Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia ( KAMI) Gatot Nurmantyo menyatakan bahwa ia selalu berbicara didepan “KAMI” bagaimana menyelamatkan negara dan bangsa dalam kondisi pendemi seperti ini. Menurut Gatot ada dua permasalahan, yakni masalah kesehatan dan masalah ekonomi yang harus segera dibenahi agar perekonomian tidak sampai memburuk dan orang yang sakit akibat Covid 19 tidak semakin bertambah.
Setelah deklarasi KAMI, Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia ( KAMI) di Tugu Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (18/8/2020) yang lalu, Gatot Nurmantyo giat melakukan safari dan melakukan deklarasi KAMI, ke beberapa daerah, dan Gatot mengatakan bahwa KAMI adalah Organisasi berjaring, dan akan dideklarasikan di mana-mana, ternyata usaha Gatot dan teman-teman “KAMI”nya yang berusaha untuk menjadikan rakyat sebagai mitra KAMI mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat di mana-mana. Penolakan terjadi di Surabaya, Bandung, kerawang, Denpasar, Jakarta dan di kota-kota lainnya, bahkan sampai untuk nyekar di TMP Kalibata pun mendapat penolakan dari elemen massa, karena sebagian dari elemen masyarakat beranggapan bahwa “KAMI” adalah kelompok anti Kemapanan, anti Panca Sila, dan mengancam Keutuhan NKRI, seperti yang terjadi pada aksi penolakan KAMI oleh elemen massa di Bajra Sandi, Renon, Denpasar, yang dikutip dari laman Kompas TV, Rabu, 30/09/2020.
Pertanyaan besarnya adalah apakah benar “KAMI” dapat dipercaya rakyat sebagai Gerakan moral yang berjuang membangun masyarakat yang sejahtera berdasarkan konstitusi, seperti yang dikatakan Ahmad Yani, pada waktu deklarasi KAMI di Tugu Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (18/8/2020) yang lalu, atau Kehadiran KAMI hanya untuk tujuan memuaskan sahwad politik segelintir orang sebagai persiapan negosiasi politik dalam pesta demokrasi 2024. Secara eksplisit Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia ( KAMI) Gatot Nurmantyo yang merasa yakin bahwa para ulama berdoa untuk nya menjadi presiden, meyatakan bahwa Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang dimotorinya memang berpolitik, yakni berpolitik langit, Artinya, politik untuk mencari jalan dan ridho Allah SWT, untuk membantu kondisi negara yang sulit di tengah mewabahnya pandemi virus Covid-19, serta mengawasi dan mengontrol jalannya pemerintahan Joko Widodo.
Jika kita memperhatikan apa yang telah dilakukan Gatot Nurmantyo dan “KAMI “nya sebagai kegiatan awal selama periode Agustus - Oktober 2020, maka terlihat jelas bahwa kegiatan yang telah dilakukan cenderung bermuatan politis, kegiatan tersebut antara lain; Memproklamasikan keberadaan “KAMI” melalui deklarasi di sejumlah kota yang mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Menyatakan mendukung rencana aksi mogok nasional buruh mulai 6 Oktober 2020 hingga waktu pembahasan omnibus law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja dalam sidang paripurna DPR pada 8 Oktober 2020. Memberi kebebasan kepada para pendukungnya untuk bergabung dan membantu pengunjuk rasa atas dasar kemanusiaan. Memaksa masuk ke TMP Kalibata tanpa ijin, dan berdebat dengan prajurit yang bertugas. Menuding Polri berupaya membangun opini tendensius terhadap KAMI sehubungan dengan aksi demo Omnibus Lawa UU-Ciptaker. Menolak tindakan anarkistis dalam aksi unjuk rasa yang dikaitkan dengan organisasi KAMI, dan meminta agar angota Kami segera dibebaskan dari tuduhan pelanggaran UU ITE. Mengingatkan sikap arogansi kekuasaan untuk tidak perlu melempar "ancaman" kepada rakyat," sebagai respons dari pernyataan pemerintah melalui Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang mengingatkan agar tahu batas dan tidak kebablasan. Melakukan kritik terhadap pemerintah sehubungan dengan penangan krisis pendemi Covid-19, Kemiskinan, Fiskal, Analisa Defisit APBN sampai dengan utang negara.
