Dengan dipublikasikannya dokumen RAPBD 2015 versi DPRD oleh Pemerintah Provinsi Jakarta, semakin tampak dan jelas munculnya dugaan kerugian negara dalam pengadaan UPS Tahun Anggaran 2014. Dalam dokumen RAPBD 2015, alokasi anggaran (Pagu Anggaran) untuk pengadaan UPS di setiap kelurahan dan kecamatan Di Jakarta Barat sebesar Rp.4.220.000.000,00 per unit. Padahal, Pagu Anggaran untuk pengadaan UPS dengan spesifikasi yang sama pada Tahun Anggaran 2014 sebesar Rp.5.994.599.600,00 per unit. Bahkan HPS (Harga Perkiraan Sendiri) untuk seluruh masing-masing pengadaan UPS pada Tahun Anggaran 2014 sebesar Rp.5.974.760.000,00 per unit. Dengan demikian, patut diduga terjadi mark up HPS pengadaan UPS sebesar Rp.1.754.760.000,00 per unit. Berdasarkan informasi yang ditampilkan LPSE DKI Jakarta, ada 50 paket pengadaan UPS dengan pagu dan HPS yang sama pada Tahun Anggaran 2014. Sehingga, total mark up HPS untuk 50 paket pengadaan UPS sebesar Rp.87.738.000.000,00.Kemungkinan mark up akan lebih besar lagi jika penyusunan HPS Pengadaan UPS di atas harga pasar.
Sesuai Pasal 11 Perpres No.54 Tahun 2010 beserta perubahannya, pihak yang mempunyai wewenang menyusun dan menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) pengadaan UPS adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Sedangkan yang berwenang mengumumkan HPS pengadaan UPS adalah Himpunan Pokja I Pemprop DKI Jakarta. Berdasarkan Pasal 66 Ayat (7), penyusunan HPS dikalkulasikan secara keahlian berdasarkan data harga pasar setempat, informasi harga satuan yang dipublikasikan BPS, informasi biaya satuan yang dipublikasikansecara resmi dari asosiasi terkait, daftar biaya/harga yang dikeluarkan oleh Pabrikan/Distributor Tunggal, biaya kontrak sebelumnya atau yang sedang berjalan, dan informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan. Dan yang penting pula, HPS disusun dengan memperhitungkan keuntungan dan biaya overhead yang dianggap wajar (Ayat 8).
Berangkat dari ketentuan tersebut di atas, pihak yang bertanggungjawab dalam penyusunan HPS yang diduga mark up adalah PPK yang ada di lingkungan Sudin Diknas Pendidikan DKI Jakarta. Selain itu, pihak yang patut di duga bertanggungjawab adalah Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran di Lingkungan Diknas Pendidikan DKI Jakarta. Karena yang menunjuk PPK adalah Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran. Selain itu, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran juga bisa diminta pertanggungjawabannya terkait dengan rencana Pagu Anggaran yang ditetapkan dalam Dokumen Anggaran yang diajukan dalam APBD TA 2014.
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran inilah yang berhubungan dengan komisi yang membidangi pendidikan di DPRD DKI Jakarta. Merekalah yang tahu, ada atau tidaknya dana siluman yang dimaksudkan Ahok dalam APBD TA 2014. Sekarang kita tunggu langkah KPK dalam menangani kasus ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H