Mohon tunggu...
evelyn novelina
evelyn novelina Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Hai, saya Evelyn Novelina, seorang mahasiswi S1 Farmasi di Universitas Mulawarman. Saya memiliki minat yang mendalam dalam menulis dan membaca karya-karya fiksi. Melalui tulisan dan bacaan, saya selalu mencari inspirasi untuk mengembangkan diri dan berbagi pengetahuan dengan sesama. Mari kita berpetualang bersama dalam dunia kata dan ilmu pengetahuan!

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

"Ketika Bahasa Berbicara : Menggugat identitas Gen Z dan Gen Alpha Dalam Tantangan Komunikasi Modern"

29 November 2024   18:15 Diperbarui: 29 November 2024   18:15 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Bahasa Gen Z dan Gen Alpha (Sumber : https://popers.id/wp-content/uploads/2024/10/1000000486.webp)

Dalam era di mana teknologi dan komunikasi bergerak dengan kecepatan luar biasa, bahasa berperan sebagai cermin perubahan budaya dan nilai-nilai masyarakat. Dua generasi yang menjadi sorotan dalam konteks ini adalah Generasi Z dan Generasi Alpha.
Kedua generasi ini memiliki karakteristik bahasa yang unik, dipengaruhi oleh lingkungan sosial, budaya, dan perkembangan teknologi di sekitar mereka. Dalam opini ini, saya akan membahas pengertian bahasa Gen Z dan Gen Alpha, perbedaan antara keduanya, pandangan saya pribadi mengenai bahasa yang muncul diantara dua generasi ini, serta dampak bahasa ini terhadap kehidupan modern kita.

Generasi Z, yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, adalah generasi pertama yang sepenuhnya terintegrasi dengan teknologi digital. Generasi Z tidak hanya terpapar pada internet, tetapi juga tumbuh di tengah perkembangan media sosial yang berkembang sangat pesat. Bahasa yang digunakan oleh Gen Z ditandai dengan penggunaan istilah slang, singkatan, dan ungkapan yang terinspirasi oleh budaya populer. Misalnya, istilah seperti "FOMO" (fear of missing out) dan "LOL" (Laugh Out Loud). Hal ini dipengaruhi oleh kemajuan digital sehingga bahasa generasi Z tidak hanya eksis di media sosial, tetapi juga sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Gaya bahasa Gen Z sangat informal, yang menciptakan rasa kebersamaan dan kedekatan di antara mereka. Dalam konteks media sosial, Gen Z lebih cenderung berinteraksi melalui platform seperti Instagram, TikTok, dan Twitter. Bahasa yang digunakan di platform-platform ini seringkali dipenuhi dengan emoji dan gambar serta banyak kata atau slang baru yang muncul karena kemajuan digital yang berkembang, maka banyak bahasa-bahasa baru di era Gen Z tersebut cepat menyebar dan meluas apalagi melewati jalur viral.

Di sisi lain, Generasi Alpha, yang lahir setelah tahun 2010, adalah generasi yang benar-benar tumbuh di era digital yang canggih. Mereka memiliki akses ke teknologi yang jauh lebih maju sejak usia dini, termasuk tablet dan smartphone. Bahasa yang mereka
gunakan semakin terintegrasi dengan elemen visual, memanfaatkan emoji, GIF, dan konten video sebagai cara utama untuk mengekspresikan diri. Sebagai contoh, Gen Alpha mungkin lebih memilih untuk mengirimkan video pendek atau meme daripada teks
panjang, menciptakan gaya komunikasi yang langsung dan efisien. Platform yang digunakan oleh Gen Alpha cenderung lebih interaktif dan berbasis video, seperti YouTube dan aplikasi gaming. Hal ini menunjukkan bahwa cara mereka berinteraksi dan
menyampaikan pesan sedikit berbeda dibandingkan dengan Gen Z, walaupun baik Gen Z maupun Gen Alpha sama-sama sangat dipengaruhi oleh teknologi dalam cara mereka berkomunikasi. Generasi Alpha memanfaatkan teknologi untuk menciptakan pengalaman komunikasi yang lebih menyenangkan dan menarik serta Generasi Alpha tampaknya lebih mengedepankan kecepatan dalam berkomunikasi. Dalam konteks ini, penggunaan singkatan dan emoji mungkin akan semakin meningkat. Mereka cenderung memilih cara berkomunikasi yang lebih praktis. Seperti menggunakan istilah "OMG" (Oh My God) atau "BRB" (Be Right Back) dalam percakapan sehari-hari. Kata-kata yang popular akhir-akhir ini pun berasal dari era gen Alpha seperti sigma, skibidi, dan lain lain.

Meskipun terdapat perbedaan antara kedua generasi ini, ada beberapa kesamaan menarik yang dapat dicatat. Pertama-tama, baik Gen Z maupun Gen Alpha sama-sama sangat dipengaruhi oleh teknologi dalam cara mereka berkomunikasi. Media sosial menjadi platform utama bagi mereka untuk berbagi ide dan berinteraksi dengan orang lain. Selanjutnya, generasi ini juga memiliki kecenderungan untuk menggunakan bahasa yang lebih santai dalam komunikasi sehari-hari. Mereka lebih memilih gaya berbicara yang langsung dan to the point dibandingkan dengan generasi sebelumnya yang mungkin lebih formal dalam berkomunikasi. Lalu, baik Gen Z maupun Gen Alpha menunjukkan kepedulian terhadap isu-isu sosial melalui bahasa mereka. Istilah-istilah seperti
"keberlanjutan" dan "kesadaran kesehatan mental" semakin umum digunakan oleh kedua generasi ini sebagai bentuk respons terhadap tantangan sosial di era modern. Mereka menggunakan bahasa sebagai alat untuk menyuarakan pendapat dan berkontribusi pada perubahan sosial, seperti melalui penggunaan hashtag di media sosial yang membangun kesadaran dan mobilisasi di kalangan teman sebaya mereka.

Namun, berdasarkan semua itu tentu saja saya memiliki pandangan pribadi terkait evolusi Bahasa antara Gen z dan Gen Alpha. Sebagai salah satu manusia yang tumbuh di era ini, saya melihat evolusi bahasa yang terjadi antara Generasi Z dan Generasi Alpha
sebagai refleksi dari dinamika sosial yang lebih besar. Dalam pandangan saya, bahasa bukan hanya sekadar alat komunikasi melainkan sebagai jembatan yang dapat menyampaikan identitas, nilai-nilai, dan pengalaman hidup generasi yang berbeda. Jika
saya pahami dan rasakan, saya mengetahui dengan jelas bahwa Bahasa gen Z dan Alpha ini sangatlah beragam dan saya juga mengakui bahwa generasi ini berani menolak norma bahasa yang kaku dan formal, tentu saja hal itu dikarenakan adanya kemajuan digital yang semakin canggih sehingga penggunaan bahasa yang lebih popular dan terkesan santai lebih diminati oleh kedua generasi ini.

Namun terlepas dari hal itu, tentu saja saya juga merasakan kekhawatiran terkait dampak dari evolusi bahasa ini, terutama dalam konteks dunia pendidikan. Meskipun bahasa informal dapat menciptakan kedekatan antarsesama, ahasa generasi ini juga dapat
menimbulkan kesulitan dalam komunikasi formal. Dalam lingkungan pendidikan, saya pernah mengalami situasi di mana guru kesulitan memahami istilah-istilah baru yang sering teman-teman kelas gunakan. Hal ini bisa menghambat proses belajar, karena ada ketidakpahaman antar-generasi. Pandangan Saya lainnya terkait hal ini adalah, semakin Bahasa antar kedua generasi ini eksis di kehidupan sosial maka dikhawatirkan penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar akan semakin tergerus karena digantikan oleh slang-slang Bahasa baru yang muncul di antara Bahasa dari Gen Z dan Gen Alpha.

Oleh karena itu, menurut saya Penggunaan bahasa oleh Generasi Z dan Generasi Alpha memiliki dampak yang signifikan terhadap bahasa Indonesia. Dampak-dampak ini meliputi penggunaan bahasa yang tidak baku, pengaruh bahasa gaul, dan pencampuran
bahasa Indonesia dengan bahasa asing. Oleh karena itu, penting untuk memelihara dan mengembangkan bahasa Indonesia dengan cara yang tepat agar tetap relevan dan berfungsi sebagai alat komunikasi yang efektif dalam masyarakat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun