Mohon tunggu...
Eva Karunia
Eva Karunia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi baca au

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Mewabahnya Penyakit Antraks di Gunung Kidul

7 Juli 2023   08:12 Diperbarui: 7 Juli 2023   08:13 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: kemenkes.go.id

Eva Karunia

20210110400015

Media Relations

Universitas Muhammadiyah Jakarta - Ilmu Komunikasi

Saat ini, Indonesia sedang digemparkan dengan wabah penyakit antraks. Wabah Penyakit ini, sudah berlangsung dari 2016 tepatnya di daerah Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Mewabahnya antraks di daerah tersebut diduga karena adanya tradisi mbrandu, tradisi ini merupakan kegiatan membeli sapi mati atau sakit secara iuran bersama-sama antar warga setempat dengan maksud untuk meringankan kerugian pemilik ternak. Selanjutnya, daging tersebut dibagikan kepada orang yang memberikana iuran. Sebanyak tiga orang warga Gunung Kidul telah meninggal dunia di duga telah mengkonsumsi daging sapi yang mati karena antraks. Antraks merupakan penyakit kulit menular yang berasal dari hewan, pada manusia penyakit antraks biasanya menular dari kontak binatang, daging, wol, atau dengan kulit binatang yang sudah terinfeksi. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Bacillus Anthracisis yang hidup di dalam tanah bisa menginfeksi manusia dan hewan melalui kontak langsung atau tidak langsung. Kontak tersebut berupa sentuhan, dihirup, atau ditelan. Gejala pada sapi yang terpapar antraks menurut  Drh. Nuryani Zainuddin selaku Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, dan Kementrian Pertanian mengatakan bahwa gejala klinisnya yaitu demam tinggi pada sapi untuk awal infeksinya, rasa gelisah, kesulitan bernafas, adanya kejang, rebah, lalu berujung kematian pada sapi tersebut. selain gejala yang sudah disebutkan tadi, ada juga gejala timbulnya perdarahan di mulut atau hidung .Penyakit antarks ini disebut juga dengan penyakit sapi gila, menanggapi hal tersebut kementrian Kesehatan menghimbau agar masyarakat Indonesia menjalankan pendekatan 'one health'. One Health adalah pendekatan pemersatu yang bertujuan untuk menyeimbangkan dan mengoptimalkan hubungan erat dan ketergantungan diantara manusia hewan dan ekosistem, mengakui kesehatan hewan peliharaan dan liar, tumbuhan, dan lingkungan yang lebih luas. Langkah awal dari pendekatan one health adalah memberikan edukasi ke masyarakat, bahwa hewan yang sakit tidak layak dikonsumsi. Menurut ahli Kesehatan global, yaitu Dicky Budiman pendekatan one health di Indonesia masih belum terimplementasikan dengan baik. Sementara itu, direktur pencegahan dan pengendalian penyakit  menular, yaitu Imran mengatakan bahwa antraks ini bisa menjadi senjata biologis, dimana antraks ini bisa digunakan oleh teroris disuatu wilayah. Antraks dapat dijadikan senjata biologis lantaran menjadi bakteri yang efektif untuk serangan hal ini dikarenakan mudah ditemukan di alam, bisa diproduksi di laboratorium, bisa bertahan lama tanpa penyimpanan yang ketat, dan mudah dilepaskan secara sembunyi-sembunyi. Selain itu, antraks bisa dengan mudah menyebar ke manusia yang berujung dengan kematian.

Awal mula mewabahnya penyakit antraks di Gunung Kidul saat Dewi Irawaty selaku Kepala Dinas Kesehatan Gunung Kidul mendapatkan laporan dari RSUP Dr. Sardjito yang awalnya hanya pasien laki-laki berusia 73 tahun yang terpapar antraks pada 2 Juni, lalu meninggal  dunia pada 4 Juni. Untuk memastikannya wabah penyakit antraks ini, Dinken melakukan survei lapangan untuk memvalidasi, dan hasilnya memang ada kasus warga meninggal dunia karena penyakit antraks ini, tepatnya di Desa Semanu, Gunung Kidul. Setelah itu untuk memastikan dan di cek lebih lanjut, Dinkes mengambil sampel terhadap warga yang ikut serta menyembelih dan juga mengonsumsi daging sapi yang sudah terpapar antraks.

Dari hasil sampel tersebut, Kepala Dinkes myatakan bahwa ada 125 warga yang melakukan kontak langsung dengan daging sapi dengan penyakit antraks tersebut, dan yang positif terpapar antraks yaitu ada 85 warga.  Menurut  Wibawanti selaku Ketua Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH), masyarakat mengkonsumsi tiga ekor sapi yang sudah mati serta terpapar penyakit antraks.

Terkait mewabahnya penyakit antraks ini, diduga masih melekatnya tradisi brandu  atau porak yang masih melekat pada warga Gunung Kidul. Tradisi brandu atau porak merupakan tradisi pemotongan hewan ternak yang sedang sakit atau bahkan sudah mati, selanjutnya dagingnya dijual dengan harga yang murah untuk mengurangi beban si peternak. Karena warga mempunyai kebebasan untuk memotong dan memasarkan hewan ternaknya di sembarang tempat, akibatnya petugas tidak bisa mengawasi dengan baik.

Dicky Budiman selaku epidemiolog dari Universitas Griffith manyebutkan bahwa kawasan Gunung Kidul selama ini menjadi Kawasan endemic antraks, dan factor penyebabnya adalah dari persoalan lingkungan, kebersihan, dan juga iklim. Dicky Budiman juga menjelaskan bahwa penanganan dari penyakit antraks ini bukan hanya dari manusia nya saja, tetapi hewan dari penyakit antraks ini juga harus diberi penanganan khusus.

Sapi yang sudah terpapar penyakit antraks tidak boleh disembelih atau dibedah, melainkan harus dibakar atau dikubur, untuk menghindari menyebarnya penyakit antraks ini. Karena penyakit antraks ini tidak bisa dihilangkan, tetapi bisa dikendalikan. Untuk pencegahannya Kementrian Pertanian (Kementan) menyebutkan bahwa dilakukannya vaksinasi kepada hewan ternak tersebut, melakukan control  lalu lintas hewan ternak, dan juga tindakan disposal (pembuangan) pada hewan terutama sapi yang sudah terinfeksi penyakit antraks.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun