Sore tadi Bonanza sudah kembali datang ke Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Sou Mpelava. Senang rasanya melihat anak itu sudah bisa beraktivitas seperti biasanya. Membaca, bermain catur, dan sesekali tertawa menanggapi gurauan kawannya.
Bonanza yang akrab disapa Anza merupakan salah satu pengunjung setia di TBM Sou Mpelava. Seminggu yang lalu, Anza dan adiknya, Aiy, tenggelam di pantai Kayu Bura, salah satu pantai yang cukup terkenal di Kabupaten Parigi Moutong berkat perhelatan Sail Tomini yang digelar pada tahun 2015 lalu.
Siang itu, setelah mendapat pertolongan pertama, keduanya dilarikan ke RSUD Anuntaloko Parigi untuk menjalani perawatan intensif sebab mereka menelan banyak air laut.
Rupanya, Ahad, 14 November 2021 adalah hari terakhir Aiy di dunia. Setelah menjalani perawatan selama beberapa jam, anak lelaki yang baru saja merayakan ulang tahun ke sembilan di hari Jumat, 12 November 2021 itu meninggal pada Minggu malam.
Setelah kejadian yang menimpa Anza dan Aiy, beragam spekulasi muncul di masyarakat. Desas-desus di kelompok anak-anak seumuran mereka mengatakan bahwa ada "tangan yang tak terlihat" yang datang dari dalam laut dan menarik kaki kedua bocah itu hingga mereka tenggelam.
Dari seorang warga Desa Pelawa saya mendapat cerita bahwa dulu pernah ada orang dewasa yang juga tenggelam di lokasi itu. Beruntung, orang itu berhasil diselamatkan.
Beragam kisah pun muncul ke permukaan. Para orang tua mengatakan bahwa lokasi itu disebut-sebut notumpu (angker) sehingga memang tidak disarankan dan bahkan dilarang berenang di sana.
Cerita masa lalu tentang wilayah laut mana yang dikatakan angker, dipelihara dalam ingatan kolektif masyarakat. Cerita itu dijadikan pengingat bahkan bisa jadi sebagai upaya menghindari peristiwa terulang dari generasi ke generasi.
Mendengar aneka spekulasi ini saya mulai berpikir bahwa berarti sejak lama sebagian masyarakat telah mengetahui bahwa lokasi itu kurang aman digunakan sebagai spot berenang. Terlebih bagi anak-anak yang tidak tau dan/atau belum mahir berenang.
Dilansir dari Kumparan.com, Pakar Manajemen Sungai UGM, Agus Maryono, mengatakan, seluruh anak SD Indonesia, harus bisa berenang seperti di Eropa dan Jepang. Itu harus jadi pelajaran wajib. Di Indonesia ini sudah darurat belajar renang.
Kata Agus, hal itu disebabkan Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah perairan. Bukan hanya laut, Indonesia juga memiliki potensi sungai, rawa, danau, dan wilayah perairan lain yang sangat luar biasa.
Belum lagi ketika berbicara musim, sebagai negara tropis, nyaris setengah tahun Indonesia mengalami musim penghujan dan hampir selalu menyebabkan banjir. Dengan besarnya air yang dimiliki, sangat mengherankan jika masih banyak masyarakat yang tidak bisa berenang.
Pernyataan Pak Agus itu sangat relevan untuk diterapkan di Parigi Moutong yang dianugerahi garis pantai sepanjang 472 Km, di mana masyarakat hidup bertetangga dengan laut dan sesekali menjadikan pantai sebagai tempat bermain. Kecakapan berenang mesti dimiliki sejak usia anak-anak.
Hal lain yang tampaknya juga tak kalah penting yakni adanya upaya pemerintah untuk memasang plang larangan berenang di area yang dianggap "berbahaya" seperti di lokasi tenggelamnya Anza dan Aiy agar kejadian serupa dapat diminimalisasi.
Aiy sudah di surga. Begitu kata Anza pada teman-temannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H