Tulisan ini adalah semacam kilas balik atau rangkuman apa yang telah diperbuat oleh seorang Jusuf Kalla bagi Indonesia. Boleh dipakai sebagai pertimbangan apakah Jusuf Kalla pantas dicalonkan kembali sebagai wakil presiden Republik Indonesia.
Baca juga:
Apakah Jusuf Kalla Layak Dicalonkan Kembali Sebagai Wapres? (1)
JK Cepat Mengambil Keputusan
Sebagai wakil presiden, Jusuf Kalla yang cepat mengambil keputusan mengaku sering gemas melihat jalannya pemerintahan yang dinilainya lamban. Rapat berhari-hari, keputusannya tak kunjung tiba. Adakalanya ia ingin ikut mengambil keputusan agar pemerintahan bisa berjalan lebih cepat. Namun, ia menyadari, dirinya hanyalah seorang wakil presiden yang tidak memiliki kewenangan. Ia hanya bisa menjalankan sesuatu yang sudah diputuskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di sidang kabinet.
Jusuf Kalla berangan-angan sekiranya ada keputusan wapres (kepwapres), tentu semua kebijakan sudah ia ambil sehingga semuanya bisa berjalan dengan cepat dan lebih baik. Dengan demikian, krisis bisa segera kita selesaikan. Tetapi ini bukan hal yang bisa dilakukan. Suatu Negara akan lebih baik bila pimpinan puncak dan pengambil kebijakan utama cukup ditangan satu orang yaitu presiden. Kepwapres mungkin cuma cocok bila wakil presidennya Jusuf Kalla.
Sebagai wakil presiden, tentu ia tidak boleh melampaui kewenangan presiden. Namun, pada praktiknya, sejumlah tugas yang ia jalankan dirasakannya sebagai suatu tugas yang melebihi tanggung jawabnya. Sebut saja bagaimana ia mewujudkan perdamaian di Nanggroe Aceh Darussalam.
Dibutuhkan Pemimpin Yang Berani Ambil Resiko
Indonesia membutuhkan pemimpin yang memiliki semangat kepemimpinan untuk membawa ke arah yang benar seperti Jusuf Kalla. Pemimpin seperti ini diyakini bisa membawa kemajuan bagi Indonesia. Pemimpin seperti Jusuf Kalla menjalankan pemerintahan tanpa ragu-ragu, berani mengambil risiko dan menjaga keharmonian seluruh komponen bangsa. Pemimpin yang berani menunjukkan jalan yang benar dan berani ambil risiko atas tindakannya tidaklah mudah didapat. Indonesia juga butuh pemimpin yang berani mengambil kebijakan, baik yang populer maupun tidak populer. Hal ini lagi-lagi diperagakan oleh Jusuf Kalla.
Saat itu Wakil Presiden Jusuf Kalla seperti semua yang duduk di kursi pemerintahan tahu bahwa kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tidak mungkin dibatalkan. Harga minyak dunia meroket gila-gilaan menyusul krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat. Kenaikan harga BBM menunggu kesiapannya saja. Sebelum mengumumkan, pemerintah akan melakukan evaluasi kesiapan bantuan langsung tunai (BLT).Penyaluran BLT yang juga adalah usulan Jusuf Kalla harus bersamaan dengan pengumuman kenaikan harga BBM.
Pemerintah saat itu mengalami penolakan DPR,tetapi Jusuf Kalla tegas mengambil keputusan menaikkan harga BBM. Jusuf Kalla mengatakan, keputusan menaikkan harga BBM merupakan pilihan terakhir yang diambil pemerintah, setelah pemerintah menggunakan cara lain untuk mengurangi beban APBN akibat melonjaknya harga minyak dunia. Sebab, kalau BBM tidak dinaikkan, maka subsidi akan membengkak menjadi Rp 250 trilyun dan akan mengalami defisit sebesar Rp 150 trilyun. Tidak ada uang untuk menambah besaran subsidi. Saat ini hanya Indonesia yang memberikan subsidi sangat besar pada BBM, demikian yang dikatakan Jusuf Kalla.
Maka Wakil Presiden Jusuf Kalla tampil di berbagai media di Indonesia baik media cetak maupun elektronik dan mengumumkan kenaikan harga BBM. Dia melakukan hal itu tiga kali. Karena itu rakyat Indonesia agak kesal terhadap Jusuf Kalla pada waktu itu. Kenapa juga wakil presiden ini membuat keputusan yang menyengsarakan rakyat. Maka seorang Jusuf Kalla menimbulkan was-was bagi rakyat karena ialah yang mengumumkan kenaikan BBM tiga kali, lain halnya dengan sosok santun Soesilo Bambang Yudhoyono yang kemudian mengumumkan penurunan harga BBM tiga kali.
Tetapi Jusuf Kalla juga melontarkan ide brillian yaitu Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk mengatasi dampak kenaikan harga BBM bagi rakyat miskin. Ia memastikan saat BBM diumumkan naik, maka saat itu pula penyaluran BLT keluar.
Lagi-lagi Jusuf Kalla menelorkan ide konversi BBM ke Gas. Kebijakan yang cukup asing bagi sebagian rakyat yang terbiasa menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar. Meski tidak popular, Jusuf Kalla melakukannya juga.
“Faktor penting yang menghambat (kemajuan bangsa) adalah kelambatan menggambil keputusan. Tidak ada yang mau ambil risiko. Hal ini merupakan sebab perlambatan ekonomi kita,” ungkap Jusuf Kalla pada suatu kesempatan.
Saat JK Ditolak untuk Kembali Menjadi Wakil Presiden
Mungkin dalam puncak kepemimpinan tidak baik ada matahari kembar. Matahari sebagai pusat segalanya cukup satu saja. Meskipun Jusuf Kalla mengatakan Indonesia terlalu luas untuk diurus oleh satu orang saja, pernyataan ini memunculkan anggapan bahwa Jusuf Kalla telah melampaui kewenangannya sebagai wakil presiden sehingga pada awal pemerintahan SBY-JK, sering ada pertanyaan, ”Ini duet atau duel?” Mungkin inilah yang menjadi pertimbangan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono saat memutuskan wakil presiden untuk tahun pemerintahannya yang kedua, tahun 2009-2014. Presiden SBY dan partainya Partai Demokrat menolak Jusuf Kalla untuk kembali berpasangan dengan SBY dan memilih Prof. Boediono sebagai wakil presiden.
Ketika gagal berpasangan kembali dengan Susilo Bambang Yudoyono sebagai presiden dan wakli presiden 2009-2014 Jusuf Kalla tetap menampilkan keoptimisan. Dia sebagai ketua Golongan Karya (Golkar) yang dicalonkan sebagai presiden akhirnya mewujudkan deklarasi sebagai capres dan cawapres bersama Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat Jenderal (Purn) Wiranto.
Selain mempertegas sikap menjadi capres dari Partai Golkar, Jusuf Kalla menyatakan optimisdapat membawa pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa mendatang sebesar delapan persen. Jusuf Kalla juga optimis bisa mengatasi pengangguran dan kemiskinan di Indonesia dengan keputusan yang cepat dan lebih baik.
Jusuf Kalla sekalipun unggul dalam debat presiden kalah telak dalam Pemilihan Umum 2009. Maka sesuai janjinya dia pun pulang ke tanah kelahirannya di Bone dan menurus Mesjid di tempat itu.
Optimisme JK
Jarang ada tokoh seoptimis Jusuf Kalla. Sebagian besar ucapannya sangat menenteramkan hati bangsa Indonesia. Dalam satu kesempatan ia berucap, “Tidak ada masalah bangsa yang tidak dapat diselesaikan”. Ini adalah kalimat yang menyiratkan kebanggaan akan bangsa Indonesia dan keoptimisan. Seandainya bangsa Indonesia yang cemas ini diibaratkan sebagai orang-orang berpenyakit anemia (kekurangan darah), Jusuf Kalla lah yang menyuntikkan darah segar ke banyak orang Indonesia, menghidupkan lagi rasa optimis yang telah hilang. Kita butuh pemimpin yang seperti ini. Seandainya Jusuf Kalla tidak bisa lagi menjadi presiden ataupun wakil presiden, biarlah dia menjadi pemimpin bagi negeri ini. Mungkin jabatan penasehat Presiden cocok untuk seorang Jusuf Kalla. Atau pemimpin pengusaha Indonesia. Sayang sekali jika kita menyia-nyiakan energi dan kekuatan seorang Jusuf Kalla.
Maka mantan wakil presiden Jusuf Kalla terpilih sebagai ketua Centrist Asia Pacific Democrates International (CAPDI) tiga kali berturut-turut. Jusuf Kalla memimpin organisasi perdamaian dunia ini untuk selama dua belas tahun. Kemudian dia juga harus kembali ke Jakarta karena terpilih menjadi Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI). Di bawah kepemimpinan Jusuf Kalla, PMI nampak lebih 'hidup' dan dinamis. Dalam hal donor darah misalnya, Jusuf Kalla telah mencanangkan terobosan dengan menjadikan kegiatan donor darah sebagai gaya hidup masyarakat perkotaan. Ketua Palang Merah Indonesia Jusuf Kalla terpilih sebagai People of The Year 2011.
Ditambah lagi Muktamar Dewan Masjid Indonesia (DMI) telah memohon, mendaulat dan secara aklamasi memilih Jusuf Kalla sebagai Ketua Umum DMI.
Dengan rasa optimis dan sifatnya yang humoris meskipun kalah dalam pemilihan presiden 2009, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla masih bisa berkelakar. "Orang masih ingat saja pada jargon 'lebih cepat lebih baik', tadi saya jalan ke sini, dua orang bilang begitu sama saya, mungkin orang sudah lupa sama 'lanjutkan'," kata Jusuf Kalla dalam diskusi pemasaran politik di Sekolah Pascasarjana Universitas Paramadina, Kamis, 21 Juli 2011.
Slogan 'Lebih cepat lebih baik' adalah jargon pasangan Jusuf Kalla-Wiranto dalam pemilihan presiden lalu. Sedangkan 'Lanjutkan' adalah slogan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Semua yang mendengar kata-kata Jusuf Kalla diatas pasti tersenyum.
"Sayangnya branding saya munculnya setelah saya kalah, mungkin perlu dibuat teori bahwa branding akan muncul setelah seseorang kalah," kata Jusuf Kalla. Kali ini kata-katanya disambut gelak tawa peserta diskusi.
Jusuf Kalla menganalisis, dia gagal menang dengan jargonnya karena sebagai Wakil Presiden tak cukup jelas apa hasil kerjanya dibanding presiden. "Sekarang setelah saya tidak ada, jadi jelas sedikit," kata Jusuf Kalla sambil tertawa terkekeh. Kali ini kata-katanya patut direnungkan.
Jadi seorang Jusuf Kalla bergulat dan memberi contoh untuk bersikap optimis di tengah kondisi krisis optimisme yang menjangkiti bangsa ini. Seorang Jusuf Kalla mencetus ide, mencerahkan,berbuat,menawarkan alternatif, yang semuanya ditujukan demi kemajuan bangsa. Jusuf Kalla dinilai sebagai salah satu dari sedikit pejabat negara yang tidak hilang setelah suksesi kepemimpinanApa yang ditunjukkan Jusuf Kalla mampu menjaga nyala api optimisme bangsa yang semakin meredup. Gagasan besar, aksi nyata, dan pengaruhnya mampu memberi inspirasi dan menjadi acuan bagi bangsa Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H