Perbedaan pendapat mengenai Dana LPS yang diberikan kepada Bank Century, apakah uang negara atau bukan semakin tajam? Apakah premi-premi bank yang dikumpulkan oleh LPS yang selanjutnya digunakan untuk mendanai Bank Century merupakan uang negara atau bukan? Kalau ada perbedaan pendapat ini, maka kontruksi argumentasi harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebelum masuk pemahaman apakah premi-premi bank yang dikumpulkan oleh LPS merupakan uang negara atau bukan, alangkah baiknya kita menyelesaikan dahulu pemahaman, apakah LPS adalah lembaga negara atau badan hukum yang tunduk pada ketentuan hukum perdata?
Kedudukan Hukum LPS
Saat ini, keberadaan LPS di atur oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi Undang-Undang.
UU No. 7 Tahun 2009 di sahkan dan diundangkan pada tanggal 13 Januari 2009 dengan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 3. Walaupun sudah di undangkan, pengertian Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tidak didefenisikan. Berbeda dengan pengertian Bank Indonesia (BI), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), atau lembaga negara/pemerintah lainnya yang didefenisikan dalam peraturan perundang-undangan. Undang-Undang hanya menjelaskan, bahwa LPS adalah "badan hukum" yang dibentuk oleh Undang-Undang (UU No. 24 Tahun 2004) yang bertanggungjawab pada Presiden dan sifatnya independen, transparan, serta akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya (Pasal 3 UU No.24/2004).
Sementara itu, pengertian badan hukum bisa bersifat perdata dan bisa pula bersifat publik. Dalam hukum perdata dan dilihat dari pendiriannya, ada tiga macam badan hukum, yakni : (1) Badan hukum yang diadakan oleh kekuasaan umum (Pemerintah atau Negara); (2) Badan hukum yang diakui oleh kekuasaan umum; dan (3) Badan hukum yang diperkenankan dan yang didirikan dengan tujuan tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan (badan hukum dengan konstruksi keperdataan).
Dengan teori hukum tersebut di atas, LPS merupakan badan hukum yang diadakan oleh kekuasaan umum. Karena pendiriannya dilakukan oleh penguasa dengan Undang-Undang No. 24/2004. Sehingga, LPS termasuk dalam badan hukum publik. Kalau berdasarkan teori-teori hukum yang berkembang di ahli hukum Jerman, suatu badan hukum yang bersifat publik, jika badan hukum itu dianggap mempunyai kekuasaan sebagai penguasa, maka badan hukum tersebut dapat mengambil keputusan-keputusan dan membuat peraturan-peraturan yang mengikat orang lain yang tidak tergabung dalam badan hukum tersebut (wewenang). Dan berdasarkan Undang-Undang No. 24/2004, LPS diberi wewenang untuk membuat keputusan, ketetapan atau peraturan yang mengikat umum.
Menurut Soenawar Soekowati, badan hukum yang didirikan dengan konstruksi hukum publik, belum tentu merupakan badan hukum publik dan juga belum tentu mempunyai wewenang publik. Sebaliknya juga, badan hukum yang didirikan oleh orang-orang swasta, dalam stelsel hukum tertentu mempunyai kewenangan publik. Jadi untuk dapat memecahkan masalah tersebut, dalam stelsel hukum Indonesia dapat digunakan kriteria, yaitu :
1. dilihat dari cara pendiriannya atau terjadinya, artinya badan hukum itu diadakan dengan konstruksi hukum publik yaitu didirikan oleh penguasa dengan undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya, juga meliputi kriteria berikut ;
2. lingkungan kerjanya, yaitu apakah dalam melaksanakan tugasnya badan hukum itu pada umumnya dengan publik atau umum melakukan perbuatan-perbuatan hukum perdata, artinya bertindak dengan kedudukan yang sama dengan publik atau tidak. Jika tidak, maka badan hukum itu merupakan badan hukum publik ; demikian pula dengan kriteria.
3. Mengenai wewenangnya, yaitu apakah badan hukum yang didirikan oleh penguasa itu diberi wewenang untuk membuat keputusan, ketetapan atau peraturan yang mengikat umum. Jika ada wewenang publik, maka ia adalah badan hukum publik.
Jika berangkat dari kriteria diatas, LPS merupakan LEMBAGA POLITIK (pemerintah atau negara) yang berstatus sebagai badan hukum, karena: (1) LPS adalah badan hukum yang didirikan oleh penguasa dengan UU No. 24/2004; (2) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagaimana yang di atur dalam UU No. 24 Tahun 2004, LPS diberi wewenang untuk membuat keputusan, ketetapan atau peraturan yang mengikat umum.
Pasal 6 ayat (1) huruf a UU No. 24/2004, LPS dalam melaksanakan tugasnya mempunyai wewenang menetapkan dan memungut premi penjaminan. Pasal 1 angka 8 UU No.24/2004, Penjaminan Simpanan Nasabah Bank, yang selanjutnya disebut Penjaminan, adalah penjaminan yang dilaksanakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan atas simpanan nasabah bank. Kewenangan ini hanya dimiliki oleh LPS tidak dimiliki oleh badan hukum publik lainnya. Dan penetapan besarnya premi itu sendiri mengikat secara publik. Hal ini semakin membuktikan, LPS adalah lembaga pemerintah/negara yang mempunyai status badan hukum publik. Jadi uang negara yang dipungut LPS adalah Uang Negara. Sehingga termasuk ruang lingkup keuangan negara yang dikelola dan dipertangggungjawabkan kepada negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H