Kementerian khususnya pejabat menteri, pada periode sekarang sepertinya terlalu cepat mengambil keputusan dan tanggung jawab terhadap suatu tragedi menjadi bola panas untuk saling dilemparkan kepada seluruh pemangku kepentingan. Republika meluncurkan HL “Kemenhub Juga Bersalah” pada edisi cetak hari ini (rabu, 7/1). Kemenhub dibingkai oleh Kompas dengan HL : “Menhub Copot Sejumlah Pejabat”. Rabu ini Media Indonesia menayangkan “KPK Selisik Izin Terbang Ilegal”. Penulisan ini bukan ingin mempertanyakan kelakuan reaktif birokrasi. Momen untuk memperbaiki kekarutan dalam industri penerbangan memang tepat untuk dibenahi saat ini. Tapi menjadi panjang urusannya bila pemerintah menjadi “lebay” dalam memanjang-manjangkan masalah.
Masalah sederhana sebagai sebuah tren bisnis LCC (Low cost carrier), ia menjadi murah karena memang terjadi pemangkasan ongkos produksi / komponen layanan yang dikurangi dari standar pemenuhan kebutuhan perjalanan ataupun fitur kenyamanan di industri penerbangan. Banyak kasus penerbangan domestik murah memang berujung kepada kebangkrutan setelah mengalami musibah maupun dis-efisiensi. Sebut saja Sempati air, Starair, Adam air, Jatayu, Kartika Air, Mandala, Bouraq hingga (mungkin) merpati mengalami kemunduran begitu mereka melakukan mismanajemen finansial maupun operasional. Apalagi didahului dengan musibah, kehancuran operasional, finansial dan kepercayaan (trust), maka kemampuan airline untuk terlepas dari jeratan ini dengan elegan adalah permasalahan keberuntungan belaka. Manajer terbaik seharga satu milyar pun belum tentu dapat menyelamatkan perusahaan penerbangan ini.
Apakah sebenarnya yang dijual oleh industri penerbangan? Anda tentu akan menjawab, layanan transportasi, gengsi dalam melakukan perjalanan atau anda menjawab kemudahan untuk terbang, atau pelayanan perjalanan. Jawaban sederhana, pelayanan yang mengantarkan seseorang pelaju dari satu poin ke poin tujuan yang terdapat bandara (asal kata: bandar udara)- nya Dalam hal ini anda sangat benar.
Sebuah jawaban sederhana dari sudut pandang manajemen adalah : Waktu dan tempat (time and space). Pada intinya penerbangan adalah sebuah produk pariwisata (jasa layanan perjalanan) dengan menitikberatkan pemenuhan kebutuhan kepada waktu dan tempat. Jadwal perjalanan pesawat udara JKT-PDG adalah pukul 13.00 Wib dan akan tiba di tujuan pukul 14.25 Wib, dengan tempat duduk dibaris 33 kolom A. Selebihnya, senyuman manis pramugari, kelihaian pilot, kecakapan ground handling dan peralatan canggih pesawat adalah komponen dukungan untuk menyajikan produk jasa penerbangan: Padang-Jakarta tanggal 8 Januari 2015, pukul 13.00WIB.
Patut digarisbawahi adalah terdapat seat capacity (Kapasitas kursi) dalam penerbangan tersebut. Jumlah daya angkut yang terbatas untuk melayani-nya. Semakin tinggi demand-permintaan terhadap jadwal tersebut akan meningkatkan harga tempat duduk dijadwal tersebut. Semakin lemahnya permintaan, sedangkan supply-penawaran masih tersedia banyak maka akan semakin menyebabkan resiko terbang kosong (empty run).
Ada kalanya tren pemerintah untuk memberikan kesehatan murah, pendidikan murah dan penerbangan murah. Pelayanan kesehatan gratis dan pendidikan gratis sudah ada, namun belum ada saya alami atau dengar penerbangan gratis. Pemerintah akan melakukan set back yang sangat melenting jauh bila kebijakan LCC dicabut. Perishble, belum ada padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Ia dapat dikatakan menjadi “menjadi basi” atau tidak bisa diambil kembali, karena pesawat begitu terbang tidak akan bisa dijual lagi tempat duduk yang kosong. Kadung pesawat terbang masih terdapat bangku kosong lebih baik dijual murah saja. Jadi yang tadinya gak punya niat terbang menjadi tertarik terbang karena imin-iming murah-meriah. Perishable menjadi justifikasi perusahaan penerbangan untuk mengabaikan HET (harga eceran tertinggi dan terendah). Karena begitu demand tinggi terhadap satu time and space harga akan mengabaikan regulasi. Regulasi juga diabaikan ketika demand rendah dan supply tinggi, sehingga keatsiran menjadi nyata. Votality menjadi kalimat baru untuk menjelaskan fenomena low cost carrier.
Yang menjadi kalimat saktinya adalah, ketika urusan berjalan seperti biasanya, praktek tiket murah ini menjadi lumrah. Tiket murah akan dipersalahkan bila tidak ada lagi yang bisa dipersalahkan. Yang salah jadi kembali ke konsumen. Kenapa pendidikan murah, karena rakyatnya belum mampu membayar sekolah layak sesuai standar jadi yang dibawah standar tidak apa-apa. Kalau hasilnya rakyat tetap bodoh ya..... karena murah. Kenapa kesehatan murah, karena rakyatnya belum mampu bayar biaya pengobatan maksimal untuk jadi sehat, kenapa tetap sakit, yaaaa ...karena murah. Jadi kenapa pesawat jatuh....ya karena murah.....
Ada satu pidato guru besar yang selalu teringat: politisi tidak boleh salah, tapi boleh berbohong. Beda dengan akademisi, Boleh salah, tapi tidak boleh berbohong.
Salam kompasiana
r
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H