Mohon tunggu...
Eunike Pakiding
Eunike Pakiding Mohon Tunggu... Administrasi - Kuli Kopi yang Suka Menulis

Ingat, Pena lebih kuat dari Pedang || Calamus gladio fortior

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Pendaki Sekarang Suka Teriak "Tidak Jelas" di Gunung

8 September 2017   09:57 Diperbarui: 8 September 2017   12:27 1701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Shutterstock / Ilustrasi

"Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung." Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran

 Tradisi Naik Gunung sekarang ini lagi marak-maraknya. Dulu hanya digemari oleh kelompok-kelompok manusia yang bergerak di bidang lingkungan hidup, konservasi alam, petualangan alam bebas yang tergabung membentuk sebuah komunitas yang diberi label "PECINTA ALAM". Di Tingkat SMA dikenal dengan istilah SISPALA (Siswa Pecinta Alam) di Tingkat Mahasiswa dikenal dengan istilah MAPALA (Mahasiswa Pecinta Alam) kemudian di Tingkat Umum dikenal dengan KPA (Komunitas Pecinta Alam) atau OPA (Organisasi Pecinta Alam). Bahkan di tiap-tiap daerah di Indonesia, punya Gerakan Pecinta Alamnya masing-masing. Jadi bisa dihitung-hitunglah jumlah komunitas Pecinta Alam di Indonesia. Ini bagus kedengarannya, karena semakin banyak jiwa-jiwa yang hidup untuk peduli kepada Alam Indonesia.

Namun pada faktanya, sangat disayangkan tujuan naik gunung yang Soe Hok Gie gagas diawal, dirusak oleh sebagian orang. Beberapa curhatan pendaki-pendaki senior di media sosial mengkritik soal ulah para pendaki masa kini, diantaranya:

  • Gunung yang masa lalu betul-betul terjaga kelestariannya, sekarang sudah banyak sampah di camp-camp tertentu tempat pendaki mendirikan tenda.
  • Dulu masih jarang yang mendaki, sekarang gunung sudah seperti lautan manusia
  • Dulu saat kita mendaki, betul-betul sunyi sehingga kita sangat menikmati waktu kita bersama sang pencipta, alam dan diri kita sendiri. Tapi sekarang, gunung seperti konser musik, bahkan manusianya teriak sana-sini ngak jelas.
  • Dulu ketika bertemu dengan sesame pendaki dijalan, semua saling menyapa sehingga kekeluargaannya kita terasa banget, sekarang semua pada acuh siapa kamu-siapa saya. tapi masih ada juga sebagian pendaki yang saling menyapa.
  • Dulu jarang ada kecelakaan digunung, tapi sekarang sudah sering terjadi padahal alat pendakian sudah semakin canggih.
  • Puncak dulu tempat kita sujud syukur dan merenungi nikmat Tuhan yang mana lagi yang kau dustakan? Sekarang di puncak tidak ada lagi ruang untuk melakukan hal seperti itu karena dipenuhi Fotografer dan Model Dadakan.

Saya juga wanita yang suka dengan petualangan alam bebas, membaca kritik dari pendaki-pendaki senior memang betul banyak kita temui di gunung, paling menjengkelkannya lagi, sama mereka yang suka teriak-teriak ngak jelas digunung, sudut sini teriak sudut sana membalas, bahkan ada yang sampai bercerita terlalu tinggi tapi ngak kelihatan, "CERITANYA KEBANGETAN" Pendaki beneran ngak akan banyak ribut dan pamer sana-sini. Saya salut sama pendaki-pendaki senior tidak banyak ribut, tidak "Sok", paling ributnya soal safety kita di perjalanan, bukan sama hal-hal yang ngak jelas kayak pendaki masa kini "KEAKUANNYA" Sangat tinggi.

Terakhir dari saya, Mendaki gunung bukan ajang kompetisi soal jumlah gunung dan sejauh mana kamu pergi. Atau soal siapa yang suaranya paling keras digunung Tapi ini soal bagaimana kamu mencintai alam dengan cara kamu yang wajar sebagai bentuk syukur atas berkat Tuhan yang Gratis ini.

Jadi STOP TERIAK-TERIAK NGAK JELAS DIGUNUNG, KARENA ITU SANGAT MENGGANGGU.PENDAKI YANG LAIN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun