Mohon tunggu...
Eva Rosita
Eva Rosita Mohon Tunggu... Lainnya - Art and Education

Art, Linguistics, and Education

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menemukan Hygge dalam Hal-hal Sederhana

12 Februari 2021   14:57 Diperbarui: 12 Februari 2021   15:40 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Bermula dari puncak kejenuhan di rumah saat hari libur, biasanya jika ada long weekend seperti ini, mungkin saya sudah ada di bandara menunggu penerbangan berangkat ke tempat yang saya ingin kunjungi, to travel and to renew the spirit. Tapi thanks to Covid-19 sepertinya budget traveling tahun ini bisa digunakan untuk hal lain misalnya melanjutkan pendidikan.

Dengan perasaan yang jenuh dan over sensitif tersebut,  tidak satupun teori yang mempan untuk dipraktikkan. Mulai dari Hasil = Event + Reaksi yang saya pelajari dari sebuah pelatihan sampai menanyakan kepada ego personality tentang apa yang bisa dilakukan supaya merasa lebih baik,  pengetahuan-pengetahuan yang harusnya saya  bisa praktikkan menguap pada saat itu.

Ada kerinduan akan suasana baru dan atmosfer berbeda yang biasanya didapatkan saat berpergian. Bukan shopping atau foto-fotonya yang paling berkesan, namun koneksi,  kehangatan dan kebaikan orang-orang yang tidak terduga di tanah yang asing membuat saya rindu packing dan jalan-jalan. Hal yang membuat saya menyadari sepenuhnya bahwa ada kehidupan lain di luar rutinitas sehari-hari.

Pikiran tersebut bersarang di kepala saya sampai akhirnya saya menemukan Hygge (dibaca hoo-gah) saat duduk di sebuah meja kayu di depan pemanggang roti di dapur. Di sana, tanpa ada intervensi dari ego manusia ataupun diri sendiri, serta deadline pekerjaan yang percayalah sampai akhir dunia pun tidak akan selesai; saya merasa jauh lebih tenang. Hygge, sebuah momen kedamaian, ketenangan, bisa jadi dengan biaya nol rupiah. 

Berbeda dengan ruangan lain yang lain, ruang dengan meja kayu yang ditempel di dinding ini punya pencahayaan yang lebih baik, ada bunyi halus dari kulkas dan bunyi air. Bahkan hujan pun terdengar lebih indah dan lagu yang saya dengarkan dari playlist jadi lebih enak. Cahaya dari lubang berbentuk persegi panjang di dapur itu pun berbeda-beda sesuai cuaca yang memang sedang berubah-ubah. Ditemani secangkir kopi dan agenda yang rajin saya tulis setiap hari, saya menemukan ketenangan yang setengah jam lalu entah dimana. 

Pertama kali saya mengetahui tentang Hygge adalah setelah membaca The Book of Hygge- The Danish Art of Contentment, Comfort, and Connection gubahan Louisa Thomsen Brits yang saya beli dari Big Bad Wolf secara online. Hygge se-simpel menikmati teh di pagi hari dari cangkir kesukaan, melihat hujan dari balik jendela, sensasi saat punggung menyentuh kasur setelah seharian bekerja, saat melihat warna oranye di api unggun dalam perkemahan. Hygge adalah perasaan hangat, tenang, aman, nyaman, dan terlindungi, moments of Contentment. 

Hal inilah yang dipraktikkan oleh orang Denmark dalam kesehariannya sejak dahulu. Perasaan nyaman tersebut juga bisa ditentukan pada komunitas yang membangun dan memberikan kenyamanna dalam artisan positif, yang membuat kita diterima dan terkoneksi. Kadang esensi sederhana ini sangat kita butuhkan terutama di masa-masa sulit dan menantang. So, what is your Hygge moment?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun