Setiap manusia yang memiliki akal, pikiran dan perasaan, pasti ada naluri saling mengasihi dan empati antar sesama. Jika kita melihat ada orang yang jatuh, pasti akan langsung memberikan pertolongan. Ketika kita melihat orang lain kelaparan, tentu kita pasti akan secara suka rela memberikan makanan. Sifat yang manusiawi itu kemudian juga sinergi dengan seluruh ajaran agama, dan budaya lokal yang berkembang di Indonesia. Perpaduan semua itu bisa dilihat dalam nilai-nilai Pancasila. Dalam implementasi sehari-hari, tertuang dalam gotong royong yang ada di masing-masing daerah.
Tak dipungkiri, sifat positif warisan nenek moyang itu pelan-pelan mulai terkikis oleh modernisasi. Perkembangan informasi yang begitu cepat, membuat banyak orang bisa mempelajari apa saja dalam waktu yang singkat. Tinggal di browsing di internet, segala kebutuhan yang kita inginkan akan tercipta dalam waktu singkat. Persoalannya, tidak semua masyarakat mempunyai budaya literasi yang sama. Akibatnya, dalam menyikapi segala informasi atau peristiwa pun mempunyai kaca mata yang berbeda. Karena perbedaan sikap dan pandangan itulah, terkadang bisa memicu munculknya kebencian-kebencian baru.
Hal ini bisa dilihat dengan maraknya ujaran kebencian bertebaran di dunia maya dan nyata. Memposting berita kebencian, seakan menjadi hal yang lumrah. Bahkan, ketika menjelang perhelatan demokrasi di Indonesia, ujaran kebencian itu cenderung mengalami peningkatan. Namun ketika paslon yang didukung elektabilitasnya turun, tak jarang para timses ini dengan gencar mencari perlawanan dengan cara menebar kebencian ke pihak lain. Masyarakat yang tidak jeli dan melihat persoalan secara jernih, akan mudah terprovokasi. Yang lebih menyedihkan jika masyarakat juga ikut menyebarkan kebencian di tingkat publik.
Menjadi tugas kita bersama untuk saling mengingatkan. Jangan biarkan orang saling memusuhi dan meninggalkan bibit perdamaian. Jangan biarkan orang lain saling memcaci, padahal sebenarnya bisa saling mengasihi. Mari kita lihat berbagai budaya yang ada di negeri ini. Dari Aceh hingga Papua, hampir semuanya tidak ada tradisi saling memusuhi. Bahkan mereka berbondong-bondong untuk saling berempati dan bergotong royong. Karena memang begitulah karakter dari masyarakat Indonesia. Jika kita bisa memahami esensi Pacasila, pasti tidak aka nada ujaran kebencian, persekusi, apalagi bom bunuh diri.
Bentuk saling peduli antar sesama ini, bisa berdampak pada menguatnya persatuan dan kesatuan. Indonesia adalah negara dengan luas wilayah yang sangat besar. Jika masyarakatnya saling memusuhi, potensi konflik antar warga negara bisa terjadi sewaktu-waktu. Membangun kepedulian antar sesama, akan jauh lebih bermanfaat dibandungkan membangun kebencian. Karena kebencian inilah akar dari segalanya. Kebencian yang berlebihan, bisa memicu terjadinya intoleransi dan radikalisme. Sementara radikalisme bisa memicu terjadinya terorisme. Dan jika terorisme ini terus dibiarkan, maka kapal yang bernama Indonesia ini tentu akan karam. Bukan karena ulah penjajah asing, tapi karena ulah kita sendiri. Sekarang pilihan ada di angan kita sendiri. Semoga bisa jadi renungan bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H