Mohon tunggu...
Eulalia Adventi
Eulalia Adventi Mohon Tunggu... -

Saya dari Purwokerto, tapi berhubung kata "Purwokerto" belum ada dalam daftar kota, maka saya tulis asal kota dari Tegal, yang paling dekat dengan Purwokerto

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Benih yang tersemai kian bertumbuh

8 Juli 2011   09:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:50 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nak, kau hadir di rahimku. Benih suamiku bertemu dengan dewi ovum yang bertahta dalam relung rahimku, hingga tumbuhlah manusia baru. Perlahan, seluruh detail tubuhmu terajut dalam jalinan berbagai zat yang masuk ke tubuhku. Detak jantung berdenyut teratur. Nafas kehidupanmu pun ditiupkan Sang Pencipta ketika kau tumbuh di perutku. Menjadi ibu, bukankah itu anugerah nan ajaib ?

Kekasihku, kau hadir tanpa membawa banyak derita. Tak ada muntah di bulan pertama. Hanya sesekali mual jika penat menggayuti badan. Merasa lebih cepat lelah, mungkin itu efek karena badan kini menyangga nyawa seorang manusia. Terima kasih nak, bahkan sejak awal hadirmu pun kau tak pernah merepotkan ibumu.

Kini kau dan aku menjadi satu. Tubuhmu terguncang saat aku terbatuk. Badanku menggigil ketika sore beranjak senja, tanda kau ingin berhenti bermain. Aku pun mengantuk. Namun ketika malam tiba, aku terbangun saat purnama di puncak langit.

Sekarang aku lebih cepat merasa lapar. Buah dan sayur beraneka, itu santapan harian. Aku pun belajar makan daging sedikit. Demi kau, Nak. Nutrisi dari hewan yang dulu selalu kuhindari kini harus ikut kusantap. Supaya kau dan aku sehat. Kita bisa menikmati hari bersama. Kita mengukir bersama jalinan cerita di dunia ini. Tentu bersama ayahmu juga.

Ayahmu kini kerap membacakan buku untukku. Untuk kita, Nak. Bacaan pengantar tidur, supaya kita terlelap dalam buaian negeri dongeng. Kita bermimpi bersama. Tentang bisikan langit senja yang kita tatap di tepi pantai. Atau hembusan daun padi yang kita nikmati di pinggir sawah. Juga tentang kupu-kupu yang terbang menggapai pelangi. Atau tangis anak rusa saat kebingungan mencari orangtuanya.

Nak, sekarang perjalananku tak lagi sendiri. Kau selalu mengiringiku. Saat kita naik bis ke Cilongok, kau belajar tentang ayam yang bisa tertawa. Kokoknya panjang seperti orang terkekeh. Atau saat bersama ayahmu kita naik motor ke Purbalingga. Kita makan mie pangsit, lalu ayahmu membelikanku celana longgar. Supaya kau tumbuh dengan nyaman di perutku. Jika tubuhmu terguncang karena perjalanan naik bis atau motor, jadilah kuat, Nak.

Kemarin kita menikmati sore berdua saja. Menyusuri jalanan Purwokerto menjelang senja. Berhenti di kios buah dan pondok gerobak sop buah. Sore ini kita juga hanya berdua di kamar. Sebentar lagi ayahmu pulang, tentu kau senang jika dia datang dengan banyak cerita.

Nak, ketika kutulis ini, kuberharap suatu hari kelak kau membacanya.

Rabu, 18 Mei 2011

[caption id="" align="alignnone" width="300" caption="Foto ini dari yesaya.indocell.net"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun