Beberapa waktu yang lalu, saya memposting status informatif di salah satu grup FB di kota tempat saya menetap. Status itu isinya terkait dengan perlunya KEMATANGAN SEKOLAH dicapai anak sebelum anak masuk sekolah dasar, sehingga saya menganjurkan agar dilakukan upaya ‘penilaian’ terhadap KEMATANGAN anak sebelum ditempatkan di kelas 1 sekolah dasar. Saran saya adalah tidak menjadikan kemampuan calistung sebagai patokan untuk menentukan diterima tidaknya anak di kelas 1 SD.
Status yang di-like beberapa pembaca di grup itu, ditanggapi ‘miring’ oleh seorang pembaca. Saya cek status pekerjaan orang itu, tidak tertera dengan jelas. Namun ‘pembelaan’nya pada kebijakan pemerintah daerah kami, membuat saya berasumsi bahwa beliau adalah salah seorang pegawai pemerintah yang mengurusi soal penetapan aturan untuk msuk SD. Orang tersebut ‘menantang’ saya untuk melaporkan bila ada sekolah dasar (negeri) yang masih menggunakan kecakapan calistung sebagai dasar penetapan penerimaan siswa. HeyyY, maaf yaa, saya cuma mau promosi profesi saya, bukan mau ‘blusukan’ cari sekolah yang bandel dan tidak mau patuh pada aturan yang dibuat pemerintah :P
Kalau memang sudah tidak ada tes calistung untuk penetapan masuk SD, lantas apa yang menjadi dasar penerimaan siswa di kelas 1 SD (khususnya sekolah negeri)? Dari komentar berikutnya, saya tahu bahwa ternyata dasar penerimaan siswa baru kelas 1 saat ini di kota kami hanyalah USIA!
Woww, menurut saya aturan ini lebih konyol lagi. Tidak ada ‘tes’ calistung ataupun ‘tes’ lainnya (mungkin terkait dengan tidak bolehnya ada dana keluar dari saku orang tua secuilpun saat anak akan masuk sekolah negeri (?)) menyebabkan tingkat kematangan anak yang masuk ke SD sangatlah variatif. Padahal yang saya tahu sekolah dasar (negeri) menerapkan sistem klasikal yang sangat menyamaratakan kemampuan anak.
Apakah saya membual dengan pernyataan pada alinea terakhir diatas? Oh tidak! Saya punya fakta-fakta yang menggambarkan beberapa karakteristik umum sekolah-sekolah dasar negeri. Dari mana fakta-fakta saya peroleh? Dari observasi terhadap anak-anak yang dibawa orang tuanya konsultasi, dari tes yang saya berikan dan dari informasi yang saya peroleh dariorang tua klien-klien bocah SD terutama kelas 1 (dan kelas-kelas diatasnya). Ya, mereka mendatangi tempat praktek (psikologi) saya, sebagian besar karena guru wali kelas menganjurkan dengan khusus (alias memaksa) orang tua untuk mengkonsulkan anak-anaknya yang duduk di bangku SD ke Psikolog.Wali kelas/ guru mungkin cukup sopan untuk tidak terlalu banyak berkomentar soal siswa-siswanya yang diminta untuk konsultasi kepada psikolog. Namun saya mengetahui, bahwa saran wali kelas tersebut didasarkan pada adanya masalah belajar pada siswa-siswanya yang diantaranya terkait dengan masalah kematangan sekolah.
Beberapa karakteristik sekolah dasar negeri:
-Jumlah siswa per kelas maksimal. Beberapa informasi dari orang tua mengatakan bahwa jumlah siswa per kelas lebih dari 40 orang.
-Di beberapa sekolah dasar negeri guru kelas 1 hanya mengajar sendirian. Tidak ada guru pendamping.
-Cara memberikan materi sifatnya klasikal. Diasumsikan dengan satu kali penjelasan, siswa bisa paham.
-Beberapa sekolah negeri mewajibkan anak kelas 1 menulis bersambung. Sehingga kerap saya temui klien yang tulisan (di bukunya) sangat keriting dan tidak terbaca! Namun hebatnya guru-guru SD bisa membaca tulisan bocah yang keriting tersebut (y).
-Bangku kelas disusun berbanjar. Pemantauan siswa yang duduk di bangku baris belakang menjadi lebih sulit.
Maaf jika ada karakteristik SD negeri yang berlainan dengan ciri-ciri SD yang saya sebutkan diatas, karena sampel saya yang terbatas (satu kota).
Kembali lagi pada masalah kematangan sekolah. Yang ingin saya ingatkan kepada orang tua adalah berupayalah proaktif untuk menilai kesiapan ananda sebelum ananda mulai belajar di kelas satu SD. Mengapa harus proaktif?? Karena jika seperti uraian saya diatas bahwa dasar penerimaan siswa baru hanya berdasarkan usia, maka bisa jadi orang tua ‘kecolongan’. Merasa bersyukur anak diterima di SD negeri (favorit pula) namun sebenarnya banyak masalah yang akan bermunculan dengan mulai berjalannya waktu selama rentang sekolah dasar ananda (dan seterusnya). Dan masalah-masalah ini pada umumnya tidak beres sendiri seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia jika tidak dilakukan intervensi/ penanganan secara tepat.
Mengapa saya merasa perlu mengingatkan orang tua? Karena sebagai praktisi psikologi, saya cukup banyak menangani masalah-masalah yang disebabkan (awalnya) oleh ketidakmatangan anak saat mulai masuk SD, namun tidak terdeteksi dan akhirnya masalah anak menjadi bertumpuk-tumpuk dan berlarut-larut. Dampaknya bisa luas, tidak hanya terganggunya prestasi akademik namun juga mempengaruhi relasi sosial anak dengan teman serta menimbulkan kekecewaan pada orang tua yang merasa sudah mengupakan berbagai hal untuk pendidikan anak, namun hasilnya tidak memuaskan.
Diantara beberapa masalah anak usia SD yang saya tangani adalah masalah kemandirian, konsentrasi, masalah relasi sosial, masalah motivasi, prestasi belajar rendah, tulisan besar dan kasar (padahal sudah duduk di kelas 5 SD), keliru menulis huruf dan angka, belum lancar membaca, dll. Disamping itu terdapat pula masalah yang terkait dengan pola pengasuhan diantaranya: mudah marah, memukul dan menyakiti teman.Dan banyak hal lainnya.
Berikut ini saya mendapatkan tautan yang bisa dimanfaatkan orang tua untuk mengecek sejauh mana kesiapan dan kematangan sekolah ananda. Silakan mulai memeriksa kesiapan anak beberapa bulan sebelum ananda mendaftarkan diri masuk SD. Daftar dibawah ini bisa cukup membantu orang tua untuk menjadi observer bagi perkembangan anak-anak dan sekaligus memberikan penilaian lebih obyektif dan tidak semata-mata menggantungkan penilaian kematangan dan kesiapan berdasarkan usia (yang sudah memasuki usia 6-7 tahun). Saran saya ini terutama untuk orang tua yang anaknya akan masuk sekolah dasar (terutama negeri) dan tidak adanya upaya penilaian apapun yang dilakukan sekolah untuk menetapkan penerimaan siswa baru.
Namun saat ini sebagian sekolah (biasanya sekolah full day school) sudah banyak yang menetapkan adanya Tes Kematangan Sekolah (TKS) sebagai dasar penerimaan murid baru kelas 1. Mohon maaf bapak-ibu, untuk tidak alergi terhadap kata “TES” yang mengawali kalimat Tes Kematangan Sekolah. Karena TKS (yang kompetensi melakukannya ada pada psikolog), adalah tes yang dikemas dalam bentuk permainan. Jangan bayangkan ada instruksi “tulislah”, “bacalah” atau “hitunglah”. Instruksi yang ada dalam TKS hanyalah: “coretlah”; “dengarkanlah”, “pilihlah”. Semuanya didasarkan atas sesuatu yang konkrit dan mudah dipahami anak. Tugas yang paling ‘kompleks’ dalam tes tersebut hanyalah: “gambarlah...”. Jadi jangan berpikir negatif dulu dengan tes kematangan sekolah. Jika memang dilakukan oleh psikolog yang memang kompeten untuk melakukannya :D
Jika bapak-ibu tidak memiliki waktu untuk mengecek kesiapan dan kemantangan ananda melalui pertanyaan-pertanyaan di bawah ini, saran saya adalah bawalah putra putri bapak-ibu ke psikolog (anak) terdekat untuk mendapatkan TKS sebelum masuk SD.
Saya sendiri sebagai praktisi sebenarnya pernah mencoba menjajagi kerjasama dengan salah satu SD Negeri favorit, namun kebijakan yang tidak mengizinkan sekolah melakukan pungutan apapun kepada orang tua pada saat penerimaan siswa baru menyebabkan rencana kerjasama untuk melakukan TKS di sekolah negeri, belumbisa diwujudkan. Namun sekolah-sekolah swasta umumnya bisa lebih leluasa dalam menetapkan metoda untuk penerimaan siswa baru, sehingga kerjasama TKS yang bisa saya lakukan sejauh ini baru dengan sekolah-sekolah swadaya/ swasta.
INDIKATOR-INDIKATOR KEMATANGAN BERSEKOLAH (Sumber (ceklist): http://www.kancilku.com)
1.Aspek Fisik
Motorik kasar
-Bisa duduk tegak
-Berjalan lurus dan bervariasi
-Berlari
-Melompat
-Melempar
-Memanjat
-Naik turun tangga
-Mengkombinasi gerakan sepertilompat, jongkok, tegak dan berguling.
Motorik Halus
-Dapat memegang pensil dengan baik
-Menggambar orang atau sesuatu dengan lebih rapi dan tidak berantakan.
-Bisa makan sendiri
-Menulis angka
-Mewarnai
-Menggunting
-Menyusun lego
2.Aspek Bahasa
-Memperkenalkan diri, nama, alamat, dan keluarga dengan jelas.
-Bercerita mengenai keadaan di rumah, sekoalh, permainan dan lain-lain.
-Menjawab pertanyaan.
-Menyanyikan lagu
-Menyebutkan seluruh anggota badan.
-Menirukan huruf, suku kata dan kata.
3.Aspek Kognitif
-Menerangkan mengenai sesuatu, misalnya kegunaan suatu benda.
-Mengenal warna
-Mengetahui angka atau bilangan (sederhana)
-Membedakan bentuk.
-Dapat mengelompokkan benda/ sesuatu
-Memahami konsep penjumlahan dan pengurangan (sederhana)
-Membaca tanda-tanda umum seperti di jalan.
-Dapat berpikir lebih fleksibel dan sebab akibat.
-Rasa keingintahuan yang besar dan mencari tahu jawabannya.
4.Aspek SOSIAL-EMOSIONAL
-Bisa bermain secara interaktif dengan temannya.
-Berperilaku sesuai dengan norma yang ada di lingkungannya.
-Menghargai adanya perbedaan maupun pendapat orang lain.
-Tidak lagi terlalu bergantung/ lengket pada orangtuanya.
-Dapat menolong orang lain/ temannya.
-Menunjukkan rasa setia kawan dengan temannya.
-Bisa beradaptasi di lingkungan baru seperti teman atau guru.
-Bila diberitahu sesuatu bisa mngerti
-Dapat berkonsentrasi sekitar 15 menit
-Bisa menunggu atau menahan keinginannya.
-Dapat patuh pada aturan dan tuntutan lingkungan.
5.Aspek KEMANDIRIAN
-Sudah bisa makan sendiri
-Pakai baju sendiri
-Menyikat gigi sendiri
-Toilet learning
-Mulai dapat teratur pada rutinitas, misal bangun tidur.
Sumber (ceklist): http://www.kancilku.com
Earth day, 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H