Mohon tunggu...
Evha Uaga
Evha Uaga Mohon Tunggu... wiraswasta -

Wanita itu Tangguh. \r\n\r\nBelajar berjuang untuk Papua lewat tulisan. Jikapun dunia ini putih, biarkan aku tetap hitam

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Membumikan Konsep Revolusi Mental, Implemantasinya dalam Sektor Pendidikan Papua

4 Agustus 2014   23:10 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:25 1734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama-tama harus saya katakan bahwa saya bukanlah pendukung Jokowi atau Prabowo, tulisan ini adalah bentuk ketertarikan saya dalam implementasi “Revolusi Mental” yang sering didengungkan oleh Jokowi-JK dan timnya. Jadi yang saya bahas adalah “apa” (dalam hal ini adalah revolusi mental) bukan “siapa” (yang mendengungkan konsep revolusi mental).

Papua, pulau yang menyimpan seribu keindahan dan seribu kekayaan tapi juga menyimpan seribu konflik berkepanjangan. Dalam konflik, bila kerugian semacam korban jiwa atau kerugian materil seperti kerusakan bangunan dan lain-lain dapat dihitung besarannya, sedangkan kerugian moril sulit untuk dihitung. Salah satu kerugian moril yang sangat berat adalah timbulnya permasalahan yang saya namakan “lost generation”, atau generasi yang hilang. Lost Generation adalah anak-anak yang tumbuh ketika konflik berlangsung. Generasi ini tumbuh pada masa konflik sehingga mengalami hal-hal yang tidak dialami oleh anak-anak pada umumnya. Anak-anak ini dibesarkan oleh pahitnya konflik, karena dibesarkan oleh situasi konflik maka mental yang tumbuh dari si anak adalah mental semasa konflik ada kebencian, dendam dan kekerasan yang hadir dalam mental si anak. Selain itu, konflik tidak hanya membuat kondisi anak yang terganggu tetapi kegiatan belajar anak-anak juga terhambat. Anak-anak memperlihatkan gejala malas belajar, tidak bersemangat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah atau tugas, tidak konsentrasi dan kesulitan mengerjakan ulangan.

Konflik di Papua saat ini terus berlangsung, melihat bagaimana pergerakan elite dari faksi politik OPM dan faksi militer OPM yang terus berlomba menunjukan eksistensinya, saya pikir konflik masih akan terus berlangsung, setelah beberapa dasawarsa terjadi. Semakin panjang konflik terjadi, maka semakin panjang juga Lost Generation yang akan muncul. Generasi yang penuh dengan amarah, generasi yang penuh dengan dendam dan generasi yang penuh dengan kebencian. Hal yang menyedihkan adalah masa depan Papua berada di tangan generasi ini, yang notabene merupakan generasi saya dan teman-teman saya sendiri.

Revolusi Mental Dalam Pendidikan Papua

[caption id="attachment_351036" align="aligncenter" width="496" caption="Revolusi Mental. Sumber : http://jkw4p.com/download/revolusi_mental.pdf"][/caption]

Hal yang sering didengunkan oleh salah satu pasangan calon adalah “Revolusi Mental”. Kalimat yang begitu menawarkan perubahan, sekaligus, menurut saya, solusi dari permasalahan Lost Generation di Papua. Walaupun butuh usaha untuk “membumikan” kalimat tersebut, agar kalimat “Revolusi Mental” ini tidak hanya dapat diucapkan saja tapi tidak dapat dilaksanakan. Hal tersebutlah yang sulit untuk dilakukan.

“Anak-anak tingkat sekolah dasar dijejali ilmu fisika, kimia dan sejenisnya. Harusnya porsinya dibalik. Fokus dahulu pada bagaimana membangun karakter, akhlak, baru kita isi anak-anak kita dengan ilmu-ilmu tadi.,” Kata Jokowi menjabarkan “Revolusi Mental” di sektor pendidikan. Hal yang menarik adalah pembangunan karakter. Anak-anak Papua membutuhkan hal ini, benar bila disebutkan Papua membutuhkan guru-guru atau sekolah-sekolah tapi selain itu, yang menurut saya lebih penting adalah, anak-anak Papua membutuhkan program pembangunan karakter yang solid, agar luka akan konflik berkepanjangan bisa disembuhkan atau paling tidak diminimalisir, sehingga ilmu-ilmu bisa masuk dengan mudah setelahnya.

Seperti yang kita tahu bahwa Indonesia memiliki berbagai suku dengan karakter yang begitu berbeda di setiap sukunya, pembangunan karakter dalam Revolusi Mental di bidang pendidikan perlu memperhatikan keragaman tersebut. Pembangunan karakter di Jawa berbeda dengan pembangunan karakter di Kalimantan. Begitu juga Papua, pembangunan karakter di Papua harus sesuai dengan kondisi Papua yang sedang dilanda konflik, sehingga Revolusi Mental bisa sekaligus menjadi penawar daripenyakit Lost Generation yang melanda pemuda-pemudi Papua.

Oleh sebab itu, pembangunan karakter anak-anak Papua ini membutuhkan peran kepala suku dan Gereja sebagai pihak yang sangat dominan dalam kehidupan sosial masyarakat Papua. Keberpihakan kepala suku dan Gereja kepada pihak tertentu dalam konflik Papua harus disingkirkan terlebih dahulu, untuk anak-anak Papua, untuk masa depan Papua.

Penutup

Seperti yang saya sebutkan di atas bahwa, konflik di Papua kemungkinan masih terus berlanjut melihat eksistensi faksi politik dan faksi militer OPM. Oleh karena itu, pemulihan psikologis anak pasca konflik yang biasanya dianggap sebagai “Job After War” tidak bisa ditunda sampai konflik Papua selesai. Diawal saya tekankan kalau saya membahas “apa” bukan “siapa”, maksud saya adalah saat ini Jokowi merupakan Presiden Indonesia terpilih tapi kubu Prabowo melayangkan gugatan terhadap hasil pilpres. Siapapun yang akan dipajang fotonya di depan kelas sekolah-sekolah seluruh Indonesia termasuk Papua, entah itu Jokowi atau Prabowo, mau mempertimbangkan untuk melaksanakan program ini.

Akhirnya saya mengutip kalimat Mahatma Gandhi sebagai berikut ““If we are to teach real peace in this world, and if we are to carry on a real war against war, we shall have to begin with the children.” Mari sediakan ruang yang layak bagi anak-anak Papua untuk tumbuh, jangan sertakan anak-anak Papua dalam konflik ini.

[caption id="attachment_351040" align="aligncenter" width="377" caption="Anak-anak Papua Sumber: Dok. Pribadi"]

14071432421815845778
14071432421815845778
[/caption]

Anne Hafina, Konseling Pasca Trauma Melalui Permainan Kelompok. (Bandung: PBB FIP UPI), hlm.1, dalam http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._Psikologi_Pend_Dan_Bimbingan/196007041986012-Anne_Hafina/Konseling_Pasca_Traumatik_Malaysia.Pdf diakses pada 17 Juli 2014

http://suaraagraria.com/detail-20404-ini-implementasi-dari-revolusi-mentalnya-jokowi.html#.U989xGPy9VQ

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun