Banyak siswa menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang paling sulit dan atau memiliki pemahaman yang dianggap tidak masuk akal. Banyaknya konsep pada matematika dari masalah kata yang rumit hingga penggunaan simbol aljabar di matematika yang lebih tinggi tampak menakutkan bagi siswa yang tidak memiliki dasar matematika yang kuat atau pendekatan holistik untuk belajar Matematika.Â
Merujuk pada hal tersebut, untuk meminimalisir stigma siswa akan sulitnya matematika, muncul lah suatu gagasan menarik dari seorang psikolog asal Amerika yaitu Jerome Brunner. Jerome Bruner (1915-2016) adalah seorang psikolog Amerika yang penelitian dan karyanya berdampak besar pada bidang pendidikan. Beliau menggagas Kurikulum Spiral dan Teori Konstruktivis, yang mengarah pada pendekatan Concrete, Pictorial and Abstract (CPA). Banyak studi yang dilakukan oleh Bruner berfokus pada pendidikan dan pembelajaran awal.Â
Bruner percaya bahwa anak-anak dapat mempelajari konsep-konsep kompleks sejak usia sangat muda jika informasinya diatur dan diajarkan dengan tepat. Hal ini membawanya untuk mengembangkan tiga mode representasi yaitu Enaktif, Ikonik, dan Symbolic.
Tiga mode representasi merupakan Teori Konstruktivis Bruner yang menyatakan bahwa "siswa menciptakan pengetahuan mereka sendiri". Ini berarti siswa belajar lebih baik ketika mereka menggunakan pengetahuan yang ada untuk menciptakan solusi dari masalah yang dihadapi sehingga guru tidak boleh memberikan jawaban kepada siswa karena itu bukan cara belajar yang efektif. Tiga mode representasi Jerome Bruner sebenarnya memberikan kemudahan untuk pendekatan Concrete, Pictorial and Abstract (CPA) yang memungkinkan siswa untuk sepenuhnya membenamkan diri dalam pelajaran dan mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang masalah yang dihadapi.
Bagaimana implementasinya ?Â
Sekedar berbagi pengalaman, dalam mengajari siswa pembelajaran matematika, digunakan pendekatan CPA untuk memecahkan masalah matematika yang rumit sehingga membuatnya mudah dipahami dan lugas. Â Hal ini dapat dimulai dengan "menghidupkan masalah" ;siswa menggunakan benda-benda fisik untuk membangun dan memecahkan masalah. Â Ini adalah tahap Konkret. Kemudian, maju untuk "memodelkan" masalah dan menghasilkan solusi. Akhirnya, ketika siswa memiliki pemahaman yang baik tentang masalah pada tahap Konkret dan Bergambar, mereka mencapai tahap terakhir yaitu abstrak dimana mereka dapat menyelesaikan masalah hanya dengan menggunakan angka dan simbol matematika. Contohnya adalah dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Menggunakan tiga mode representasi juga berperan dalam Kurikulum Spiral yang digagaskan oleh Bruner yang menyatakan bahwa pembelajaran harus ditinjau kembali dan dibangun. Kurikulum Spiral mendorong penguatan konsep yang dipelajari sebelumnya, yang mempromosikan retensi keterampilan untuk di kelas selanjutnya. Siswa dapat terus menerus melihat kembali konsep yang dapat dianggap sebagai menggabungkan informasi baru dengan informasi lama. Informasi baru memiliki konteks untuk dilampirkan yang telah ditetapkan di kelas sebelumnya yang secara bertahap membangun pemahaman melalui paparan berulang sehingga lebih kondusif untuk bagaimana kognitif kita beroperasi. Hal tersebut dianggap lebih baik dan efektif daripada mencoba mempelajari keseluruhan konsep yang kompleks sekaligus dalam satu pembelajaran di kelas. Apabila diringkas maka inti dari kurikulum spiral ini adalah :
1. Siswa harus meninjau kembali topik beberapa kali sepanjang karir pendidikan mereka.