"Jauh. Di selatan"
"Selatan?. Bukankah daerah tersebut sudah mati. Hancur akibat gempa besar 10 tahun lalu"
Dia mengangguk.
"Bagaimana mungkin?" aku tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutku. Bukankah hanya 10 orang yang selamat dari 10.000 jiwa yang ada di sana. Tapi, 10 orang tersebut seharusnya berada di daratan tengah, pusat pemerintahan. Mereka dibawa ke sana untuk melanjutkan hidup mereka demi menjaga keturunan daerah selatan agar tidak punah.
"Mungkin saja" jawabnya acuh.
"Buktinya" aku masih tidak percaya.
"Tidak ada"
"Kalau begitu aku tidak akan pernah percaya"
"Tidak mengapa" dia tersenyum.
Aku kembali terdiam. Pembicaraan berhenti di sini. Dan, sepertinya, dia sama sekali tidak berniat untuk berbicara denganku. Kata-kata pertamanya tadi lebih kurang, mungkin sejenis informasi. Tapi, inilah yang membuatku semakin penasaran. Apa maksudnya berbicara seperti itu?. Dan, mengapa dia mengatakan hal itu padaku?. Ya, tidak menutup kemungkinan kalau itu hanyalah, sekali lagi, ucapan sambil lalu seorang gelandangan. Tapi, mengapa?
"Ya, baiklah" aku mencoba kembali memulai percakapan. Kali ini dengan niat lebih dari sekedar menghabiskannya untuk sebuah obrolan biasa.