Korupsi ialah suatu tindakan yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan. Sedangkan Koruptor ialah orang yang melakukan korupsi.
Korupsi di Negara kita terus menggila banyak cara yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab demi mendapatkan uang tambahan.
kasus sekarang yang lagi marak di Indonesia yaitu PUNGLI( Pungutan Liar). Pungli yang salah satunya terjadi di Kecamatan Rejoso, Ngajuk. Warga yang mengurus KTP di pungut Rp 50 ribu. Padahal, seharusnya gratis tanpa pungutan. Penarikan pungutan itu terjadi ketika salah satu warga tersebut berada di ruang perekaman, sebut saja Li.
Sang petugas berkilah bahwa uang tersebut akan digunakan untuk mengurus surat pengganti KTP sementara. Sebab, blangko KTP elektronik (e-KTP) saat ini habis. Setelah Li membayar Rp 50 ribu, petugas memberikan kertas kecil berukuran sekitar 10x5 sentimeter. Kertas tersebut digunakan untuk mengambil surat pengganti KTP sementara pada minggu depan.
Sepengetahuan Li, bukan hanya dirinya yang di mintai uang. Beberapa warga yang lain pun dikenai pungutan. Selama dirinya mengantre, setidaknya ada dua orang yang juga membayar masing-masing Rp 50 ribu.
Bedanya, jika Li diminta agar membayar saat melakukan perekaman data, dua orang tersebut menyerahkan uang tersebut saat mengambil KTP yang memang sudah jadi. Siapa petugas yang meminta uang kepada Li ? Ditanya demikian, Li langsung menyebut satu nama petugas di Kecamatan Rejoso. “ semua (bayar) ke Pak Ai ( nama inisial, Red),” lanjut Li.
Ditemui berita ini, kemudian Ai mengakui terus terang bahwa dirinya menerima uang untuk pengurusan KTP. Masing-masing Rp 50 ribu. Menurut dia, uang tersebut digunakan untuk mempercepat pengurusan KTP.
Meski mengakui menerima uang dari warga, Ai berkilah bahwa dirinya tidak memaksa. Itu merupakan iuran sukarela dari warga. “ saya sarankan ke warga sukarela,” elaknya.
Ai mengatakan, uang yang didapat dari pengurus KPT dibagikan kepada beberapa pihak. Termasuk ke beberapa bagian di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil ( Sispendukcapil ) Nganjuk. Yaitu, mulai bagian pendaftaran, perekaman, percetakan, hingga pengaktifan KTP di sana.
Adapun Ai mengaku hanya mendapat Rp 5 ribu hingga Rp 10 Ribu dari total Rp 50 ribu yang diterimanya. Uang untuk petugas di dispendukcapil, lanjut Ai, diserahkan dengan dimasukkan ke berkas di bagian pendaftaran.
- Kasus tersebut termasuk contoh bentuk korupsi Gratifikasi negatif, yang berarti pemberian hadiah dilakukan dengan tujuan pamrih pemberian jenis ini yang telah membudaya dikalangan birokrat maupun pengusaha karena adanya interaksi kepentingan. Dikatakan bentuk Gratifikasi karena kasus itu telah jelas bahwa ketika” Li mengurus KTP diminta pungutan sebesar Rp 50 ribu oleh petugas. Pungutan tersebut akan digunakan untuk mengurus surat pengganti KTP sementara. Sebab, blangko KTP elektronik (e-KTP) saat ini habis. Setelah Li membayar Rp 50 ribu, petugas memberikan kertas kecil berukuran sekitar 10x5 sentimeter. Kertas tersebut digunakan untuk mengambil surat pengganti KTP sementara pada minggu depan. Namun berbeda dengan dua orang yang lain, ia menyerahkan uang tersebut saat mengambil KTP yang memang sudah jadi”.
- Kemudian dalam faktor penyebab korupsi, kasus tersebut masuk dalam faktor ekonomi, “karena petugas pengurus KTP itu meminta pungutan lebih kepada salah satu korban kuropsi dengan alasan biaya pungutan itu digunakan untuk menggatikan blanko yang telah habis”. Hal tersebut terjadi karena kemungkinan tingkat gaji yang tidak memenuhi standar hidup minimal pegawai merupakan masalah sulit yang harus dituntaskan penyelesaiannya. Aparatur pemerintah yang merasa penghasilan yang diterimanya tidak sesuai dengan kontribusi yang diberkannya dalam menjalankan tugas pokoknya tidak akan dapat secara optimal melaksanakan tugas pokoknya.
- Kegiatan korupsi yang dilakukan para koruptor membawa banyak dampak terhadap masyarakat dikalangan masyarakat yang tingkat ekonominy rendah. Kasus tersebut memiliki dampak masif korupsi yang berhubungan dengan Dampak Sosial dan Kemiskinan Masyarakat , bagi masyarakat miskin korupsi mengakibatkan dampak yang luar biasa dan saling bertaur satu sama lain. Pertama, dampak yang dirasakan seperti mahalnya jasa berbagai pelayanan publik. “Seperti kasus pungli yang dilakukan para oknum yang meminta pungutan lebih kepada warga ketika proses pembuatan KTP dengan alasan yang bermacam-macam. Praktek seperti itu yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi”. Beban yang ditanggung para ekonomi akibat korupsi disebut high cost economy. Istilah itu terlihat bahwa potensi korupsi akan sangat besar terjadi di negara-negara yang menerapkan kontrol pemerintah secara ketat dalam praktek perekonomian. Alias memiliki kekuatan monopoli yang besar, karena rentan sekali terhadap penyalahgunaan. Yang disalah gunakan adalah kepentingan-kepentingan yang bersifat pribadi.
- Kondisi ekonomi biaya tinggi ini berimbas pada mahalnya harga jasa dan pelayanan publik, karena harga yang diterapkan harus dapat menutupi kerugian pelaku ekonomi akibat besarnya modal yang dilakukan karna penyelewengan yang mengarah ke tindak korupsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H