Kita semua tahu, setiap November kita mengenang jasa pahlawan melalui peringatan Hari Pahlawan. Saat itu kita mengingat para pahlawan yang sudah rela berkorban semua yang dimilikinya untuk kepentingan yang sangat besar yaitu kemerdekaan Indonesia. 10 November adalah peristiwa perlawanan tentara Indonesia melawan tentara Britania Raya (Inggris) di Surabaya demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang sudah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.
Saat itu, kekuatan Indonesia dan pasukan Inggris sangat tidak seimbang. Kita hanya punya beberapa pucuk senjata dan selebihnya adalah bambu runcing. Tapi semangat rakyat dengan perbekalan senjata minim itu, ternyata luar biasa. Bung Tomo yang menyalakan semangat perlawanan mereka lewat pidato-pidatonya di radio. Tak lupa ada Ruslan Abdulgani yang merupakan pelaku sejarah. Â
Tapi kini, peristiwa 1945 itu kian menjadi tahun yang jauh. Hari Pahlawan seperti hari yang wajib diperingati oleh generasi sekarang. Peringatannya menjadi seremonial saja. Generasi jaman now kian tidak paham arti hari pahlawan. Jangankan menjadi pahlawan, pengorbanan nyawa demi mempertahankan kemerdekaan dan dikaitkan dengan perkembangan era kini, tidak bisa dipahami dengan baik lagi.
Padahal menjadi pahlawan pada jaman ini sejatinya adalah pahlawan yang dapat mengisi kemerdekaan dengan baik. Menjadi pahlawan di konteks sekarang adalah membuat kemerdekaan menjadi bermakna bagi keluarga dan masyarakat luas.
Bagaimana caranya ?
Bila kita tilik dari sejarah di atas, pahlawan dan kepahlawanan maknanya lekat dengan dua hal; yaitu keberanian dan pengorbanan. Di jaman kekinian, dua hal itu masih relevan dimiliki oleh semua orang baik orang tua dan generasi now. Misalnya menjadi figur penyejuk dan bisa mewujudkan Indonesia yang damai, adil dan demokratis. Menjauhkan lingkungan kita dari hal-hal yang berbau teror dan pemahaman sempit terhadap sesuatu. Membuka wawasan lingkungan kitaterhadap tindakan-tindakan radikal. Kadang sikap ini memang membuat seakan kita berbeda dengan yang lain, tapi disinilah keberanian untuk membela kebenaran dan kedamaian itu diuji.
Hal lain yang bisa menjadikan seseorang menjadi pahlawan di konteks kekinian misalnya adalah menjadi sosok yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kedengarannya terlalu abstrak, tapi sadarkah kita bahwa cara sederhana membuat masyarakat sejahtera dalah kepedulian kita atas tindakan korupsi. Misalnya, korupsi waktu, korupsi uang dll. Dengan menjaga dengan baik kepercayaan negara, masyarakat dan keluarga soal anggaran, waktu dll. Negara membutuhkan orang-orang yang berani memberantas ketidakjujuran itu.
Pihak yang berjuang untuk kedamaian dan melawan korupsi itulah, layak disebut pahlawan.
Jadi sebenarnya,sangat mudah bagi generasi now untuk memaknai dan menjadi sosok pahlawan itu sendiri. Dengan gambaran seperti diatas, setiap orang bisa menjadi pahlawan, bagi keluarga, masyarakat dan negara. Jangan malu menjadi berbeda atau diasingkan untuk kebaikan dan kesejahteraan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H