Mohon tunggu...
Enfant Chunaifi Abdillah
Enfant Chunaifi Abdillah Mohon Tunggu... Freelancer - Amil Zakat

Hanyalah seorang manusia biasa yang terus belajar tanpa henti, berjuang tanpa henti, demi mengabdi pada Allah, Nabi, Keluarga dan juga Bangsa Negara.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sudah Tak Lagi "Pesing"

6 Oktober 2020   11:28 Diperbarui: 6 Oktober 2020   11:46 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pesing" adalah kata yang diserap dari bahasa jawa, yang saya yakin kita semua paham akan maksudnya. "Berbau (maaf) air kencing", begitu arti kata yang terdaftar di Kamus Besar Bahasa Indonesia. 

Bagi mereka (termasuk saya) yang sering pergi ke terminal, dan pernah menggunakan fasilitas umum kamar mandi, maka akan sering merasakan sensasi "pesing". 

Memang sudah menjadi rahasia umum bahwa fasilitas umum kamar mandi ataupun kamar kecil yang tersedia di terminal-terminal di Indonesia berbau pesing, entah itu karena tidak pernah dibersihkan, atau mungkin dibersihkan seadanya saja. Sangat sedikit dari banyak terminal yang memiliki fasilitas kamar mandi yang bersih dan steril, bahkan mungkin bisa dihitung jari.

Lalu bagaimana seandainya jika yang berbau pesing itu bukanlah fasilitas umum? Bagaimana jika tempat tinggal kita yang berbau pesing? Bisakah kita bayangkan bagaimana jadinya kehidupan kita sehari-hari di rumah itu? Niscaya banyak dari kita yang tidak betah untuk tinggal di tempat tersebut. Namun percaya atau tidak, hal itulah yang dialami oleh Pak Sukamto, seorang dhuafa kelahiran Agustus 1961. 

Pak Kamto -begitu beliau biasa dipanggil- , tinggal di desa Bareng Kelurahan Jabung Kab. Malang, berasal dari kota kelahiran Presiden Soekarno, Blitar. Kurang lebih sekitar awal tahun 2000an, pak Kamto datang ke kota Malang dengan niat awal untuk memberikan penyuluhan tanaman bakau untuk petani, karena memang beliau memiliki kelebihan dalam hal tersebut. Seiring berjalannya waktu, Pak Kamto bertemu dengan jodohnya di kota Malang. Pak Kamto menikahi seorang janda yang memiliki 2 orang putra, dan dari pernikahan tersebut Keluarga Pak Kamto dikaruniai seorang anak perempuan.

Malang dinyana, ujian datang menimpa pak Kamto.  Tepatnya di tahun 2016, pak Kamto menjadi korban dari Tabrak Lari tepat di depan Puskesmas Pakis, dan karena kurangnya biaya untuk menangani hal tersebut, maka penanganan pun hanya bisa dilakukan sesuai kapasitas puskesmas tersebut. Ujian pun belum berhenti sampai di situ. 

Semenjak menjadi korban tabrak lari, pak Kamto mulai sakit-sakitan, seprti kolesterol, diabet, asam urat dan masih ada lagi yang menyebabkan pak Kamto menderita komplikasi. Dan lagi-lagi karena kurangnya biaya, perawatan pun hanya seadanya saja, tanpa adanya perawatan intensif dari rumah sakit.

Rumah Pak Kamto | dokpri
Rumah Pak Kamto | dokpri
Hanya tuhanlah sebaik-baiknya perencana. Kesabaran pak Kamto lagi2 mendapat ujian di tahun selanjutnya, tepatnya 2 tahun yang lalu sang istri tercinta meninggalkan pak Kamto ke Haribaan Allah SWT. Pak Kamto pun hanya hidup dengan 3 orang anaknya, namun yang sering terlihat seolah-olah pak Kamto hanya hidup berdua dengan putrinya. Hal ini karena kedua putranya yang tidak perhatian terhadap pak Kamto, mungkn dikarenakan pak Kamto bukanlah ayah kandungnya, namun ayah tiri. Hal ini yang membuat putri satu-satunyalah yang dengan sabar merawat pak Kamto, yang sudah menjadi "kembang amben" semenjak kejadian tabrak lari tsb. 

Rumah Pak Sukamto yg Pesing | dokpri
Rumah Pak Sukamto yg Pesing | dokpri
Di balik kesulitan selalu ada kemudahan. Melihat perjuangan sanag anak dalam merawat pak Kamto, warga sekitar pun tergerk hatinya untuk membantu, baik dalam hal makan dan perawatan. Pak kamto dan anak2nya hanya bisa makan selama ada sumbangan dari warga sekitar, dan juga selama 3 tahun ini, perawatan pak Kamto adalah hasil sumbangan dari warga sekitar, itupun seadanya. 

Bahkan setiap seminggu sekali ada beberapa komunitas relawan yang datang untuk membantu membersihkan rumah pak Kamto, karena memang kondisinya sangat memprihatinkan. Tidak ada perhatian lebih untuk sekedar membersihkan rumah pak Kamto, karena putrinya pun masih berusia 13 tahun, belum lagi harus fokus untuk merawat sang Ayah, maka dari itu kondisi seperti kotor, berantakan bahkan bau amis seperti sudah menjadi hiasan di rumah pak Kamto. Sementara kedua putranya entah dimana keberadaanya.

Kondisi Rumah Pak Kamto | dokpri
Kondisi Rumah Pak Kamto | dokpri
Alhamdulillah, terjaganya silaturrahmi antara komunitas relawan dan LAZ Nurul Hayat Malang menghasilkan program yang bisa bermanfaat untuk masyarakat dhuafa, seperti pak Kamto. Setelah berkoordinasi dengan perangkat setempat, LAZ Nurul Hayat Malang dibantu komunitas relawan telah berhasil 'membedah' rumah pak Kamto menjadi tempat tinggal yang lebih layak. Sudah tidak lagi kotor, berantakan dan terutama tidak lagi bau pesing, karena disediakan kamar mandi dalam.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun