Dalam dunia pendidikan saat ini, sekolah sedang menggalakkan tentang karakter anak didik. Lalu apa yang dimaksud karakter? Menurut Soemarno soedarsono, karakter merupakan sebuah nilai yang sudah terpatri dalam diri seseorang melalui pengalaman, pendidikan, pengorbanan, percobaan, serta pengaruh lingkungan yang kemudian disatikan dengan nilai- nilai yang ada dalam diri seseorang yang kemudian melandasi sikap, perilaku, dan pemikiran seseorang.
Selanjutnya apakah yang perlu dilakukan pihak sekolah ataupun guru dalam membangun budaya karakter ini. Dalam pembangunan karakter, paling tidak ada empat hal yang diperlukan supaya pendidikan karakter terlaksana.
Pertama, internalisasi tata nilai. Internalisasi dimaksudkan proses penghayatan terhadap ajaran sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran untuk mewujudkan lewat tindakan dan perilaku. Contohnya nilai kepribadian, guru selalu mengajak anak didik untuk berkepribadian yang baik. Baik dalam arti mempunyai pribadi yang stabil dan tidak goyah terhadap pendapat orang lain.
 Tentu saat pendapatnya sesuai dengan yang seharusnya dan berdasarkan kenyataan. Nilai kedewasaan dan kedisiplinan juga perlu diterapkan. Mulai dari hal yang sederhana tentang berani menyampaikan gagasan, bisa memilah dan memilih hal yang positif, dan disiplin saat melakukan dan mengerjakan tugas yang memang harus sesuai dengan waktu penyelesaiannya.
Kedua, melakukan hal yang boleh dan yang tidak boleh. Sebagai pendidik sebaiknya memberikan penjelasan kepada anak didik bahwa silakan bertindak jika memang layak dan benar untuk dilakukan. Namun, harus menghindari hal yang seharusnya tidak dilakukan.Â
Berani bertanya saat pelajaran itu contoh kecil yang boleh. Bahkan wajib dilakukan anak didik jika memang belum paham terhadap materi yang ada. Jika di sekolah memiliki aturan tertentu yang tidak boleh dilakukan ya tentu jangan pernah dilakukan karena melanggar aturan yang berlaku. Misalnya, di larang mencontek, membawa gawai saat jam efektif, ataupun yang lain.
Ketiga, membentuk kebiasaan. Sebagai pendidik harus bisa memberikan contoh kebiasaan baik yang dilakukan harian. Kebiasaan budaya salaman, datang lebih awal, menyapu halaman, mengerjakan tugas sesuai jadwalnya. Dan kebiasaan lain yang sedeerhana tetapi perlu dipraktikkan sebagai budaya kebiasaan baik. Tentu lama- lama akan menjadi rutinitas yang positif.
Keempat, menjadi teladan. Kebiasaan tercipta dengan adanya teladan dari guru. Maka dari itu berikanlah satu teladan baik daripada sekadar menyuruh dan berkata saja. Kalau bukan guru yang memulai siapa lagi? Anak melaksanakan tentu perlu contoh dari orang lain yang lebih dewasa. Dan di sinilah peran guru memberikan teladan baik demi anak didiknya.
Menyitir ungkapan Antonin Scalia ( seorang hakim tinggi di Amerika), " The only thing in the world not for sale is character." Yang artinya satu- satunya yang tidak dapat dibeli di muka bumi ini adalah karakter.Â
Maka kita harus menumbuhkembangkan sendiri karakter lewat keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekolah. Semua dapat terjadi jika dilandasi dengan kesadaran tinggi  dan kemauan yang kuat untuk mengembangkan dan melaksanakannya. Mari kita mulai dari diri kita sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H