Berbicara mengenai konteks sosial disebutkan dalam Buku Samovar (2017, h. 339) bahwa interaksi sosial tidak bisa dilakukan secara sembarangan, tanpa arah, dan juga secara acak karena budaya antar satu orang dengan yang lain pastinya berbeda apalagi jika orang tersebut berasal dari latar belakang yang berbeda atau bersebrangan. Budaya dapat dikatakan menjadi identitas bagi semua orang karena saat kita berjumpa atau berkenalan dengan orang lain tentunya kita akan paham dari mana orang tersebut berasal dari gesturnya, cara berbicara, dan masih banyak lagi. Tidak terlepas juga dari peran komunikasi yang berfungsi sebagai perantara budaya dalam arti jika kita berkomunikasi maka akan lebih mudah bagi kita memahami budaya orang lain atau lawan bicara kita. Kedua hal tersebut tidak dapat di pisahkan. Karena kita berbicara mengenai budaya, Kita akan berbicara mengenai konteks budaya yang berkaitan dengan teknologi.Â
Di era ini atau lebih tepatnya abad 21, Teknologi sudah jauh lebih maju dan juga lebih efisien, Kita tidak lagi perlu untuk repot-repot atau effort jika membutuhkan sesuatu. Teknologi memudahkan kita untuk melakukan apapun di waktu yang bersamaan atau juga dapat menjalin hubungan dengan orang yang jauh atau sulit dijangkau. Namun yang menjadi permasalahan disini adalah bagaimana teknologi dalam taraf tertentu dapat menggeser atau bahkan merubah budaya yang sudah ada. Sebagai contoh misalnya bagaimana teknologi bisa menggeser kebudayaan seperti dari cara kita berbicara, Karena teknologi menggeser hal tersebut maka tidak jarang atau bahkan sering kita melihat bagaimana anak kecil berbicara dengan orang yang lebih tua terkadang kurang santun. Begitu juga sebaliknya. Peran teknologi bukanlah yang menjadi ancaman disini, Namun bagaimana kita melestarikan budayanya. Jadi kita sendiri yang menjadi ancaman bukan teknologinya.Â
Budaya tentunya tidak mudah untuk digantikan karena kita sendiri manusia dari berbagai macam daerah dan belahan adalah budaya. Tetapi mengapa kita yang bisa dimanipulasi oleh teknologi hanya karena hidup kita lebih baik di era ini. Padahal jika kita tarik ke beberapa dekade atau bahkan abad yang lalu, Manusia atau leluhur kita tidak mengerti atau bahkan tidak memiliki pemikiran bahwa akan ada yang namanya teknologi namun hidup mereka juga tidak lebih buruk dari kita yang berada di era milenial. Lantas apa yang menjadi pertanyaan besarnya. Apakah hanya karena kita tidak menggunakan teknologi atau mungkin ketinggalan zaman atau sekarang disebut sebagai FOMO (Fear of Missing Out) hidup kita menjadi berantakan atau hancur ? Tidak perlu mengambil contoh yang ribet, Katakanlah saya menggunakan teknologi, Apakah dibutuhkan setiap hari ?Â
Pastinya Iya akan tetapi saya tidak merasakan gelisah atau takut ketinggalan zaman karena mungkin saya orang yang tidak terlalu peduli dengan update kemajuan teknologi. Saya yang dikategorikan sebagai anak muda bahkan bisa dibilang saya kurang atau ketinggalan zaman dibanding teman yang lain tetapi apakah saya takut. Jawabannya adalah tidak sama sekali. Saya merasa lebih bahagia atau dikenal dengan istilah JOMO (Joy of Missing Out) karena posisi saya akan menguasai teknologinya bukan dikuasai olehnya. Terdengar klise bukan tetapi itu faktanya.Â
Dari sini juga pentingnya peran orang yang lebih tua untuk melestarikan budayanya kepada generasi dibawahnya karena saya sendiri pun demikian. Orang tua saya tidak pernah memberikan larangan untuk saya dalam menggunakan teknologi namun orang tua saya selalu mengatakan bahwa Saya yang ambil alih atau saya yang diambil alih oleh teknologi. Â
Tantangan budaya yang ada dari teknologi ini ada banyak seperti yang dijelaskan di awal bagaimana budaya sopan santun luntur, cara berpakaian kita juga ikut berubah karena teknologi. Zaman dulu orang menggunakan pakaian untuk menutupi dirinya namun zaman sekarang membeli pakaian yang justru terbuka. Kemudian gaya bahasa kita yang berubah. Dulu kita berbicara menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa daerah asal, Namun sekarang kita menggunakan bahasa Inggris atau asing karena tuntutan dunia bahwa bahasa Inggris menjadi bahasa Internasional.Â
Tidak lepas juga dari gaya hidup. Orang dulu tidak mengenal istilah cafe, Mereka ingin makan atau bersantai biasanya berkunjung kerumah teman ataupun makan di warteg. Tetapi sekarang sudah menjadi budaya jika kita ingin nongkrong atau bersantai bersama teman atau saudara dan juga  kerabat serta keluarga pasti cafe yang pertama kali terlintas di benak kita.Â
Kembali lagi memang dengan adanya teknologi kita dapat menciptakan budaya yang baru namun bukan berarti budaya lama dilupakan justru budaya lama atau tradisi yang seharusnya menjadi prioritas kita semua.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H