Baru-baru ini, banyak klaim yang mengatakan bahwa penyakit Mpox disebabkan oleh efek samping vaksin COVID-19. Sebenarnya apa itu Mpox? Apakah benar Mpox muncul setelah adanya COVID-19? Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH, menegaskan, bahwa klaim tersebut tidak berdasar. Dalam rilis Kemenkes, Senin, (2/9/2024), Â dr. Syahril menjelaskan bahwa Mpox dan COVID-19 adalah dua penyakit yang berbeda dan tidak memiliki keterkaitan.
Saya sendiri setuju dengan pernyataan Kemenkes RI, jika Mpox dan COVID-19 tidak memiliki keterkaitan sama sekali. Isu-isu yang beredar hanyalah pernyaatan hoaks yang tidak mendasar. Ada beberapa alasan yang membuktikan bahwa Mpox tidak memiliki keterkaitan dengan COVID-19.
"Mpox telah ada jauh sebelum munculnya COVID-19 dan vaksin COVID-19. Kasus Mpox pertama kali dilaporkan pada tahun 1970 di Republik Demokratik Kongo, Mpox endemis di Afrika Barat dan Tengah, termasuk di negara-negara seperti Afrika Selatan, Pantai Gading, Kongo, Nigeria, dan Uganda," kata dr. Syahril.
Sekarang, kasus Mpox kembali menjadi perhatian Internasional. Mpox mulai menyebar kembali di negara-negara Afrika, bahkan sampai ke luar Afrika. Di Indonesia sendiri, Plt. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI, dr. Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan bahwa hingga Selasa (3/9/2024), total jumlah kasus Mpox di Indonesia mencapai 88 pasien. Belum ada penambahan kasus pasien Mpox di Indonesia. Tetapi ada beberapa suspek Mpox, termasuk di Yogyakarta, Bali, Jakarta, dan Kalimantan.
Menurut laman WHO, Mpox menyebar melalui kontak fisik, apalagi melalui anggota satu rumah. Kontak fisik ini termasuk kontak kulit-ke-kulit (sentuhan atau seks), kontak mulut-ke-mulut, atau mulut-ke-kulit, dan dapat juga mencakup tatap muka dengan seseorang yang mengidap Mpox (bercakap-cakap, bernapas berdekatan, yang menghasilkan partikel pernapasan menular). Selain itu, Mpox juga dapat menyebar lewat barang yang terkontaminasi. Cara penyebaran Mpox mungkin sering dianggap sama seperti cara penyebaran COVID-19. Nyatanya, Mpox tidak dapat menyebar melalui udara seperti COVID-19.
Beberapa gejala umum penyakit Mpox yang perlu diketahui adalah sakit kepala, demam dan meriang, nyeri otot, ruam dan lesi kulit, kelenjar getah bening bengkak, serta kelelahan. Jika anda mengalami gejala-gejala yang sama seperti yang disebutkan di atas, sebaiknya waspada, dan segera pergi ke klinik terdekat.
Para ilmuan mengatakan bahwa mereka mengetahui lebih banyak tentang Mpox dibanding COVID-19, karena penyakit ini telah ada lama. Tidak seperti pada awal pandemi Covid-19, terjadi perlombaan untuk mengembangkan vaksin. Vaksin Mpox sudah tersedia saat ini. Mpox terkait dengan cacar, penyakit yang diberantas di dunia melalui vaksinasi pada tahun 1980. Pada saat ini, Kementerian Kesehatan hanya membagikan vaksinasi Mpox untuk kelompok risiko tinggi.
Menurut situs Mitra Keluarga, terdapat beberapa cara untuk mencegah Mpox. Cara yang pertama, hindari kontak fisik dengan orang yang terinfeksi atau material yang terkontaminasi virus Mpox. Kedua, batasi konsumsi makanan dengan darah atau daging yang tidak dimasak dengan baik. Terakhir, terapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Lakukan kebersihan tangan yang baik setelah kontak dengan hewan atau manusia yang terinfeksi.
Dr. Syahril mengingatkan masyarakat untuk tetap waspada dan mengikuti anjuran kesehatan yang telah diterbitkan oleh Kemenkes RI dalam FAQ Mpox terbaru tahun 2024, guna mencegah penyebaran penyakit ini. Lebih baik kita menjaga diri, daripada terlanjur terpapar virus Mpox.
Jadi, dengan adanya penjelasan ini, Kemenkes RI berharap masyarakat tidak terpengaruh oleh informasi hoaks terkait adanya hubungan antara Mpox dan COVID-19, serta tetap menjaga kesehatan dengan mengikuti protokol kesehatan yang telah ditetapkan. Semoga kita semua selalu dilindungi dari segala sakit penyakit, serta dijauhkan dari informasi yang tidak benar.