Papua kecewa pada keputusan PT Freeport untuk membangun smelter di luar Papua, yaitu di Gresik, Jawa Timur. Bahkan, Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib mengatakan jika PT Freeport Indonesia merealisasikan pembangunan smelternya di Gresik, Jawa Timur, maka masyarakat Papua akan mengusir keberadaan Freeport dari Tanah Papua.

Kekecewaan para tokoh-tokoh Papua ini bisa dipahami, tapi selayaknya kekecewaan ini tidak dipolitisir dan menjadi pengerahan massa yang berlebihan. Seperti yang sudah disebutkan di atas, ada 6 bulan ke depan, dimana pemerintah pusat dan PT Freeport terus berdiskusi agar PT Freeport bisa berkontribusi maksimal terhadap pembangunan Papua. Masukan-masukan kepada pemerintah Jokowi akan lebih bermanfaat dibandingkan politisasi permasalahan dan pengerahan massa.

Seorang aktifis Jaringan Damai Papua, Nelas Tebay pernah menuliskan dalam artikelnya di harian kompas.com bahwa Jokowi adalah satu-satunya presiden Indonesia yang mengakui secara jujur bahwa permasalahan utama di Papua bukanlah masalah ekonomi, kesehatan atau pendidikan, tetapi tidak adanya saling percaya antara pemimpin dengan rakyatnya. Kontrak dengan PT Freeport ini akan menjadi pembuktiannya. Pemerintahan Jokowi harus membuktikan bahwa mereka layak dipercaya oleh rakyat Papua. Pembangunan Smelter di Papua merupakan titik penting bagi pembangunan Papua. Tetapi, ketika nanti sudah diputuskan bahwa PT Freeport tidak bisa membangun pabrik smelternya di Papua, karena alasan fasilitas penunjang dan kemudahan akses, maka pemerintah dituntut harus bisa mengalirkan keuntungan dari smelter itu kembali ke rakyat Papua. Sehingga kami, rakyat Papua, bisa merasakan kekayaan tanah kami.

Sumber:

Pemerintah Akhirnya Perpanjang Lagi Izin Ekspor Freeport

Freeport Klaim Bangun Smelter Terbesar di Dunia

Nelas Tebay : Jokowi Harapan Papua

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun