Mohon tunggu...
Eva Nurmala
Eva Nurmala Mohon Tunggu... Administrasi - karyawan swasta

Saya karyawan swasta yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Janganlah Nyaman dengan Rekonsiliasi Palsu

29 Maret 2024   19:37 Diperbarui: 29 Maret 2024   19:38 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif  (Pileg) memang sudah selesai dan pemenangnya juga sudah diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara resmi pada tgl 20 Maret lalu. Namun memang masih ada tahap beikutnya yang harus dilampaui yaitu proses sengketa pemilu yang kini masuk tahap awal.

Secara empiris, pihak yang kalah dalam Pilpres seringkali sulit untuk memenangkan sengketa itu. Terlebih cakupan pembuktiannya sangat luas sehingga sulit untuk menyelesaikan pembuktian itu. Secara empiris juga seringkali sengketa memang dimenangkan oleh pemenang pemilu yang sudah diumumkan oleh KPU.

Di ranah nyata, masyarakat (warga negara Indonesia) sudah menganggap pemilu sudah selesai dan mereka kembali pada kegiatan mereka sehari-hari seperti mencari nafkah dll. Bagi generasi Z yang masih bersekolah atau berkuliah, mereka juga sudah kembali sibuk pada bidang pendidikan yang harus mereka selesaikan. Warga kembali sibuk melanjutkan kehidupan mereka masing-masing.

Namun kedamaian di dunia nyata itu masih diganggu oleh suasana yang terjadi di dunia maya. Di ramah dunia maya, sengketa dan saling lempar kesalahan dan bully masih tersisa. Terutama sering dilontarkan oleh buzzer yang pro A atau pro B dimana mereka membuat narasi seakan pemilu belum selesai dan membuat suasana kembali panas.

Di sisi lain, ada beberapa elit politik yang menggaungkan kata rekonsiliasi. Rekonsiliasi seperti mantra ampuh untuk mengakhiri konflik sosial dan politik, namun rekonsiliasi yang dilontarkan oleh para elit itu seakan rekonsiliasi palsu dimana mereka kerap masih meminta para buzzer untuk memanas-manasi situasi. Sehingga tak jarang terjadi lagi gesekan di tingkat masyarakat jelata yang sebenarnya sudah terbebani dengan mencari nafkah dan melanjutkan hidup mereka.

Konflik atau gesekan itu seringkali menghujam tajam di level akar rumput karena seringkali narasi yang dipakai adalah bahasa yang bisa menyinggung perasaan atau menyinggung periuk nasinya, sehingga seringkali terjadi pertikaian yang berkepanjangan. Polarisasi yang terjadi di tingkat rakyat jelata seakan tak berujung .

Ramadan dan peringatan Jumat Agung dan Paskah kali ini sebenarnya momentum untuk bisa melakukan rekonsiliasi dalam arti yang sesungguhnya. Nabi Muhammad SAW sebenarnya telah mencontohkan bagaimana terwujudnya rekonsiliasi yang melibatkan seluruh komponen masyarakat baik elite maupun akar rumput. Yakni melalui peristiwa Fathu Makkah atau penaklukan kota Makkah. Kita semua pasti ingat apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad soal penaklukan kota Makkah itu.

Mari kita rapatkan barisan dan jangan mudah terjebak pada rekonsiliasi palsu yang memperdaya kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun