Inspirasi Film "Ikhsan, Mama I Love You"
E. Cahya Triastarka
Ikhsan sudah dua kali tidak naik kelas. Teman-teman Ikhsan menganggapnya sebagai anak idiot, dan ini membuat Ikhsan sering terlibat pertengkaran dengan mereka. Ikhsan pun harus dikeluarkan dari sekolah akibat keterbelakangannya. Orang tua Ikhsan memutuskan bahwa Ikhsan perlu disekolahkan ke sekolah berasrama. Ternyata kedisiplinan sekolah itu malah membuat Ikhsan tidak maju. Masa depan Ikhsan semakin tidak menentu sampai seorang guru baru. Harun, menyadari bahwa Ikhsan menderita penyakit dyslexia, penyakit yang pernah diderita Harun semasa kecilnya. Harun membantu Ikhsan menemukan potensi dirinya, serta membangun kembali rasa percaya diri Ikhsan dengan mendukungnya mengikuti sebuah lomba menggambar.
Itulah sebuah sinopsis film Ikhsan, Mama I Love You yang tokoh utamanya bernama Ikhsan. Film anak yang perlu pendidik lihat untuk memahami bahwa setiap anak adalah istimewa. Setiap anak membawa talentanya masing-masing, maka sebagai pendidik atau orang tua kita hendaknya mampu mengarahkan dan memberikan motivasi yang besar untuk anak didiknya tersebut.
Film Iksan meberikan gambaran seorang anak yang tidak diterima dengan baik oleh ayahnya. Hal ini disebabkan karena anak tersebut berbeda dengan kakaknya yang pintar dalam akademis maupun non akademis. Sedangkan Ikhsan anak yang beberapa kali harus tinggal kelas dan untuk membaca saja belum lancar. Untung ibunya selalu menilai bahwa dia tetap istimewa dan selalu memberikan dukungan pada Ikhsan. Sementara di sekolah pun banyak teman yang tidak suka dengan dia begitu pun banyak guru yang menggangap rendah tokoh Ikhsan karena secara nalar sangat jauh dari teman-temannya.
Untungnya muncul tokoh istimewa seorang guru seni bernama Pak Harun yang mampu memahami kondisi Ikhsan yang perlu pendampingan dan arahan khusus. Yang pada akhirnya mampu menjadikan Ikhsan anak yang baik yang berprestasi dalam dunia seni gambar.
Mari sebagai guru wajib mampu memahami kondisi anak yang kurang mampu dalam prestasi akademik, siapa tahu dia memiliki kemampuan di luar itu. Kita pun perlu menghilangkan stigma anak bodoh, anak nakal, anak urakan, anak bandel, anak ngeyel dan sejenisnya. Sebab belajar adalah sebuah proses yang panjang bahkan selama hidup. Sehingga tidak dapat dinilai hasilnya dalam hitungan tahun saja. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H