Beberapa waktu lalu seuah lembaga negara yang berwenang soal terorisme dan radikalisme mengatakan bahwa setidaknya ada tujuh perguruan tinggi yang terindikasi terpapar radikalisme.Seluruh universitas itu terdapat di pulau Jawa. Pernyataan itu tidak main main karena jika ditelisik lebih lanjut itu adalah sebagian besar universitas besar di pulau jawa.
Perkataan itu itu memang direspon berbeda oleh mereka. Ada yang reaktif dengan menyebut bahwa terlalu gegabah jika lembaga itu menyebut demikian, tapi juga ada universitas yang kemudian menelisik sendiri lemaganya dan mendapati beberapa dosen (tenaga pengajar) yang terindikasi radikal atau terikat dengan lembaga radikal dan mereka akhirnya menjalani proses tertentu dari universitas.
Beberapa pengamat kemudian angkat bicara dan terbuka pada penelitian yang pernah mereka rilis bahwa selayaknya hal ini menjadi concern bersama karena tak hanya staf pengajar yang sudah terpapar, tetapi juga mahasiswa dan beberapa unit kegiatan mahasiswa. Keadaan ini tentu patut kita cermati bersama, karena bagaimanapun kampus adalah tempat dimana sebuang negara menyiapkan bibit-bibit yang berakhlak, berpikiran positif dan terbuka.
Hal lain yang layak diwaspadai atas penyebaran radikalisme ini adalah sarana ibadah yang terdapat di kampus, semisal Masjid. Di banyak perguruan tinggi, masjid banyak yang yang tidak berada dalam struktur Organisasi dan Tata Kelola Kampus (OTK). Masjid sering berdiri sendiri dan punya yayasan tersendiri. Universitas tidak punya wewenang untuk mengontrol pengurus dan penceramah yang ada di masjid kampus. Mereka bersifat otonom dan tidak bisa diintervensi oleh pihak universitas.
Semuanya lepas dari control universitas sehingga universitas tak tahu persis apakah masjid yang erada di lingkungannya terpapar atau melakukan pengajaran terkait radikalisme atau tidak. Yang lebih parah adalah universitas juga tidak tahu apakah di masjid dilakukan pengkaderan ajaran radikalisme atau tidak.
Selayaknya jika masjid tidak membawa faham-faham radikal pada setiap khotbahnya, terlebih lagi karena marwah lingkungan kampus adalah mendidik dan menyiapkan insan terdidik dan baik di masa depan. Khotbah-khotbah di rumah ibadat juga harusnya dijauhkan dari politik. Yang harus diajarkan di rumah-rumah ibadah di lingkungan kampus adalah ajaran damai dan kerukunan untuk semua pihak.
Hal --hal ini terntu harus segera ada pembenahan karena bagaimanapun unversitas harus bisa melepaskan diri dari faham-faham yang merusak bangsa. Karena itu universitas tak perlu juga terlalu reaktif terhadap peneliatian atau pemberitahuan lembaga berwenang atau pihak pihak yang concern soal radikalisme. Â Pemerintah juga harus mereposisi atau melakukan pembenahan terkait dengan masjid di lingkungan kampus. Mereka harus segera merumuskan relasi antara masjid kampus dengan universitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H