Isu lingkungan hidup kini sudah menjadi sorotan global. Perubahan iklim, kerusakan ekosistem, dan penurunan kualitas udara dan air meminta adanya perbuatan untuk melestarikan lingkungan. Tetapi untuk menjaga keberlanjutan lingkungan bahkan memerlukan pendekatan teknis atau prosedur, tetapi juga harus dilihat dari perspektif filosofis yang lebih mendetail. Filsafat memberikan pemahaman yang lebih menyeluruh mengenai hubungan antara manusia dengan alam bersamaan dengan menjaga lingkungan dengan bijaksana dalam memperlakukan bumi.
Filsafat Lingkungan Dan Etika Alam
Filsafat Lingkungan mengamati bagaimana manusia seharusnya berinteraksi dengan alam dan lingkungan hidup. Salah satu tokoh dalam bidang ini adalah Aldo Leopold yang menyatakan konsep Land Ethic (Etika Tanah). Leopold berpendapat bahwa manusia harus memandang dirinya sebagai bagian dari lingkungan kehidupan yang lebih luas, melainkan sebagai makhluk yang berdiri sendiri dan memanfaatkan alam untuk kepentingan pribadi. Menjaga lingkungan, menurut Leopold, kepentingan menjaga keselarasan ekosistem dan menghargai setiap makhluk hidup.
Leopold menekankan bahwa etika ini meliputi hubungan manusia bukan hanya dengan sesama manusia, tetapi juga dengan alam, tanaman, dan hewan. Oleh sebab itu menjaga lingkungan adalah tanggung jawab kita semua sebagai makhluk hidup, yang tidak hanya untuk generasi mendatang, tetapi juga bagi makhluk hidup yang ada sampai sekarang. Dengan ini, filsafat ini memfokuskan pentingnya tanggung jawab yang luas terhadap kehidupan bukan untuk memenuhi kebutuhan manusia saja.
Filsafat Timur dan Konsep Keberlanjutan
Filsafat Timur juga menawarkan pemikiran yang relevan mengenai keberlanjutan lingkungan. Banyak dari tradisi Timur, seperti Taoism, Buddhisme, dan Konfusianisme, yang mengajarkan tentang pentingnya hidup selaras dengan alam. Dalam ajaran Taoisme, terdapat prinsip Wi Wei, yang berarti bertindak tanpa paksaan dan mengikuti alur alam. Prinsip ini menekankan perlunya untuk menjaga keseimbangan alam, bukan hanya untuk mengeksploitasi alam secara berlebihan, tetapi bekerja sesuai dengan siklus alam yang ada.
Buddhisme juga menekankan ajaran himsa atau tidak menyakiti makhluk hidup. Dalam koneksinya dengan lingkungan, ini berarti menghindari dari eksploitasi alam yang dapat menyebabkan kesulitan pada makhluk hidup yang lain, sekaligus menjaga keberlanjutan sumber daya alam untuk masa depan.
Prinsip ini juga yang mendorong kita untuk lebih memperhatikan dampak tindakan kita terhadap alam dan berusaha menjaga keseimbangan ekosistem.
Ekofilsafat dan Kritik terhadap Antropocentrisme
Ekofilsafat atau Eco-Philosophy adalah aliran filsafat yang mengkritik hubungan antara manusia dengan lingkungan. Salah satu isu utama dalam ekofilsafat adalah Antropocentrisme, yaitu pandangan yang menjadikan manusia sebagai pusat segalanya dan alam hanya di lihat sebagai sumber daya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pandangan ini sering memicu eksploitasi alam yang tidak terkendali.
Ekofilsafat berusaha untuk mengubah pandangan tersebut dengan menawarkan perspektif yang lebih lengkap, yang di mana manusia dilihat sebagai bagian dari ekosistem yang lebih luas. Arnes Naess adalah tokoh penting dalam ekofilsafat yang mengembangkan konsep deep ecology, yang di mana lebih menekankan dalam nilai intrinsik alam, bukan hanya nilai ekonomisnya. Menurut pendapat Naess untuk mencapai keberlanjutan manusia dengan alam dari yang bersifat egois menjadi lebih adil dan menghargai seluruh bentuk kehidupan.