Mohon tunggu...
Eva Nurmala
Eva Nurmala Mohon Tunggu... Administrasi - karyawan swasta

Saya karyawan swasta yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Sampai Kita Musnah sebagai Bangsa

21 September 2023   19:34 Diperbarui: 21 September 2023   19:45 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
i news.idInput sumber gambar

Negara kita pernah mengalami keterbelahan yang cukup parah. Hal itu terjadi antara lain tahun 2014 dan 2019 yaitu Pemilihan Presiden dan tahun 2016-2017 yaitu Pilkada Jakarta. Keterbelahan ini berawal dari konflik terbuka yang berlangsung lebih dari tiga bulan menjelang konstestasi. Konflik terbuka ini diperparah dengan adanya konflik yang terjadi di media sosial yang tak kalah terbukanya. Beberapa sifat dari media sosial yaitu massifitas itu kadang menimbulkan efek secara personal, alias baperan (Bawa perasaan).

Konflik terbuka terdiri dari dua narasi. Satu narasi biasanya akan menimbulkan narasi lainnya yang sifatnya adalah perimbangan. Konflik ini biasanya memerlukan pembungkus, yaitu media. Baik media sosial maupun media massa. Pembungkus inilah yang biasanya menimbulkan efek yang jauh lebih parah, bahkan di luar ekspektasi kita.

Inilah yang terjadi ketika masa kampanye tiga pemilu itu. Kita menghadapi pemilu terberat sepanjang sejarah karena dampak keterbelahan ini sebenarnya tidak kita banyangkan sebelumnya. Bagaimana sebuah keluarga besar dengan satu kakek dan satu nenek, para anak-anak ada yang saling memanggil dengan kata kadrun dan kampret. Ini bukan saja untuk para person yang layak untuk memilih, tapi juga para cucu, meski mereka belum mendapat hak untuk memilih. Persaudaraan jadi berantakan hanya karena pilihan politik berbeda.

Konflik dan dampaknya hakekatnya memang membuat kita saling membenci dan saling membenci hakekatnya adalah kita terpecah. Jika kita terpecah, maka amat mudah kita terseret kepada hal-hal lain misalnya faham tertentu atau hal lain yang anti pluralisme. Padahal sebagai bangsa, sejak dulu kita amat akrab dengan perbedaan itu dan justru pluralismelah yang mewarnai perjalanan kita sebagai bangsa termasuk perjalanan Islam punya umat terbanyak di negara kita. Dari kuat , kita bisa jadi rapuh dan akhirnya musnah sebagai bangsa besar.

Karena itu alangkah baiknya kita merawat akar kebangsaan kita yang pluralis ini. Perbedaan bukanlah hal penganggu yang harus dibasmi, namun hal yang ikut mewarnai kita dalam perjalanan berbangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun