Pemberlakukan aturan pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi COVID-19 membuat anak di berbagai jenjang pendidikan harus belajar dari rumah dan menghabiskan banyak waktu untuk berselancar di internet. Aktivitas di rumah saya yang diharapkan menekan penyebaran COVID-19 malah meningkatkan potensi kekerasan dan eksploitasi seksual pada anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendata laporan pengaduan kekerasan seksuak anak sepanjang tahun 2020 sebanyak 419 kasus dan harus diakui bahwa angka ini tentu saja tidak benar-benar menggambarkan banyaknya kasus kekerasan seksual anak di Indonesia karena data berasal dari laporan pengaduan. Akan tetapi data tersebut cukup untuk menggambarkan gentingnya problem ini.
Di masa pandemi ini, kasus kekerasan yang dialami oleh anak tidak hanya berwujud kontak fisik (yang disertai dengan paksaan dan ancaman), tetapi juga berupa aksi non-kontak seperti terlibat pornografi, mendapat kiriman foto atau video bermuatan aktivitas seksual, hingga menyaksikan aksi seksual orang dewasa. Hal tersebut menunjukkan bahwa baik di dunia maya dan dalam ranah publik kehidupan sehari-hari pun anak-anak sangat rentan akan kekerasan seksual. Mereka sangat membutuhkan pengawasan dan perlindungan dari aksi kekerasan seksual, termasuk edukasi agar mereka dapat melindungi dirinya sendiri.
Pendidikan seksualitas telah terbukti oleh berbagai penelitian dapat mencegah terjadinya pelecehan seksual pada anak. Dengan adanya pendidikan seksualitas dapat menjadi proteksi diri bagi anak sekaligus memberikan pemahaman pada anak untuk semakin mengenal dirinya sendiri dan berani mengambil tindakan atas hal tidak menyenangkan yang terjadi pada dirinya.
Sekolah sebagai salah satu tempat memperoleh informasi dan pengetahuan belum dapat melakukan perannya secara maksimal dalam hal pendidikan seksualitas. Hal ini dikarenakan pendidikan seksualitas dalam kurikulum pembelajaran tahun 2013 hanya berupa materi kesehatan reproduksi saja. Sementara orang tua sebagai pemberi pendidikan yang pertama dan utama dalam keluarga pun tidak sedikit yang menolak memberikan pendidikan seks pada anak dengan alasan tabu.
Salah satu materi paling umum dalam pendidikan seksualitas adalah pubertas. Pubertas terjadi pada masa remaja awal dengan usia yang beragam tergantung setiap anak. Banyak masyarakat yang menganggap bahwa pubertas merupakan hal yang sudah biasa dan umum sehingga tidak perlu ada perhatian khusus bagi anak ketika memasuki masa ini. Padahal, masa pubertas membawa banyak perubahan pada diri remaja di antaranya perubahan fisik, emosi, sosial, hingga kognitifnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H