Dari berbagai informasi kegiatan tersebut diatas, dan memperhatikan 8 tuntutan KAMI kepada penyelenggara negara, jelas bahwa kelompok LSM yang dimotori Gatot Nurmantyo dan Din Syamsuddin ini hanya mendaur ulang issue politik lama yang dijadikan sebagai tuntutan kepada penyelenggara negara, kemudian melakukan kegiatan dalam bentuk aksi yang kontra langsung terhadap pemerintah agar mendapat perhatian publik. Esensi dari 8 tuntutan KAMI, bukanlah hal baru bagi setiap aktivis yang selalu mengkritik pemerintah, issue politik ini sudah ada dan telah lama dipakai dalam aksi-aksi demo, didiskusikan dengan pro dan kontra, jauh sebelum adanya rezim Jokowi, dan tidak menghasilkan apapun, dan saat ini KAMI mengangkat issue-issue politik ini menjadi 8 tuntutan pada penyelenggara negara, yang pasti akan menimbulkan perdebatan pajang tanpa hasil, kecuali 8 tuntutan KAMI tersebut diletakkan di senayan, dengan banyak kompromi. Selain 8 tuntutan KAMI, upaya Gatot Nurmantyo mengangkat issue Pendemi Covid 19, Kemiskinan dan utang dengang fokus pada besarnya jumlah utang pemerintah menunjukkan bahwa model/cara kritik terhadap pemerintah belum berubah, dan tidak memberi edukasi bagi rakyat, selain terkesan provokasi dan membodohi rakyat.
Memberi kebebasan kepada para pendukungnya untuk bergabung dan membantu pengunjuk rasa atas dasar kemanusiaan, adalah Tindakan intelektual yang keliru, bagi LSM yang meyuarakan “Gerakan Moral”. Kekuatan utama kaum buruh dan mahasiswa terletak pada aksi-aksi parlemen jelanan (Demonstrasi) yang diijinkan konstitusi, sementara kekuatan Geeralakan Moral terletak pada kemampuan intelektualnya dalam mencari solusi atas suatu permasalahan melalui ruang- ruang diskusi di kampus, atau di Gedung rakyat, sehingga dukungan yang diberikan seharusnya dalam bentuk diskusi bukan aksi jalanan yang yang akhirnya berujung pada aksi anarkis, dan ditangkapnya beberapa anggota KAMI.
Kritik Presidium KAMI Gatot Nurmtyo terhadap pemerintah dalam menangani wabah Covid -19, dan utang pemerintah yang telah mengalami peningkatan 2 kali lipat dari akumulasi utang seluruh presiden, sejak Bung Karno sampai SBY,yang hampir mencapai Rp. 6000 triliun, tanpa menjelaskan penyebab dari bertambahnya utang, dan solusi terbaik dalam menangani wabah Covid -19, dapat dipresepsikan sebaga tindakan tendensius untuk memperburuk citra pemerintah. Padahal jika betul Gatot Nurmantyo dan “KAMI”nya, ingin melakukan edukasi yang benar bagi rakyat sesuai dengan amanat jatidiri KAMI, maka kritik Gatot kepada pemerintah patut diarahkan pada kebijakan ekonomi yang minimal dapat tergambar dari Ringkasan ekekutif APBN yang menggambarkan trend perkembangan ekonomi dunia dan nasioanal dan Postur APBN yang menggambarkan perkembangan realisasi APBN yang telah disetujui oleh DPR.
Pernytaan Gotot Nurmantyo tentang jumlah utang yang hampir Rp. 6000 triliun, seolah-olah ingin memateraikan akal sehat rakyat bahwa telah terjadi hal yang buruk dalam pengelolaan keuangan negara, pada hal rakyat perlu diedukasi agar tahu bahwa ada ketentuan-ketentuan tertentu yang wajib diikuti oleh pemerintah dalam melakukan utang, dan ada ukuran atau ratio utang yang harus dipenuhi negara baru bisa diberikan pinjaman (utang), serta pinjaman yang dilakukan pemerintah harus sepengetahuan DPR sebagai wakil rakyat yang diakui konstitusi. Esensinya mengkritisi utang negara dalam bentuk kritik sangat penting, tapi harus dibarengi dengan penjelasan instrument batasan-batasan yang jelas dan bagaimana caranya negara mengelola utang, sehingga tidak timbul “slogan bodoh” sampai anak cucu kita dibebani utang oleh negara, yang sering dipakai untuk menyerang kebijakan utang oleh pemerintah.
Dengan memperhatikan uraian diatas, maka kehadiran “KAMI” yang dimotori oleh Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo dan Din Syamsuddin, tidak perlu disikapi berlebihan dengan penuh kecurigaan, karena “Politik Langit” yang dikatakan oleh mantan panglima TNI Gatot Nurmantyo hanya merupakan “Alat Ukur” dalam arti Kehadiran KAMI di pentas politik Indonesia hanya sebagai sarana untuk mengukur berapa besar dukungan rakyat bagi Gatot Nurmantyo dan kawan-kawan nya yang dapat berguna sebagai Negosiasi politik dalam konstelasi pesta demokrasi 2024.
Evert Nunuhitu, Pengamat Sosial dan Keuangan Publik.