Mohon tunggu...
Evha Uaga
Evha Uaga Mohon Tunggu... wiraswasta -

Wanita itu Tangguh. \r\n\r\nBelajar berjuang untuk Papua lewat tulisan. Jikapun dunia ini putih, biarkan aku tetap hitam

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Diplomasi Menguntungkan Ala Vanuatu dan Mimpi Untuk Memimpin Ras Melanesia

3 September 2014   23:23 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:42 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14097360421851889331

[caption id="attachment_357033" align="aligncenter" width="300" caption="Ilustrasi (Sumber : http://ericpetersautos.com)"][/caption]

The Pacific region is now a "top priority" of US security policy”. Sebuah kalimat yang dilontarkan Barack Obama di depan Parlemen Australia sekitar 3 tahun lalu ini menggambarkan bagaimana pentingnya zona Pasifik dalam geostrategic dunia. Sebagai Samudera yang terluas, Pasifik merupakan “halaman depan” bagi 2 negara adidaya, Amerika Serikat dan China. Dalam pertemuan antara Presiden China Xi Jinping dan Barack Obama tahun lalu, ada perkataan Xi Jinping yang menarik, “Sunnylands (Callifornia) dekat Samudra Pasifik, dan China berada di sisi lain dari laut itu”. Dari perkataan ini maka jelas, China tidak hanya memandang Pasifik dalam kaca mata ekonomi, akan ada perebutan pengaruh di sana karena kawasan Pasifik merupakan halaman depan China juga AS.

Sadar memiliki kawasan yang begitu strategis, negara-negara kepulauan di kawasan ini pun mencoba memainkan perannya. Vanuatu, negara kepulauan kecil di pasifik selatan ini, mungkin negara yang benar-benar berhasil memainkan perannya sebagai negara berdaulat di Pasifik Selatan. Beberapa negara dengan kekuatan ekonomi besar memainkan diplomasi gaya Checkbook Diplomacy untuk menanamkan pengaruh mereka di Vanuatu. Kebijakan diplomasi ini pada dasarnya adalah kebijakan dengan menggunakan bantuan ekonomi serta investasi yang disertai dengan pemberian pengaruh terkait pencapaian kepentingan nasional masing-masing. Sebenarnya kebijakan ini lazim digunakan negara-negara yang berkonflik, untuk mendapatkan dukungan negara-negara Pasifik Selatan di forum PBB. Tetapi Vanuatu adalah negara yang sangat berpengalaman untuk “bermain” di kancah internasional dengan gaya ini.

Diplomasi “Menguntungkan” Ala Vanuatu

Dalam periode pertengahan Agustus 2014 hingga awal September ini saja berbagai “investasi” dari negara-negara adidaya mengalir deras ke Vanuatu padahal situasi politik di Vanuatu sedang tidak menentu. Perdana Menteri Vanuatu, Joe Natuman kembali dihadapkan kepada ancaman pelengseran akibat mosi tidak percaya dari anggota parlemen pada 1 September lalu, setelah sekitar pertengahan Juli lalu baru berhasil lolos dari ancaman yang sama. Beberapa negara menanamkan “investasi” nya antara lain adalah :


  • Tanggal 17 Agustus 2014, PM Joe Natuman melaksanakan pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping di Nanjing, China. Dalam pertemuan tersebut Vanuatu meminta China untuk membantu Vanuatu dalam berbagai bantuan, terutama pengembangan Bandar Udara di Vanuatu, yang sempat menjadi permasalahan serius sehingga PM Vanuatu terdahulu, Moana Carcasses Kalosil , dilengserkan dengan mosi tidak percaya dan diganti oleh PM Joe Natuman. Sebagai gantinya Vanuatu mendukung sepenuhnya kebijakan One China Policy dengan masuknya Taiwan dalam kedaulatan China.

  • Tanggal 20 Agustus 2014, Utusan Kehormatan (Honorary Consul) Korea Selatan, Jemes Kang, menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Pemerintahan Vanuatu untuk mengalirkan bantuan sebesar 3 Juta Dollar AS dalam bentuk pengembangan kebudayaan di Vanuatu.

  • Di hari yang sama saat utusan Korea Selatan menandatangani “investasi” sebesar 3 Juta Dollar AS, pemerintah Australia memberikan bantuan dengan jumlah yang sama, 3 Juta dollar AS, kepada Vanuatu. Bantuan dialokasikan untuk menguatkan ekonomi wanita di Vanuatu. Kebetulan saat ini, isu yang paling berkembang di Vanuatu adalah mengenai posisi dan peran wanita dalam hukum Vanuatu.

Kenapa Vanuatu Mendukung OPM?

Vanuatu, merupakan satu-satunya negara yang secara konsisten mendukung perjuangan OPM untuk melepaskan diri dari Indonesia. Terkait hal itu, pemerintah Indonesia mencoba mencontoh pola diplomasi negara-negara yang memiliki kekuatan ekonomi terhadap negara-negara di Pasifik, yaitu dengan gaya Checkbook Diplomacy. Pemerintah Indonesia memberikan bantuan dengan menyerahkan 25 unit traktor tangan kepada pemerintah Vanuatu. Berhasilkah? Tentu saja tidak, Pemerintah Vanuatu tetap saja mendukung OPM, bahkan pemerintah Vanuatu mensponsori acara rekonsiliasi 3 organisasi dari faksi politik OPM yaitu NRFPB, KNPB dan WPNCL awal Oktober nanti. Paling tidak ada 2 alasan kenapa diplomasi ini tidak berhasil, Pertama Indonesia bukan negara dengan kekuatan ekonomi yang besar sehingga bantuannya yang begitu kecil, Kedua Pemerintah Indonesia salah melihat maksud pemerintah Vanuatu mendukung OPM.

Bila ada pertanyaan, kenapa Vanuatu begitu mendukung OPM? Kita harus melihat dari sejarah perpolitikan Vanuatu serta bagaimanan Vanuatu melihat ras Melanesia dan kawasan Pasifik Selatan. “Bapak Proklamasi” Vanuatu, Walter Lini mempromosikan konsep “Melanesia Socialism”. Konsep ini pada dasarnya adalah Walter Lini percaya bahwa ideology sosialisme adalah ideology yang paling cocok untuk ras Melanesia, karena mendukung kepemilikan bersama daripada kepemilikan individual. Tetapi Walter Lini berpendapat bahwa Melanesia Socialism ini tidak harus berkiblat pada Russia ataupun China, tetapi lebih condong kepada mendorong bersatunya negara-negara Ras Melanesia. Untuk mendukung konsep ini di berbagai negara-negara mayoritas Ras Melanisia di Pasifik Selatan, Walter Lini menggandeng Musisi asal Papua yang kemudian menjadi salah satu tokoh OPM di Vanuatu, Andy Ayemiseba pada tahun 1983.

Berkaitan dengan konsep “Melanesia Socialism” yang kemudian berkembang menjadi usaha pemersatuan negara-negara ras Melanesia ini. Pemerintah Vanuatu juga mendukung kelompok separatis Kaledonia Baru, Kanak Socialist National Liberation Front (FLNKS) untuk melepaskan diri dari Perancis. Sampai hubungan antara Vanuatu dan Perancis menjadi begitu memburuk, padahal ketika itu Pemerintah Perancis merupakan salah satu pendukung utama peningkatan ekonomi Vanuatu, yang baru saja merdeka. Terkait dengan kebijakan pemerintah Vanuatu saat ini terhadap OPM, Pemerintah Vanuatu saat ini dipimpin oleh PM Joe Natuman yang didukung penuh oleh partai terbesar di Vanuatu, Vanuaku Pati. Partai ini juga yang mengusung Walter Lini di masa lalu.

Kesimpulan

Pemerintah Vanuatu saat ini yang dipimpin olh PM Joe Natuman dengan dukungan penuh partai Vanuaku Pati sadar bahwa wilayah negara-negara Ras Melanesia di Pasifik Selatan merupakan wilayah yang begitu strategis, oleh sebab itu negara-negara dengan kekuatan ekonomi besar mencoba menguatkan pengaruhnya di kawasan ini. Pemerintah Vanuatu menerima banyak keuntungan secara ekonomi terhadap pola diplomasi negara-negara yang berebut pengaruh tersebut dengan menggunakan diplomasi gaya Checkbook Diplomacy. Pemerintah Vanuatu sangat licin memanfaatkan nafsu negara-negara berkekuatan ekonomi besar untuk menanamkan pengaruh di negara-negara Pasifik.

Disamping memanfaatkan negara-negara berkukuatan ekonomi besar yang berebut pengaruh di Pasifik Selatan, Vanuatu juga berusaha meningkatkan posisinya sebagai pemimpin negara-negara ras Melanesia. Oleh sebab itu, di masa lalu Vanuatu rela kehilangan hubungan baik dengan Perancis, yang nota benenya merupakan salah satu pendukung utama ekonomi mereka, untuk mendukung kelompok separatis Kaledonia Baru, FLNKS. Oleh karena itu, diplomasi gaya Checkbook Diplomacy tidak bisa digunakan Indonesia kepada Pemerintah Vanuatu terkait permasalahan OPM. Selama Vanuatu masih dipimpin oleh partai Vanuaku Pati, maka keinginan Vanuatu untuk menjadi pemimpin negara-negara Ras Melanesia akan terus dilakukan dalam bentuk apapun, termasuk mendukung gerakan separatis, termasuk OPM.

Akhirnya saya kutip perkataan dari seorang pemenang Nobel, Milton Friedman, yang mengatakan "There is no such thing as a free lunch". Dukungan pemerintah Vanuatu kepada OPM untuk melepaskan diri, bukanlah dukungan yang gratis. Vanuatu, sebagai negara memiliki tujuannya sendiri, yaitu memimpin negara-negara Ras Melanisia, untuk penguatan pengaruh mereka di kawasan Pasifik. Dukungan terhadap OPM hanya salah satu cara dari tujuan tersebut, ketika pemerintah Vanuatu tidak lagi melihat dukungan mereka terhadap OPM akan membantu Vanuatu meraih tujuannya untuk memimpin negara-negara Ras Melanesia, maka dukungan tersebut bisa dicabut seketika.

http://www.kemlu.go.id/canberra/Pages/PressRelease.aspx?IDP=70&l=id

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun