Mohon tunggu...
Evelyn Gabriella Suliantoro
Evelyn Gabriella Suliantoro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Seorang gadis penyuka matcha dan senja Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menyusuri Cakrawala Bersama Merdeka Belajar

20 Mei 2023   19:49 Diperbarui: 20 Mei 2023   19:54 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Menurut KBBI, cakrawala didefinisikan sebagai langit tempat bintang-bintang. Bagi saya, bintang ibarat mimpi-mimpi saya dengan langit sebagai kanvas perjalanan hidup yang siap saya ukir. 

Semasa belia, saya pernah bercita-cita menjadi seorang astronaut. "Saya ingin membawa pulang satu bintang di langit sebagai oleh-oleh," pikir saya saat itu seraya memandangi bintang yang seakan sedang menggoda untuk minta dibawa pulang. Namun, jarak yang memisahkan antara tempat saya berdiri dengan bintang yang ingin saya raih ternyata sangat jauh. "Apa harus tunggu besok besar dulu biar bisa naik roket buat ambil bintang?" gumam saya dalam lamunan di saat yang sama. 

Saat itu saya juga menyadari, bintang yang saya lihat dari hari ke hari semakin berkurang jumlahnya. Tanpa ambil pusing, saya menyimpulkan bahwa bintang sedang sembunyi karena lelah berkedip sepanjang malam di langit. Namun, seiring berjalannya waktu, saya mendapat filosofi menarik dari lamunan saya kala itu. 

Saya mengerti, berkurangnya bintang di langit bukanlah karena bintang tersebut sembunyi atau sedang istirahat. Secara filosofis, bintang yang semakin berkurang tersebut menyiratkan minimnya kesempatan yang ada di dunia. Baik itu kesempatan untuk memaksimalkan potensi diri, kesempatan untuk melihat dunia, dan kesempatan-kesempatan lainnya. Seakan-akan, selalu ada privilege bagi segelintir orang karena kesenjangan yang tercipta baik dari segi sosial maupun ekonomi. Sedangkan, jarak antara tempat kita berdiri dengan bintang di langit seperti sebuah simbolisasi perjalanan panjang menuju mimpi yang menuntut adanya fasilitas untuk membawa kita sampai ke sana.

Merdeka belajar itu seperti roket, fasilitas penting yang saya maksud sebelumnya. Kebijakan yang mendobrak sekat-sekat pendidikan dan batas-batas tak kasat mata yang membuat "bintang-bintang" itu terasa seperti sedang bersembunyi. Dengan kebijakan yang sama, tercipta indikator keberhasilan yaitu pemerataan pendidikan, pembelajaran yang efektif, dan tidak adanya ketertinggalan peserta didik.

Dari dulu, tolak-ukur kesuksesan pendidikan tradisional hanyalah sebatas nilai. Padahal, minat dan passion setiap peserta didik berbeda. Ada yang memiliki minat pada pelajaran IPA, tetapi lemah pada pelajaran seni sehingga nilai IPA-nya selalu di atas 90 tetapi nilai seni budayanya andaikata sulit untuk menembus KKM. Hal tersebut rentan mendorong terciptanya perilaku tidak jujur di kalangan siswa tercermin dari kebiasaan mencontek disebabkan oleh nilai yang lebih diapresiasi daripada usaha.

Berbeda dengan pendidikan tradisional, esensi merdeka belajar adalah untuk menggali potensi, inovasi, dan keterampilan yang dimiliki peserta didik disertai dengan pembentukan karakter khususnya karakter seorang generasi muda yang berkualitas sebagai agent of change negeri ini.  Dimana dalam esensi tersebut, ditemukan adanya proses berkesinambungan yang datang dari berbagai pihak serta memahami bahwa kebutuhan siswa sebagai pelajar harus diprioritaskan. Sama halnya dengan roket yang butuh waktu untuk bisa sampai ke luar angkasa, belajar itu juga sebuah proses. Proses untuk menumbuhkan nilai-nilai kebangsaan, menanamkan pengetahuan, mengembangkan softskill dan kebebasan berpikir, bahkan proses menjadi manusia pembelajar sepanjang hayat yang nantinya diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi kemajuan Indonesia.

Jawaban kedua yang saya dapatkan berkaitan dengan alasan mengapa semakin sedikit bintang yang di langit adalah kemungkinan adanya seleksi oleh polusi udara. Saya melupakan satu hal penting dalam proses pendewasaan bahwa hidup adalah sebuah perjalanan. Dimana dalam perjalanan ini, tentu saja akan ada kompetisi, menemui jalan berbatu bahkan jurang yang dalam untuk dihadapi. Contohnya di dunia kerja. 

Berapa orang yang harus "terseleksi" saat pandemi berlangsung? Padahal, proses pendaftaran sampai penerimaan kerja yang dilalui bukanlah perkara mudah. Bersaing dengan ratusan atau bahkan mungkin ribuan orang untuk menduduki sebuah posisi tidak semudah membalikkan telapak tangan. 

Bedanya, dalam kehidupan manusia, seleksi tersebut terjadi karena perbandingan jumlah manusia dengan lapangan pekerjaan yang tidak seimbang. Namun, melalui program Merdeka Belajar Kampus Merdeka atau yang biasa disingkat MBKM, mahasiswa menjadi lebih terfasilitasi untuk menguasai dan mengasah keahlian dengan turun langsung ke lapangan. 

Pada dasarnya, pengalaman adalah guru terbaik mengingat teori yang kita dapatkan di bangku perkuliahan hanya akan bermanfaat apabila dapat diimplementasikan secara nyata. Maka dari itu, MBKM dapat memantik semangat generasi muda untuk menciptakan bisnis mereka sendiri dengan pengalaman yang mereka dapatkan selama magang, wirausaha merdeka, dan studi independent MBKM ataupun membukakan keterbebanan generasi muda untuk turut memperbaiki kualitas pendidikan negeri ini dengan program kampus mengajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun