Mohon tunggu...
Eva Riana Rusdi
Eva Riana Rusdi Mohon Tunggu... Sejarawan - Kandidat Doktor Ilmu Sejarah Universitas Indonesia - Pendiri Rafflesia Institute

Peneliti sejarah konsentrasi kajian sejarah perdagangan, jalur rempah, ekonomi maritim dan strategi pertahanan maritim. Saat ini sedang mengkaji Sejarah lokal Bengkulu dan Kolonialisasi British East India Company (EIC) di Kawasan Pantai Barat Sumatra dan Selat Sunda Abad ke 16-17. Pendiri Rafflesia Institute, lembaga yang bergerak di bidang riset, literasi dan edukasi sejarah. Aktivitas sebagai ibu enterpreneur dari PT Adhikari Indo Sinergi dan Praktisi Home Education Marching Ants Homeschooling. Wisata sejarah, menulis, membaca novel, desain grafis, art desain, memasak, karoke dan film adalah cara saya menjaga semangat dan menikmati waktu disela segala kesibukan dan rutinitas agar tetap waras.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Santri dan Semangat Kemerdekaan: Kisah Tak Terlupakan dari Pesantren untuk Indonesia

22 Oktober 2024   23:24 Diperbarui: 22 Oktober 2024   23:57 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis: Eva Riana Rusdi

Di balik dinding-dinding pesantren yang sederhana, tersimpan kisah heroik yang mungkin tak banyak diketahui generasi muda Indonesia. Para santri, dengan kegigihan dan semangat juang yang membara, telah menulis sejarah cemerlang dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Pesantren: Basis Perlawanan yang Tak Terduga

Sepanjang masa penjajahan, pesantren berperan sebagai benteng strategis perjuangan yang luput dari kecurigaan penjajah. Di balik aktivitas pembelajaran Al-Quran dan kitab kuning, para santri diam-diam membangun jaringan perlawanan yang solid. Mereka memanfaatkan momentum pengajian dan haul untuk mengadakan pertemuan rahasia, mengatur strategi, dan mengoordinasikan gerakan anti-penjajah.

Kekuatan pesantren terletak pada sistem kekerabatan yang kuat antara kyai, santri, dan masyarakat sekitar. Para kyai menggunakan pengaruh spiritual dan sosial mereka untuk memobilisasi massa, sementara para santri yang tersebar di berbagai daerah bertindak sebagai agen informasi dan penggerak perlawanan di akar rumput. Jaringan pesantren yang luas, dari Sumatra hingga Jawa, menjadi saluran komunikasi efektif untuk menyebarkan semangat perjuangan dan mengkoordinasikan gerakan melawan penjajah secara terselubung.

Sistem mondok di pesantren memungkinkan para santri untuk mengasah tidak hanya ilmu agama, tetapi juga kemampuan bela diri dan strategi perang gerilya. Banyak pesantren yang secara rahasia mengajarkan ilmu kanuragan dan pencak silat sebagai persiapan menghadapi perlawanan fisik dengan penjajah. Kemandirian ekonomi pesantren melalui sistem wakaf dan donasi masyarakat juga menjadi tulang punggung pendanaan gerakan perlawanan.

Resolusi Jihad: Ketika Santri Memimpin dari Garis Depan

Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh KH. Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1945 menjadi momentum bersejarah yang menggetarkan semangat perlawanan santri. Fatwa ini bukan sekadar seruan perang, tetapi legitimasi religius yang menyatakan bahwa membela tanah air adalah kewajiban suci setara dengan membela agama. Dalam waktu singkat, ribuan santri dari berbagai pesantren di Jawa dan Madura bergerak ke Surabaya, bersenjatakan bambu runcing dan keyakinan kuat.

Puncaknya terjadi pada pertempuran 10 November 1945, ketika barisan santri di bawah komando Bung Tomo bahu-membahu dengan rakyat dan tentara menghadapi gempuran tentara Sekutu. Para santri dengan gagah berani memimpin serangan dari garis depan, meneriakkan takbir yang menggema di seluruh penjuru kota. Banyak di antara mereka yang syahid dalam pertempuran ini, menjadikan Surabaya sebagai "Kota Pahlawan" dengan kisah heroik yang tak terlupakan.

Dampak Resolusi Jihad melampaui pertempuran Surabaya, menjadi api yang menyulut semangat perlawanan di berbagai daerah. Para kyai dan santri menciptakan jaringan komunikasi yang efektif untuk menyebarkan semangat jihad fi sabilillah ke seluruh pelosok nusantara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun