Alun-alun banyak juga ditulis dengan Aloen-aloen (ejaan lama) atau Aloon-aloon (ejaan Belanda). Alun-alun (menggunakan EYD) menurut Van Romondt (Haryoto, 1986:386) pada dasarnya merupakan halaman depan rumah dalam ukuran yang lebih besar. Alun-alun, bila merujuk pada sejarah terbentuknya di keraton Mataraman (kemudian Yogyakarta dan Surakarta) merupakan tempat gladi yudha (berlatih perang) bagi prajurit kerajaan, penyelenggaraan sayembara dan penyampaian titah raja kepada rakyat, pusat perdagangan rakyat, juga hiburan.
Alun-alun Ponorogo, kerap dipandang jelek, sepi, dan tidak asri bagi beberapa pengunjung. Hal ini dikarenakan pandangan orang-orang yang merujuk kepada Alun-alun di daerah lain seperti di Malang, Bandung, Madiun, dan Alun-alun lain yang sebenarnya lebih tepat disebut sebagai taman kota. Alun-alun Ponorogo, dibuat merujuk kepada tata letak Alun-alun Yogyakarta dan Surakarta, serta memiliki berbagai makna simbolis.
Alun-alun Ponorogo, pada bagian utara terdapat sebuah bangunan besar berbentuk atap Joglo Sinom yang disebut Paseban. Berasal dari kata “seba” yaitu “menghadap”, paseban sering disebut sebagai balai penghadapan, yang dipergunakan untuk menghadap raja, pejabat, dan lain-lain.
Di kanan dan kiri paseban terdapat bangunan bale atau balai yang ukurannya lebih kecil yang dipergunakan untuk tempat meneduh para penjaga dan rakyat menunggu. Paseban merupakan sarana komunikasi antara raja dengan rakyatnya.
Nagarakertagama menyebutkan tentang adanya beberapa bangunan paseban di istana Majapahit. Paseban dibangun khusus untuk melakukan dialog antara bawahan dan atasan atau antara raja dengan rakyatnya.
Saat ini Paseban Ponorogo difungsikan sebagai tempat Inspektur upacara dan pejabat pemerintah pada saat upacara bendera yang dilaksanakan di Alun-alun Ponorogo, juga tempat diadakan pagelaran Wayang Kulit. Paseban saat ini identik sebagai tempat khusus tamu VIP, sedangkan balai di kanan dan kiri biasa digunakan untuk tempat tamu-tamu lainnya.
Terdapat pohon brahmastana atau pohon beringin berpasangan di Alun-alun yang melambangkan sebagai kehidupan.
Setiap pojok Alun-alun, terdapat masing-masing patung singa. Patung singa ini merupakan warisan pembangunan pada masa Bupati Markum Singodimedjo. Beliau adalah penguasa Ponorogo kelahiran Malang. Beliau mengatakan bahwa singa merupakan lambang kekuatan, sehingga dipasang di setiap pojok alun-alun, walaupun ada juga yang menyebut bahwa itu hanya pelanggengan atas nama beliau yang mengandung unsur kata “Singo” yang berarti “Singa”.
Bagian selatan Alun-alun dibangun Panggung Utama sebagai tempat dilaksanakan agenda agenda besar seperti pentas musik, dan yang utama adalah pagelaran Tari Reyog Ponorogo yang diselenggarakan secara rutin setiap malam bulan purnama, perayaan ulang tahun kabupaten Ponorogo yang diperingati pada 11 Agustus dengan pelaksanaan Festival Reyog Mini, serta pada satu minggu sebelum tahun baru kalender Islam dengan acara Festival Reyog Nasional (sejak tahun 2016 berganti menjadi Festival Nasional Reyog Ponorogo).
Sebelah utara Alun-alun Ponorogo adalah kompleks Pendopo (Pendhapa) Agung Kabupaten Ponorogo sebagai pemerintah. Sebelah timur Alun-alun Ponorogo adalah kantor DPRD Kabupaten Ponorogo serta beberapa ruko, dan Masjid Agung Ponorogo yang dibangun oleh Raden Mas Adipati Aryo Tjokronegoro pada tahun 1858 (teamtouring.net). Peletakan Masjid di sisi Alun-alun tak lepas dari fungsi Alun-alun sebagai lapangan yang luas, sehingga bila masjid tidak bisa menampung jama’ah dapat diteruskan hingga ke Alun-alun.
Di kanan dan kiri patung harimau atau yang lebih enak disebut dengan macan, terdapat taman yang biasa disebut Blok M (M untuk kata Macan). Jalan masuk menuju Pendopo Agung terdapat di sebelah kiri taman Pendopo, bila kita menghadap ke arah Pendopo.
Kemudian, di belakang patung macan, terdapat sebuah kolam luas yang di tengahnya terdapat patung Dewi Sanggalangit (read: Songgolangit), sebuah manifestasi dari penjaga alam (hampir mirip dengan si Atlas). Lalu di belakang kolam tersebut terdapat halaman rerumputan luas hingga kemudian terdapat dua patung singa penjaga di depan area dropzone Pendopo Agung.
Di kanan dan kiri kompleks taman di depan Pendopo Agung, terdapat beberapa bangunan milik pemerintah seperti gedung Pemkab, gedung KORPRI, gedung serbaguna untuk umum Sasana Praja, gedung BAPEDA, gedung Kantor Bupati, dan juga beberapa arca peninggalan yang ditemukan di daerah Ponorogo.
Mengingat dari betapa besar makna dari Alun-alun dan bangunan yang ada di kompleks tersebut, maka renovasi yang dilakukan di Alun-alun Ponorogo dan sekitarnya tentu tidak boleh sembarangan apalagi hingga menghilangkan jejak sejarahnya. Hal yang menurut saya perlu dilakukan adalah justru menambah taman kota sebagai pusat keramaian lain di lokasi tertentu Ponorogo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H