Mohon tunggu...
Evan Rizaldhi
Evan Rizaldhi Mohon Tunggu... -

Apa adanya...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Fenomena-fenomena Cinta

22 Februari 2013   06:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:54 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Fenomena-fenomena cinta. Makanan apa itu?

Apakah seperti legenda Romeo dan Juliet yang masyhur itu? Atau seperti kisah cinta antara Azzam dan Anna? Atau, mungkinkah juga seperti debar-debar pertemuan antara Fahri dan Aisha?

Yang jelas, fenomena-fenomena cinta akan membuat hati kita terus melayang-layang, membuncah, merindukan, tersenyum, tertawa atau bahkan bisa jadi malah menitikkan air mata. Ia adalah penggerak kalbu, mengisinya dengan energi alam seperti gravitasi dan inti atom, serta menyinari sekat-sekatnya dengan cahaya abadi. Fenomena-fenomena cinta bisa saksikan di mana-mana, tidak terbatas oleh ruang dan waktu.

Fenomena cinta, seperti cerita harian tentang pertautan hati seorang kakek tua kepada Robb-nya yang saya lihat di masjid kampus saya, Majid Baitul Maal. Ya, bapak tua itu, masih saja setia dengan Sang Kekasih Sejatinya. Menjaga waktunya yang tersisa di akhir-akhir kehidupannya dengan sholat jama’ah Maghrib dan ‘Isya serta diam di masjid antara kedua waktu tersebut. Setiap hari. Iya, setiap hari. Tidak seperti kita yang asyik ngobrol, “cari makan”, atau duduk manis di depan televisi. Dan ketika menunggu datangnya waktu ‘Isya, bibirnya tidak menampakkan tanda-tanda gerak dzikir lisannya. Namun, saya yakin hatinya penuh dengan dzikir. Tak perlu berkoar-koar bak panglima yang sedang memimpin peperangan. Dan jika kajian ke-Islaman digelar di masjid itu, beliau juga tak mau ketinggalan. Lelaki usia tujuhpuluhan itu mengikutinya dengan penuh kesungguhan di tengah-tengah para peserta yang 99% mahasiswa. Mudah-mudahan Alloh mencatat kesetiaannya menjaga waktu antara Maghrib dan ‘Isya dengan pahala sholat yang terus menerus.

Adakah fenomena cinta yang lain? Tentu ada. Seperti kisah para “abi dan umi muda” yang mengajari jundi-jundi kecilnya dengan penuh cinta untuk berolahraga di hari libur mereka. Ada sebuah keluarga sederhana, terdiri dari ayah, ibu, seorang putra dan seorang putri kecilnya. Sang ayah tengah asyik bermain sepak bola dengan putra kecilnya, berlari ke sana kemari dengan gelak canda tawa yang menyejukkan. Sedangkan sang ibu tengah mengajari putri kecilnya bermain bola voli. Mungkin dulunya sang ibu ini atlet voli. Pukulannya bagus dan melesat kencang. Sesekali putri kecil ini juga ikut nimbrung bermain bola dengan kakaknya itu. Ah, begitu indahnya……Saya sering melihat mereka saat hari Ahad di taman kampus. Di sana, setiap hari libur, kita akan melihat fenomena-fenomena ini.

Bagaimana dengan bapak penjaga Masjid Agung Bumiayu? Waktu paginya ia dedikasikan untuk membuat masjid itu senantiasa terlihat bersih, rapi dan suci. Beliau rela menyapu dan mengepel ruang utama masjid yang sangat luas itu, membersihkan kamar mandi dan tempat wudhu’nya, merapikan hijab (pembatas) shof antara pria dan wanita serta menyiapkan sound system untuk adzan Zhuhur nanti. Sedangkan di halaman masjid, ada pak tua yang siap mengatur parkir dan menjaga keamanan kendaraan saat waktu sholat tiba. Pak tua yang sangat sederhana, berpakaian lusuh dan sering terlihat diam itu. Yang tidak rela saat ada sepasang muda-mudi “kencan” di halaman masjid, sehingga ia mengusirnya dengan nada sangat marah. Fenomena cinta kadang mempertontonkan hal-hal yang tidak terlintas di benak kita.

Mungkinkah fenomena cinta itu masih ada? Masih. Ketika tiga siswi SMA masih saja bersemangat mengayunkan dayung-dayung perahunya di atas ombak kecil Waduk Penjalin setelah pulang sekolah, siang itu. Tempat tinggalnya yang jauh di wilayah barat waduk, sedang tempatnya menimba ilmu berada di seberang timur. Saya melihat kesungguhan mereka, kecintaan mereka dan kehausan mereka akan ilmu, sehingga cintanya mampu menggilas kemalasan dan aral merintang di hadapannya, sekalipun harus melintasi lautan dan samudera. Saya tak bisa membayangkan bagaimana hujan disertai petir menghadangnya saat berangkat ke sekolah. Padahal kita, terkadang untuk berangkat ke sekolah, kampus atau tempat kerja masih saja merasakan kemalasan yang sangat, sementara jarak tak berapa jauh, bisa jalan kaki, angkot tersedia, atau bahkan motor dan mobil pribadi pun sudah ada. Ah, cinta kita tidak seperti mereka.

Fenomena-fenomena cinta hanya terjadi dalam sebuah bingkai kebaikan hakiki. Kebaikan yang menumbuhkan kepekaan dan kedekatan kepada Sang Pemilik Cinta, Alloh Subhanahu wa Ta’ala bagi para pelakunya. Ia akan selalu eksis dalam alam pikiran orang-orang yang terus memikirkan tanda-tanda kekuasaan-Nya, kemudian mewujudkannya dalam amalan yang nyata.

Jl. Gatot Subroto 40-42, 300108 at 9.50

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun