Mohon tunggu...
Eva Silviana
Eva Silviana Mohon Tunggu... -

A Chinese-Javanese who says every single thing inside her mind. A valid statement, right?

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Balada Tiket Murah KRL

15 Juli 2013   20:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:30 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1373895722351421401

Hampir sebulan sudah sejak hari pemutusan kenaikan harga bahan bakar minyak oleh pemerintah, sudah hampir sebulan pula rakyat Indonesia dihujani dengan kenaikan harga barang-barang primer dan komplemen lainnya. Biaya angkutan umum merangkak naik, harga sembako meroket tajam. Di luar alasan gagal panen, cabai pun seolah tak mau ketinggalan untuk membengkakkan harganya sebesar 50 hingga 100 persen karena adanya kenaikan BBM ini.

Ya, semua lagi-lagi karena BBM.

Tapi mungkin warga ibu kota sedikit diberi pencerahan oleh PT Kereta Commuter Jabodetabek (KCJ). Pasalnya, di tengah kenaikan BBM, perusahaan swasta ini justru membanting harga tiket untuk KRL Commuter Line se-Jabodetabek. Direktur Utama PT KCJ, Tri Handoyo menjelaskan, KCJ telah memberikan subsidi harga tiket KRL ekonomi AC Jabodetabek (Commuter Line) sejak 1 Juli 2013. Kebijakan ini merupakan Public Service Obligation (PSO) sebagai tindak lanjut dihapuskannya KRL ekonomi non-AC Jabodetabek.

Hal ini pastinya mengundang perhatian dari warga ibu kota. Pecinta setia KRL ekonomi non-AC pun pastinya turut senang karena akhirnya mereka dapat merasakan "dingin dan nyamannya" KRL ekonomi AC, dengan harga yang terjangkau. Tapi, di balik itu semua, siapa yang tau kalau justru KRL AC cepat atau lambat akan kehilangan daya tariknya sebagai alat transportasi anti macet ibu kota Jakarta?

Bagaimana tidak? Setiap hari, KRL AC selalu dipadati orang kantoran. Mereka rata-rata memilih untuk naik kereta dengan asalan menghindari macet. Dan lagi, KRL AC cukup nyaman untuk dinaiki orang kantoran. Fasilitas cukup baik, dingin, jadwal cukup on time, dan yang pasti tidak terjebak macet. Tapi siapa sangka, seiring dengan pemangkasan harga tiket KRL AC ini, pelayanan yang diberikan pun kian hari kian menurun.

Namanya KRL AC, tapi AC terkadang tidak berfungsi dengan baik. KRL AC terkenal dengan jadwal yang banyak, tapi justru sering molor karena ada gangguan. Namanya kereta, punya jalur sendiri. Seharusnya tidak ada macet. Tapi sekarang, justru menunggu kereta di stasiun terkadang memakan waktu cukup banyak dan jika dihitung-hitung sama saja dengan kita terjebak macet apabila menggunakan kendaraan pribadi. Belum lagi dengan pemangkasan harga, pengguna KRL AC semakin banyak. Meski telah berbanding lurus dengan penambahan gerbong di setiap kereta setiap jadwalnya, rasanya sama saja. Karena penambahan gerbong tidak seimbang dengan kenaikan jumlah pengguna KRL AC setiap jadwalnya. Alhasil, berdesak-desakan sudah menjadi makanan sehari-hari pengguna KRL AC, khususnya pada jam tertentu yaitu 06.00-09.00 pagi serta 16.00-20.00 malam (jam pergi dan pulang kerja).

Jadi, salah siapa jika KRL AC lambat laun akan kehilangan sensasinya?

Jika warga ibu kota telah muak dengan pelayanan KRL AC yang tidak ditingkatkan, tidak menutup kemungkinan mereka akan kembali memilih kendaraan pribadi untuk bepergian. Kalau sudah demikian, kemacetan ibu kota akan bertambah lagi. Pertanyaannya kembali diulang, jadi salah siapa jika kemacetan ibu kota akan semakin ruet lagi?

Penulis pikir, KRL AC ini merupakan salah satu alternatif yang sangat brilliant yang harus dipertahankan, baik oleh pihak swasta atau pemerintah. Pasalnya, pemerintah tidak dapat menggantungkan nasib kemacetan ibu kota hanya pada Bus Transjakarta, yang sebenarnya pun menurut penulis sudah tidak layak lagi digolongkan sebagai fasilitas transportasi umum yang baik dan recommended (mengingat banyaknya fasilitas yang sudah tidak terurus serta banyaknya tragedi tak diinginkan yang terjadi di Bus Transjakarta). Tapi, bagaimana caranya untuk mengembalikan daya tarik KRL AC? Menurut penulis, penambahan gerbong harus terus dilakukan. Jalur transit pun penulis rasa tidak perlu dilakukan. Memang, transit biasa hanya dilakukan di stasiun besar seperti Tanah Abang. Tapi justru dengan adanya proses transit itu, menyulitkan pengguna KRL AC, terlebih bagi para ibu hamil, penyandang cacat, orang usia lanjut, dan anak-anak. Karena, baik dari stasiun dan kereta sendiri pun terkadang tidak menyediakan fasilitas khusus bagi 4 pengecualian itu. Ini jelas sangat membahayakan kondisi pengguna jasa KRL AC.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun