Mohon tunggu...
Evha Uaga
Evha Uaga Mohon Tunggu... wiraswasta -

Wanita itu Tangguh. \r\n\r\nBelajar berjuang untuk Papua lewat tulisan. Jikapun dunia ini putih, biarkan aku tetap hitam

Selanjutnya

Tutup

Politik

Negara-negara Eropa Dukung Pemisahan Papua dari Indonesa(?)

22 September 2015   19:48 Diperbarui: 23 September 2015   14:47 2616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti yang sudah kita ketahui, Organisasi Papua Merdeka, sebagai sebuah gerakan separatis Papua, tidak bisa dikatakan sebagai satu organisasi. Secara garis besar saja, OPM terbagi antara OPM faksi militer dan OPM faksi politik. Diantara organisasi-organisasi tersebut tidak memiliki satu konsep tujuan yang sama, bahkan terkadang saling bertolak belakang. Sebagai contoh adalah organisasi-organisasi OPM faksi politik dalam berbagai aktifitasnya, terutama dalam usaha mereka mendapat dukungan dari dunia internasional, biasanya menggunakan isu pelanggaran HAM. Sedangkan, peristiwa penyanderaan WNI oleh OPM faksi militer yang terjadi beberapa hari ke belakang adalah salah satu bentuk bentuk pelanggaran HAM yang bertolak belakang dengan konsep perjuangan OPM faksi politik yang selalu menggunakan isu HAM.

Organisasi-organisasi OPM faksi politik, dalam usahanya memisahkan Papua dari Indonesia, mencoba menarik dukungan dari berbagai Negara di dunia, termasuk Negara-negara di kawasan Eropa, Asia Pasifik juga Australia. Pergerakan di kawasan Asia Pasifik, seperti yang kita ketahui sendiri, walaupun dalam KTT PIF (Pacific Island Forum), Negara-negara pasifik di Melanesia mengakui kedaulatan Indonesia di Papua, tetapi masuknya pembicaraan tentang pelanggaran HAM di Papua di forum PIF yang merupakan forum ekonomi dan pembangunan bukan forum HAM, harus menjadi catatan tersendiri bagi diplomat-diplomat Negara tercinta ini. Sedangkan di Eropa, yang merupakan salah satu pusat perekonomian dunia, memiliki cerita yang berbeda.

Bila membicarakan mengenai pergerakan aktivis OPM di Eropa maka kita harus membicarakan tentang kelompok Benny Wenda. Tidak banyak hal yang bisa dibanggakan oleh kelompok ini dibandingkan dengan kelompok yang dipimpin oleh Andy Ayemiseba yang berhasil menggalang dukungan pemerintah Vanuatu di Pasifik Selatan. Ketokohan Benny Wenda, yang dicalonkan menjadi peraih Nobel 2014 ini ternyata tidak bisa membantu mengangkat aktivitas kelompoknya.

Hal ini disebabkan, salah satunya karena kelompok Benny Wenda kehilangan sosok Suriel Mofu, tokoh muda cerdas Papua yang sempat dianggap sebagai tangan kanan Benny Wenda. Bahkan Suriel sempat dijanjikan akan menjadi Menteri Pendidikan oleh Benny Wenda bila Papua berhasil memisahkan diri dari Indonesia. Sayangnya, Suriel Mofu lebih memilih mendukung usaha Indonesia untuk mensejahterakan Papua lewat otonomi khususnya. Akhirnya, kelompok Bennny Wenda hanya tersisa Oridek AP sebagai tokoh mudanya. Oridek AP dipercaya untuk memimpin kegiatan Organisasi Papua Merdeka di Belanda oleh Benny Wenda. Sayangya hasil kegiatan Oridek AP di Belanda ini sangat buruk, rangkumannya sebagai berikut:

Pertama, tanggal 22 Desember 2012 berlangsung pertemuan antara parlemen Belanda dan pemerintah Belanda mengenai isu Papua. Oridek AP menggembar-gemborkan pertemuan tersebut sebelum pertemuan berlangsung, ia mengatakan bahwa hal ini adalah keberhasilan diplomasi Papua di Belanda yang ia pimpin. Sayangnya ketika pertemuan berlangsung, Menlu Belanda Dr. Uri Rosenthal secara tegas menyatakan bahwa Pemerintah Belanda tidak akan melangkahi kedaulatan RI di Tanah Papua melainkan akan berusaha melalui hubungan diplomatiknya untuk mencari solusi tentang penanganan masalah Papua.

Kedua, tanggal 28 Juni 2014, dalam parade hari veteran nasional di Den Haag Belanda, seorang pemuda Papua kelahiran Belanda yang juga termasuk dalam kelompok yang dipimpin oleh Oridek AP, Iskandar Bwefar, sempat ditangkap dan langsung diperiksa oleh Kepolisian Belanda karena nekat membawa bendera Bintang Kejora. Padahal selama 10 tahun terakhir, pemerintah Belanda tidak pernah melarang pengibaran bendera Bintang Kejora di Belanda.

Ketiga, kedatangan Suriel Mofu ke Belanda untuk mengisi seminar di ISS (Institute for Social Studies) tanggal 15 Oktober 2014 lalu. Aksi demonstrasi dari kelompok pimpinan Oridek AP sangat sedikit sehingga tidak mampu mengalihkan perhatian media international dari seminar yang diisi oleh Suriel Mofu, yang notabene berseberangan ideology dengan para aktivis OPM.

Sedangkan, di wilayah Inggris Raya sendiri, Benny Wenda sendiri, salah satu tokoh OPM di luar negeri, secara terang-terangan mendukung Skotlandia melepaskan diri dari Inggris. Sekitar Desember 2010, Benny Wenda menjalin kesepakatan dengan parlemen Skotlandia untuk saling mendukung. Kesepakatan saling dukung antara parlemen Skotlandia dengan Benny Wenda ini disebabkan tidak bergemingnya Parlemen Inggris terhadap usaha Benny Wenda untuk mendapatkan dukungan lepasnya Papua dari Indonesia lewat IPWP-nya (International Parliamentarians for West Papua). IPWP sendiri dibentuk pada 15 Oktober 2008 di Inggris dengan maksud meyakinkan anggota-anggota parlemen berbagai negara di dunia untuk mendukung pemisahan Papua dari Indonesia. Di Inggris sendiri, tempat Benny Wenda tinggal, usaha IPWP tidak bisa dikatakan berhasil. Mereka hanya bisa meyakinkan dua anggota parlemen Inggris Lord Harries of Pentregarth MP dan Hon. Andrew Smith MP dari 646 anggota House of Commons dan 746 anggota House of Lords. Benny Wenda sangat kecewa terhadap minimnya dukungan pemerintah Inggris terhadapnya.

Sikap pemerintah Inggris itu jelas terlihat di dalam notulensi percakapan di House of Lords antara Menteri Persemakmuran Inggris ketika itu, Malloch-Brown dengan beberapa anggota parlemen mengenai isu Papua. Menteri Malloch-Brown menyatakan bahwa pemerintah Inggris tidak merencanakan untuk mengangkat masalah Papua di forum Dewan Keamanan PBB. Pemerintah Inggris menghormati integritas teritorial Indonesia dan tidak mendukung kemerdekaan Papua. Inggris percaya bahwa pelaksanaan UU Otonomi Khusus secara penuh adalah jalan terbaik untuk penyelesaian masalah perbedaan internal dan stabilitas jangka panjang Papua secara berkelanjutan. Jalan terbaik untuk mengurai isu Papua yang kompleks adalah dengan mempromosikan dialog damai antara kelompok-kelompok Papua dengan pemerintah Indonesia.

Selain itu, hari ini, Utusan Pemerintah Jerman untuk HAM dan Bantuan Kemanusian, Christoph Strasser mengatakan di Kedutaan Besar Jerman di Jakarta bahwa ia tidak melihat negaranya dan Negara-negara lain di Eropa bahwa Papua harus memisahkan diri dari Indonesia. Dia menampik bahwa negara-negara di benuanya menginginkan itu terjadi. Dia menegaskan, Jerman terus mendukung integrasi Indonesia. Namun pemerintah harus terus memperhatikan kesejahteraan warga Papua. Pemerintah Indonesia harus juga memperbaiki kehidupan masyarakat Papua menjadi lebih baik, tak ada diskriminasi ekonomi, semua harus dapat untung yang sama dan harus hidup setara. [1]

Penutup

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun