Pengalaman sederhana ini menyadarkan saya akan pentingnya memahami perbedaan sebagai sumber kekayaan, bukan alasan untuk menciptakan jarak. Sebagai seorang remaja yang kian beranjak dewasa, saya dan teman-teman menyadari bahwa generasi kamilah yang kelak akan menjadi pemimpin dan penggerak utama bangsa ini.
 Namun, pergerakan ini tentu tidak akan berlabuh pada tujuan apabila perselisihan terus terjadi tanpa henti. Harmonisasi dan saling memahami menjadi kunci utama bagi kehidupan yang damai. Makna ini semakin terasa saat saya menjalani dinamika di pondok pesantren, di mana diskusi moderasi beragama mendorong kami---baik siswa Kolese Kanisius maupun para santri---untuk belajar menyelesaikan masalah sosial-keagamaan dengan berlandaskan Pancasila.
Tentunya hal tersebut sejalan dengan bagaimana kondisi bangsa akhir-akhir ini, Â Indonesia yang tengah menghadapi berbagai permasalahan sosial yang semakin kompleks. Sayangnya, permasalahan tersebut sering kali tidak ditangani dengan pendekatan yang kritis dan terencana.Â
Di sisi lain, tidak sedikit pelaku konflik yang justru menunjukkan sikap yang dapat memecah belah bangsa. Dari kondisi ini, jelas bahwa pemikiran kritis dan sikap persatuan menjadi kebutuhan mendesak. Manusia yang mampu terus berevolusi dan memahami konteks dunia saat ini adalah sosok yang diharapkan menjadi poros utama untuk menentukan arah masa depan bangsa yang menghilangkan rasa perpecahan satu sama lain.
Memang, menonjokan rasa persatuan mungkin terkesan sulit. Terlebih, bagaimana mengedukasi masyarakat tentang krusialnya permasalahan ini bila  sikap acuh terus bertebaran dimana-mana? Karena itulah kedisiplinan serta kepedulian dari diri sendiri adalah  cerminan utama berjalannya sistem ini.Â
Rasanya kehidupan di pesantren bisa menjadi pemantik utama bagi mereka para "biang kerok." Kehidupan untuk memiliki rasa disiplin terhadap pembelajaran dan jam shalat, serta kepedulian antar satu sama lain cukup mendorong terwujudnya edukasi yang diharapkan oleh bangsa ini.
Bagaimana Kondisi Bangsa ini Kedepannya?
Dengan kesadaran penuh, setiap pribadi masyarakat diharapkan mampu mewujudkan nilai-nilai persatuan dan toleransi yang kokoh. Kesadaran ini bukan hanya sekadar teori, melainkan harus tercermin dalam tindakan sehari-hari. Ketika kita dihadapkan pada perbedaan, semestinya perbedaan itu tidak menjadi tembok yang memisahkan atau penghalang yang menghambat.Â
Sebaliknya, perbedaan dapat menjadi peluang untuk menemukan persamaan yang memperkuat kebersamaan. Dari upaya inilah harapan akan terwujud---harapan bahwa bangsa ini dapat berkembang menuju kondisi yang lebih ideal, di mana setiap orang merasa diterima, dihargai, dan dilibatkan.
Oleh karena itu, setiap pribadi bangsa tentunya memiliki tanggung jawab yang besar terhadap kondisi negeri ini. Bukan hanya para pemimpin atau pejabat, tetapi setiap individu, dari anak kecil hingga orang dewasa, memegang peran penting dalam menciptakan harmoni sosial.Â