Terlanjur basah ya sudah mandi sekali, demikian ibarat lagu Meggy Z Kegilaanku menyusur Flores semakin kuat setelah menginjakkan kaki di Kota Ende dan Bajawa. Terlanjur sudah berada di Flores ya sudah sekalian saja menyusur hingga Flores Timur. Setelah dua kota disinggahi, Ende dan Bajawa. Â Kota tujuan selanjutnya adalah Maumere dan Larantuka, sekitar pukul 07.00 WITA kami pun berkemas dan siap menunggu jemputan bis yang akan mengantarkan kami ke Kota Maumere. Hal yang unik di daratan NTT termasuk Flores adalah bis bisa menjemput ke rumah-rumah penumpang loh, begitu pun kami dijemput di Hotel sehingga tak perlu ke terminal.Â
Nama Flores adalah pemberian portugis yang berarti bunga, dinamai Flores katanya dahulu daerah ini dipenuhi dengan bunga-bunga cantik, sekalipun saat ini saya tidak menemukan banyak bunga mungkin saja benar alasan itu karena seluas mata memandang, saya menemukan banyak pepohonan yang sewaktu-waktu dapat berbunga. Flores juga dipenuhi dengan gunung-gunung yang pepohonannya rindang. Saat melintasi Bajawa Maumere seolah kami sedang memutari gunung dan lembah, dari gunung satu ke gunung lainnya, dari lembah satu ke lembah lainnya. Jalan raya yang dilalui kendaraan berada di tepian gunung yang sebelahnya jurang, jalur ini cukup menegangkan kadang kala  membuat jantung ini serasa mau copot karena khawatir kendaraan yang ditumpangi terperosok ke jurang. Jika diumpamakan rambut, lintas Ende Maumere ini ibarat rambut kriting bergelombang dan kriwil. Sungguh pemandangan yang luar biasa menakjubkan, selama perjalanan kami bisa menikmati luasnya alam yang menyegarkan. Kadang terlintas dalam pikiran kapan lintas Flores ini dibuat, masa belandakah atau pasca merdeka. Jika masa belanda mungkin kah hasil kerja paksa? Ah itu sekedar pertanyaan karena saya teringat pada cadas pangeran yang banyak memakan korban saat pembangunannya  di masa Daendels gubernur Hindia Belanda.
Sepanjang perjalanan Ende Maumere akan didapati pohon-pohon kemiri yang sedang berbuah, menurut keterangan pak su pohon-pohon  kemiri tersebut dahulu sengaja ditanami sebagai proyek penghijauan sebab kemiri adalah salah satu pohon yang mudah tumbuh. Saat tiba di Maumere waktu hampir sore kami pun tak sempat keliling kota dan memotret view yang bagus, inginnya bermalam di kota ini, tapi waktu tidak memungkinkan, kami harus segera menuju Larantuka karena anakku sudah ditunggu temannya di kota ini. Sepertinya Maumere kota teramai di daratan Flores kuamati pertokoan besar dan outlet lumayan banyak, sore hari pun masih terlihat ramai.
Delapan jam perjalanan telah terlewati, selepas istirahat sejenak di Maumere kami melanjutkan perjalanan menuju Larantuka, memakan waktu sekitar empat jam untuk sampai ke sini. Lintas Larantuka sedikit berbeda, jalanan berkeloknya tidak seekstrim lintas Maumere, kami masih bisa menemukan jalanan rata dan lurus. Sayang, pemandangannya tak bisa dinikmati seutuhnya karena senja sudah tiba, gulita pun menggurita. Karena lelahnya perjalanan kami pun tertidur di kendaraan, tetiba kami telah sampai di kota tujuan.
Tak jauh dari hotel tempat kami menginap ada pelabuhan tempat persimpangan kapal-kapal kayu sebagai satu-satunya kendaraan menuju pulau-pulau kecil seperti pulau Solor, pulau Adonara, pulau Wera Buran dan pulau lainnya. Saat kami singgah di pelabuhan ini, pak su menawari untuk menyeberang pulau Adonara tetapi nyali anaku menciut ia tak berani menerima tantangannya. Dari  pelabuhan ini bisa menikmati indahnya gunung ile mandiri dan lalu lalangnya tranportasi menuju pulau-pulau tersebut.
Keindahan larantuka didominasi oleh destinasi lautnya, menuju arah bandara ada pantai asam satu, pantainya dihiasi batu-batu karang hitam yang unik, kudapati ada batu karang  yang sedang mengeluarkan lendiran putih seolah batu karang itu hidup, menurut keterangan pak su, itu adalah makhluk hidup sejenis kerang yang ketika sudah mati akan membatu. Kota Larantuka berada di pinggiran pantai, jika malam hari tiba ada banyak wisata kuliner yang bisa dinikmati, kotanya cukup hidup sekalipun malam hari, apalagi kalau ada kapal-kapal penumpang yang berlabuh, keramaian akan semakin terasa. Kerlap kerlip lampu dari pulau-pulau sebelah menambah indahnya malam di kota ini dan terkesan hidup.
Dari Bajawa hingga Larantuka kami menemukan banyak makna, setiap kota yang disinggahi kami temukan orang-orang baik om yaya, saudara kami kang Iman, om wahyu, tante ria, Â bu nikmah terima kasih untuk semuanya. Â Semalam di Bajawa, dua malam di Ende, semalam di jalan, dua malam di Larantuka kiranya cukup berpetualang di bumi Flores, meski baru sebagian lebih pulau Flores yang kami singgahi kesan mendalam terpatri dihati tapi kami tidak terbersit untuk tinggal di sini. Pulau Timor cukup bagi kami, ada harapan suatu hari nanti akan kembali ke Jawa tempat kelahiran diri.
Larantuka, 29 Desember 2019