Bahwa buku memiliki kekuatan, itu satu hal yang tidak bisa dibantah. Walau kuamati, kekuatan itu hanya timbul karena ada minat untuk membaca. Buku dan kegiatan membaca telah bersinergi selama bertahun-tahun, berabad-abad, bahkan beribu tahun telah mengubah pikiran seseorang, mempengaruhi kelompok, telah mendorong revolusi di berbagai negara dan telah mengubah peradaban.
Membaca dan Jasa Ibu
Hobi membaca timbul dan menjadi bagian dalam diriku karena ibuku rajin dan berusaha membacakan majalah Bobo untukku setiap siang saat akan tidur siang dan menjelang tidur malam.
Setelah belajar membaca di sekolah, betapa senangnya saat suatu hari aku berhasil membaca satu kalimat untuk pertama kalinya. Ketika itu aku segera mencari ibuku dan memamerkan keahlian baruku. Bahwa aku bisa mengerti suatu cerita tanpa harus dibacakan orang lain.
Sejak saat itu buku menjadi teman bagiku. Sejak saat itu aku tidak bisa berhenti membaca. Tidak ada hari tanpa membaca. Dan tentu saja tiada hari tanpa buku. Aku masih ingat rasanya kasur empuk tempat aku membaca dan biskuit yang ditaburin lelehan coklat sebagai topping (sekarang biskuit ini langka di pasaran) yang menemaniku membaca. Membaca buku adalah kenikmatan yang tak terkatakan.
Buku bergambar yang indah (alias komik) favoritku adalah TinTin. Herge, pengarangnya, mengajakku berkelana dan mengenal budaya dari berbagai bangsa lewat gambar dan cerita petualangan Tin Tin. Enid Blyton, seorang pengarang produktif dan guru mengajarku banyak hal lewat buku-bukunya. Cerita silat yang ditulis Chin Yung dan Kho Ping Hoo membuatku lupa segalanya. Chin Yung, salah seorang pengarang cerita silat paling top di dunia mengajakku menjelajahi dunia kang auw. Karena sangat mengasyikkan, kemana-mana aku jadi membawa buku silat yang tipis dan membacanya. Walau kini bukuku hanya tiga almari, tetapi rasanya aku telah membaca ratusan buku yang ada di perpustakaan sekolah atau persewaan buku komersil.
Menulis Artikel
Karena banyak membaca buku, aku sering mendapat nilai bagus di pelajaran mengarang di sekolah. Pada di usia 17 tahun, saat membaca sebuah artikel, tiba-tiba aku merasa aku juga bisa menulis artikel seperti itu, maka aku menulis sebuah artikel, menyalinnya dengan mesin ketik tua ayahku, mengirimkan ke redaksi majalah, dan aku tidak bisa percaya ketika suatu hari di majalah yang dibeli kakakku, aku membaca tulisanku sendiri. Tulisan di majalah itu diikuti beberapa artikel lain dariku yang dimuat di majalah.
Kesibukan kerja membuati tidak aktif menulis. Namun itu bukan berarti aku berhenti total dari kegiatan yang satu ini. Dan mengerjakan sesuatu tidak boleh setengah-setengah maka aku belajar untuk menulis lebih baik. Aku kursus menulis jarak jauh di Writers Bureau, Manchester, UK. Aku harus bayar mahal karena saat itu ada krisis moneter. Biaya untuk mengirim tulisanku ke Manchester untuk diperiksa juga mahal sekali. Melihat perkembangan internet sekarang, aku jadi masgul bila teringat biaya yang aku keluarkan saat itu.
Sesekali aku mengikuti lomba menulis. Pada suatu lomba penulisan artikel tingkat propinsi, aku meraih juara ke tiga.
Menulis di Internet