Mohon tunggu...
Eva NujhiDzu
Eva NujhiDzu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Departemen Politik dan Pemerintahan

Orang yang bertanggung jawab, pekerja keras yang memiliki hobi bermain musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Drama Musikal DPR, Representasi Kekecewaan Publik terhadap Kinerja DPR

5 Desember 2024   02:35 Diperbarui: 5 Desember 2024   03:04 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
MediaPijar.com (mediapijar.com)

Berbagai fenomena yang ada dalam kehidupan perpolitikan Indonesia saat ini mencerminkan perubahan yang terus berkembang dan dinamis, baik dalam pola interaksi masyarakat ataupun pemangku kepentingan. Keduanya akan saling berkaitan dalam proses keputusan kebijakan. Dalam dunia politik yang ideal, masyarakat juga menjadi penghubung antara pemerintah dengan kehidupan sosial. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat dalam kegiatan politik sangat dibutuhkan untuk mewujudkan pesta demokrasi yang baik dan berkualitas. Hal ini diupayakan agar keputusan yang diambil benar-benar mewakili kebutuhan masyarakat. Dalam konteks ini, maka perlu adanya dewan perwakilan untuk menyempurnakan sistem perwakilan daerah yang ada. Dengan adanya DPR juga berfungsi untuk menghubungkan dua gagasan, yakni terkait demokratisasi dan perlunya perhatian terhadap kepentingan daerah untuk mempertahankan integrasi nasional (Chaniago, 2018).

            Namun pada kenyataannya, kinerja pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat ini mengalami penurunan dalam menjalankan fungsi legislasinya. Tugas DPR yang sebagaimana telah diatur dalam UUD 1945 dan menjadi bagian dari sistem politik Indonesia, tetapi sayangnya perilaku dan sikapnya dapat berubah sewaktu-waktu. Mereka sering kali tidak menjalankan tugasnya dengan baik, seperti halnya kurang adanya transparansi, hingga tidak responsif terhadap segala kebutuhan yang harusnya dipenuhi oleh rakyat. 

Merujuk pada Tempo.co, Jakarta, menurut Riset Indonesian Parliamentary Center (IPC), bahwa sebagian besar rekomendasi pengawasan DPR tidak ditindaklanjuti pada periode pemerintah 2019 hingga 2024, di mana pemerintah hanya menindaklanjuti 37 persen rekomendasi DPR. Ini menunjukkan bahwa DPR tidak dapat melakukan tugas pengawasannya dengan baik (Tempo, 2024). Tidak hanya itu, tantangan yang dihadapi pada saat pemilu yakni polarisasi politik yang semakin meningkat, seperti halnya pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 dan Pilpres tahun 2019. Semakin banyak pula selebritas yang bergabung dalam parpol dan tidak jarang pula menduduki kursi di DPR. Menurunnya kualitas DPR ini menimbulkan banyak sindiran yang dilakukan masyarakat, baik secara langsung ataupun tidak langsung.

Pada saat ini, penyampaian aspirasi terkait permasalahan yang ada dalam ranah politik dapat dilakukan tanpa menjatuhkan berbagai pihak dengan menampilkan seni pertunjukan drama, yakni DPR Musikal. Drama ini ditayangkan di YouTube bertepatan pada Hari Pendidikan Nasional, yang mana platform YouTube ini memudahkan karya seni menjadi popular. Drama musikal ini diproduksi pada tahun 2021 oleh SkinnyIndonesia24 yang digawangi oleh Andovi da Lopez dan Jovial da Lopez. 

Drama ini menceritakan tentang seorang DPR muda idealis dari Partai Macan yang bernama Mawar (Dwynna Win). Perempuan muda ini memiliki cita-cita untuk dapat mengubah Indonesia menjadi lebih baik, terutama dalam hal lingkungan hidup. Ia juga mengajukan rancangan undang-undang (RUU) FAK (Flora, Agrikultur, dan Kehutanan). Namun, keinginan Mawar ini tidak berhasil karena tidak adanya dukungan dari anggota DPR lainnya, yakni terdapat perbedaan pandangan antar anggota. Singkatnya, drama ini menyoroti kinerja DPR dan menggambarkan situasi politik yang terjadi di Indonesia saat ini.

Dalam konteks tersebut, jika dikaitkan dengan representasi politik, drama musikal DPR ini hadir sebagai bentuk representasi politik melalui jalur budaya yang mengangkat isu tentang kritik pemerintah, yakni kinerja DPR dengan pendekatan satire (parodi yang mengancam). Karya ini memanfaatkan seni musik dan teater sebagai alat komunikasi politik dalam bentuk symbolic speech untuk menyampaikan aspirasinya. Humor yang berbentuk satire ini diupayakan dapat memberikan komunikasi politik yang ringan namun tetap tajam dalam mengkritik DPR. Hal ini diupayakan agar pesan yang disampaikan tetap mudah diterima oleh para khalayak. Kritik DPR yang sekiranya dilakukan secara langsung akan terlihat lebih sensitif, tetapi dengan menarasikan dalam bentuk drama ini sindiran dapat dikemas menjadi hal yang menarik, ringan, dan mudah dipahami.

Melalui karya seni yang humor dan ironi ini mampu menyoroti perilaku DPR, seperti halnya pengambilan keputusan pada jangka panjang yang sering kali tidak diperdulikan, ini ada pada detik 06:17 -- 06:25, yakni "Mau melindungi rakyat? Turunin tuh, harga bahan pokok.", hal ini yang menandakan bahwa mereka hanya memikirkan dampak jangka pendek daripada memikirkan masa depan rakyat (SkinnyIndonesian24, 2021). Kemudian individu yang cenderung rakus dan serakah, hal ini diterapkan dengan gaya hidupnya yang mewah tanpa memikirkan rakyatnya. Ini juga dibuktikan pada kalimat yang dikatakan oleh salah satu anggota DPR, yakni (Angel -- Kezia Aletheia) pada detik ke 06:32 -- 06:35, yang mengatakan "Pak, saya senangnya kalau harga tas Chanel Pak yang turun.", yang berimplikasi pada kesejahteraan rakyat yang seharusnya diperjuangkan.

Selanjutnya, terdapat pada lirik yang dinyanyikan didetik ke 09:00 -- 09:13, "Hei kawan, coba pikirkan, semua partai butuh proyekan, mumpung ini kesempatan, yuk kita cari cuan.". Ini menggambarkan bahwa seorang DPR yang seharusnya mewakili kepentingan rakyat, nyatanya hanya menjadi ilusi semata. Mereka juga yang telah memainkan kursi pejabat demi kepentingan pribadinya. Tidak hanya itu, terdapat keputusasaan Dewan Perwakilan Rakyat pada sistem pemerintahan yang buruk dan telah mengakar kuat. Sehingga, permasalahan ini menambah ketidakpeduliannya terhadap rakyat. Hal ini dibuktikan pada detik, 09:19 -- 09:30, "Dengar Mawar, sini belajar. Banyak hal yang kamu tidak sadar, sistem ini sudah mengakar.". Terdapat juga teks yang menggambarkan bahwa dunia politik hanyalah sebuah bisnis dan bukan Perwakilan Rakyat, tetapi Persetan Rakyat.

Terdapat empat jenis representasi menurut Hanna Pitkin dalam bukunya "The Concept of Representation" (1967), yakni representasi formal, deskriptif, substantif, dan simbolik (Pitkin, 1997). Untuk menganalisis lebih dalam, musikal DPR ini termasuk ke dalam symbolic representation. Fokus utama dalam representasi ini, yakni dalam mewakili sesuatu melalui isu yang krusial, termasuk pada musikal DPR. Karya seni ini menggambarkan semakin buruknya kinerja Dewan Perwakilan Rakyat dengan menggunakan simbol-simbol tertentu, yakni symbolic speech untuk menyimbolkan kekecewaan terhadap institusi tersebut. Menurut Pitkin, yang terpenting bukanlah sekedar simbolnya, tetapi "its power to evoke feelings or attitudes". Dapat dikatakan bahwa drama musikal ini menjadi media yang efektif untuk dapat mempengaruhi emosi dan sikap audiens, seperti halnya kekecewaan emosi masyarakat terhadap DPR merasa terwakilkan dengan menggunakan simbol-simbol yang berfungsi sebagai alat komunikasi politik.

Jika dipahami lebih lanjut, dalam artikel yang ditulis oleh Tina Askanius (2014) dengan judul "Video for Change", membahas tentang bagaimana video digunakan sebagai alat aktivisme untuk mencapai dampak yang lebih luas dalam sebuah kampanye di ranah daring (Askanius, 2014). Ini juga memberikan ruang yang terbuka bagi masyarakat dalam mendiskusikan tentang bagaimana sebuah video dapat membangun pemahaman baru dan menarik perhatian massa di media sosial. Hal ini menggambarkan bahwa partisipasi masyarakat dalam politik menjadi tumpuan utama dalam mendorong keterwakilan publik. 

Drama musikal ini tidak hanya memperlihatkan hiburan semata, melainkan juga menjadi bentuk radical online video, dengan menggunakan symbolic speech yang kreatif dan tetap menyoroti pada kritik terhadap isu politik. Dengan menggunakan drama dalam bentuk video untuk merepresentasikan politik ini memungkinkan masyarakat untuk dapat terhubung dengan pemerintah dalam bentuk komunikasi yang interaktif. Hal ini juga didukung dengan platform YouTube yang memudahkan masyarakat untuk terlibat dalam diskursus langsung, yakni dalam mengkritik politik, mengangkat isu sosial, dan bahkan memobilisasi massa dalam agenda tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun