Mohon tunggu...
evelyn tamin
evelyn tamin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta Semester 5

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kebijakan Sosial dan Jalan Menuju Rekonsiliasi

18 Desember 2024   16:00 Diperbarui: 18 Desember 2024   16:08 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Raden Ariyo Wicaksono Betahita.id

Konflik sosial merupakan sebuah fenomena yang  tidak dapat dihindari dalam kehidupan bermasyarakat, terutama dalam lingkungan multikultural seperti Indonesia hingga saat ini. Banyaknya keberagaman yang dimiliki, tentunya sering terjadi gencatan antar individu maupun kelompok. Hal ini diakibatkan oleh perbedaan kepentingan, perbedaan pandangan, hingga perbedaan nilai-nilai budaya yang dianut oleh sekelompok masyarakat dan individu.

Konflik yang pernah terangkat hingga tingkat Nasional yakni perselisihan antar komunikasi di suatu wilayah yang dipicu oleh ketidakadilan pada distribusi sumber daya. Ketegangan ini menjelaskan bagaimana persoalan struktural bisa merusak hubungan sosial yang ada di masyarakat dan dapat menyebabkan terjadinya permusuhan antar masyarakat yang sulit untuk dipadamkan

Adapun akar permasalahan dari konflik yang sering terjadi di masyarakat adalah kurangnya komunikasi yang efektif antara pihak-pihak yang terlibat konflik. Tidak memiliki dua sudut pandang ketika terjadi masalah, yang mengakibatkan masing-masing pihak merasa bahwa pendapat dan kepentingan mereka diabaikan begitu saja. Selain itu, kesenjangan sosial dan ekonomi menjadi salah satu penyebab, terutama ketika salah satu kelompok yang merasa tersingkirkan. Maka dari itu, situasi ini lah yang semakin memperumit masalah jika pihak-pihak yang memiliki kepentingan tidak dapat memahami sepenuhnya mengenai dialog yang terbuka dan transparan untuk mencari solusi dan jalan keluar bersama-sama.

Menghadapi sebuah konflik terkadang memerlukan pendekatan represif, akan tetapi pendekatan represif seringkali menambah memperburuk suasana. Ahli-ahli meredam ketegangan yang terjadi, tindakan yang terlalu keras dapat memunculkan perlawanan baru dan dapat menyebabkan konflik makin melebar.

Oleh karena itu, resolusi konflik yang efektif harus berbasis pada prinsip dialog, empati, dan keadilan. Melibatkan mediator yang netral menjadi salah satu langkah awal yang penting. Mediator dapat membantu menciptakan ruang aman untuk berdiskusi, sehingga semua pihak dapat menyampaikan aspirasi tanpa merasa terancam.

Pendidikan menjadi peran penting dan utama untuk mencegah hingga mengelola konflik. Masyarakat yang lebih memahami nilai toleransi dan keberagaman cenderung lebih mampu menyelesaikan perbedaan dan konflik dengan kepala dingin. Inilah yang menjadi hal terpenting, masyarakat disiapkan untuk membangun kesadaran sejak dini mengenai pentingnya toleransi atau menghargai perbedaan. Pendidikan yang berbasis nilai-nilai bhineka dapat membantu individu untuk lebih terbuka melihat keberagaman sebagai sebuah kekuatan dan bukan sebuah ancaman.

Selain itu, kearifan lokal dapat menjadi solusi kreatif dalam meredakan konflik. Banyak masyarakat adat di Indonesia yang memiliki mekanisme penyelesaian sengketa berbasis budaya, seperti musyawarah adat atau ritual rekonsiliasi. Praktik-praktik ini tidak hanya menyelesaikan persoalan secara substantif tetapi juga memperkuat hubungan sosial di antara pihak-pihak yang berseteru. Melalui pendekatan ini, masyarakat dapat menjaga harmoni tanpa harus bergantung sepenuhnya pada intervensi eksternal.

Namun, langkah-langkah ini tidak akan sepenuhnya efektif tanpa dukungan dari pemerintah. Negara memiliki tanggung jawab untuk menciptakan kebijakan yang adil dan inklusif, sehingga potensi konflik dapat diminimalkan. Kebijakan untuk mendukung pemerataan sumber daya, pengakuan hak masyarakat adat, dan penegakan hukum yang tidak memihak adalah beberapa contoh konkret yang bisa diterapkan. Malalui pendekatan ini, akar-akar konflik dapat diatasi sebelum berkembang menjadi permasalahan yang lebih besar.

Pada akhirnya, pengelolaan konflik memerlukan upaya kolektif yang melibatkan semua elemen masyarakat. Menjunjung tinggi nilai dialog, keadilan, dan kebersamaan, konflik tidak lagi menjadi ancaman yang merusak tetapi peluang untuk memperkuat solidaritas. Pada konteks ini, rekonsiliasi bukan sekadar penyelesaian, melainkan juga langkah menuju masa depan yang lebih harmonis dan inklusif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun