Mohon tunggu...
Eva Aprelia
Eva Aprelia Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Amikom Yogyakarta

hobi menulis dengan menulis artikel di berbagai platform harapannya bisa dipublish

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perbudakan Modern di Laut Masih Terus Terjadi

14 Januari 2023   12:24 Diperbarui: 14 Januari 2023   12:35 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Populasi ikan di pesisir yang mengalami penurunan secara drastis memaksa kapal untuk mencari ikan lebih jauh ke tengah laut, dimana pemantauan dan kontrol bisa jadi tidak terkendali. Penangkapan ikan di perairan yang jauh dari pesisir ini menghasilkan biaya operasional yang lebih tinggi dan meningkatkan kemungkinan eksploitasi nelayan migran untuk memotong biaya. Selain dari berbagai dugaan pelanggaran ketenagakerjaan, penangkapan ikan yang berlebihan dan ilegal, penangkapan ikan yang tidak dilaporkan dan tidak diatur (IUU) menjadi beban besar bagi ekosistem laut. Jelas isu perbudakan di laut sangat erat kaitannya dengan perikanan ilegal yang menguras populasi ikan dan menghancurkan ekosistem lautan dunia.

3. Alih muat di tengah laut

Alih Muat di Tengah Laut (Transshipment at seas) adalah ketika tangkapan ikan, bahan bakar, dan sumber daya lainnya diangkut ke dan dipindahkan dari sebuah kapal ikan satu ke ke kapal ikan lainnya di tengah laut sehingga memungkinkan mereka menghabiskan lebih lama waktu berlayar di laut lepas. Isolasi di laut selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, membuat pelarian dari kondisi seperti budak menjadi sulit dan bahkan tidak mungkin. Transshipment bahkan dapat digunakan untuk mengangkut kru ke dalam situasi kerja paksa. Terlalu mudah bagi kapal-kapal ini untuk beroperasi jauh dari jangkauan hukum. Skenario seperti itu, dimana kapten kapal penangkap ikan bebas hukum, memungkinkan perbudakan modern terjadi di laut.

4. Kurangnya pengawasan dan dukungan dari Pemerintah

Pada akhirnya dan bisa dikatakan bahwa tujuan pemerintah adalah untuk melindungi rakyatnya. Menurut kutipan buku "Seabound: The Journey to Modern Slavery on the High Seas" bahwa pemerintah yang bersangkutan gagal mengelola proses migrasi pekerja secara efektif sehingga hak-hak nelayan migran ini rentan terhadap eksploitasi.

Greenpeace Asia Tenggara sangat menekankan perlunya negara-negara anggota ASEAN, khususnya pemerintah Indonesia dan Filipina, untuk mengambil tindakan kebijakan konkret untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan dan lingkungan yang disebutkan dalam laporan ini, serta langkah-langkah untuk menangani diskriminatif tingkat tinggi yang terjadi kapal perikanan jarak jauh. Dengan pandangan masyarakat dunia yang ikut menonton, sudah waktunya untuk mengambil langkah pertama untuk memastikan bahwa perbudakan modern di laut menjadi bagian dari masa lalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun