Penulis: Eva Riana RusdiÂ
Di tengah maraknya es krim modern dengan berbagai varian rasa eksotis dan kemasan mewah, ada satu sajian es yang tetap bertahan dengan kesederhanaannya: es potong. Makanan penutup tradisional ini mungkin tampak sederhana, namun menyimpan sejuta kenangan dan citarasa yang tak lekang oleh waktu.
Es potong, dengan harganya yang terjangkau dan rasanya yang otentik, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kultur kuliner Indonesia selama beberapa generasi. Dibuat dengan bahan-bahan sederhana seperti santan, gula, dan berbagai perisa alami, es potong menawarkan pengalaman menyantap es krim yang berbeda dari produk modern yang kita kenal saat ini.
Warisan Kuliner yang Terancam Punah
Sayangnya, di era digital dan serba instan ini, keberadaan es potong semakin tergerus. Penjual es potong yang dulu mudah ditemui di setiap sudut kampung, kini semakin langka. Anak-anak generasi sekarang lebih akrab dengan es krim produksi pabrik yang dijual di minimarket atau gerai waralaba modern.
Padahal, es potong menyimpan nilai-nilai yang patut dilestarikan. Proses pembuatannya yang masih manual mencerminkan dedikasi dan ketekunan para pembuat es potong. Setiap potongan es mengandung sentuhan personal yang tidak bisa digantikan oleh mesin produksi massal.
Es potong bukan sekadar suguhan untuk memuaskan dahaga dan mengobati keinginan akan makanan manis. Ia adalah cerminan dari kesederhanaan yang menjadi ciri khas budaya Indonesia. Ketika menyantap es potong, kita tidak hanya mencicipi kombinasi rasa yang unik, tetapi juga merasakan nostalgia dan kehangatan yang mungkin sudah mulai hilang dalam kehidupan modern kita.
Varian rasa es potong yang khas, seperti kacang hijau, ketan hitam, durian, atau kopyor, merupakan bukti kreativitas dalam keterbatasan. Tanpa perlu menggunakan bahan-bahan impor atau teknologi canggih, para pembuat es potong mampu menciptakan sajian yang memorable dan terus dirindukan.
Merawat Warisan Kuliner
Meski menghadapi tantangan dari gempuran produk modern, masih ada secercah harapan bagi kelangsungan es potong. Beberapa pengusaha kuliner mulai menyadari potensi es potong sebagai sajian nostalgik yang bisa dimodernisasi tanpa kehilangan esensinya. Mereka mulai mengemas es potong dengan cara yang lebih kekinian, namun tetap mempertahankan cita rasa autentiknya.
Sebagai generasi yang telah merasakan manisnya es potong, kita memiliki tanggung jawab untuk melestarikan warisan kuliner ini. Bukan sekadar demi nostalgia, tetapi juga sebagai bentuk penghargaan terhadap kekayaan kuliner nusantara yang telah menjadi bagian dari identitas kita.
Mungkin sudah saatnya kita kembali melirik si sederhana es potong ini. Di balik tampilannya yang tidak mewah, tersimpan sebuah filosofi tentang kesederhanaan, ketekunan, dan kearifan lokal yang patut kita jaga bersama. Mari kita pastikan bahwa generasi mendatang masih bisa merasakan sejuknya es potong dan hangatnya kenangan yang dibawanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H