Mohon tunggu...
Eva Nur
Eva Nur Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Talk less do more

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Di Bawah Bendera Agama: Menelisik Batas Kebebasan Berpendapat dan Norma Agama dalam Dunia Digital

4 Desember 2024   14:51 Diperbarui: 4 Desember 2024   15:37 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Di era digital, kebebasan berekspresi mekar dengan pesat. Namun, di balik kebebasan itu, terbentang garis tipis yang memisahkan hak individu dengan norma sosial dan hukum. Salah satu isu yang mencuat adalah pemaparan simbol-simbol keagamaan, khususnya dalam konteks Islam, di ranah publik, khususnya dunia maya.

Pertanyaan yang muncul: sejauh mana hukum mengatur pemaparan simbol-simbol agama di media sosial? Apakah memajang foto dengan "secara terang-terangan alam agama Islam" merupakan pelanggaran hukum?

Hukum di Indonesia, khususnya UU ITE, mengatur tentang penghinaan dan penyebaran informasi yang bersifat SARA. Pasal 28 ayat (2) UU ITE menyatakan bahwa setiap orang dilarang menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).

Namun, batas antara ekspresi keagamaan dan pelanggaran hukum masih menjadi perdebatan. Memajang foto dengan simbol Islam bisa diartikan sebagai bentuk ekspresi keagamaan, namun jika dilakukan dengan cara yang provokatif atau mengandung unsur penghinaan, maka bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hukum.

Penting untuk diingat bahwa kebebasan berpendapat bukanlah kebebasan mutlak. Setiap individu memiliki tanggung jawab untuk menggunakan kebebasan tersebut dengan bijak dan bertanggung jawab.

Dalam konteks pemaparan simbol-simbol agama di media sosial, hal yang perlu diperhatikan adalah:

*Tujuan dan Niat: Apakah pemaparan simbol-simbol agama bertujuan untuk menyebarkan pesan positif dan toleransi, atau justru untuk memprovokasi dan menimbulkan konflik?

*Konteks: Apakah pemaparan simbol-simbol agama dilakukan dalam konteks yang tepat dan tidak menyinggung perasaan orang lain?

*Cara Penyampaian: Apakah pemaparan simbol-simbol agama dilakukan dengan cara yang santun dan tidak mengandung unsur penghinaan?

Di tengah kemajuan teknologi dan kebebasan berekspresi, penting untuk menjaga harmonisitas dan toleransi antar umat beragama. Upaya untuk memahami batas-batas hukum dan norma agama dalam dunia digital sangatlah penting untuk mencegah konflik dan menjaga kesatuan bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun