Mohon tunggu...
Eudocia Adriani
Eudocia Adriani Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

WN Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Money

Siapkah Saya Menjadi Entrepreneur?

10 Oktober 2011   01:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:09 904
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Apakah seorang entrepreneur adalah seorang risk taker? Pertanyaan tersebut mengemuka di antara peserta Square One Entrepreneur Class, dengan tajuk “Am I Ready to be An Entrepreneur?”, Minggu, 9 Oktober 2011, di Teraskota Entertainment Center, Unit G-18, BSD City, Tangerang.

“Seseorang menjadi entrepreneur bukan karena mau memiliki hidup yang beresiko,” jawab nara sumber B. Agus Finardi, SE, MA, yang juga pengajar matakuliah Enterpreneurship di Swiss German University. “Seseorang ingin menjadi entrepreneur karena ada benefit non materi, seperti tantangan, otonomi, pengakuan, excitement dan dapat lebih bebas berkreasi dengan selalu menakar resiko yang ada.”

Co-Owner Bafardi Group (Square One, Absolut Surf, Davka-Nike, dll.) tersebut menambahkan, entrepreneur dalam memandang resiko sebenarnya melihat, bahwa bekerja untuk orang lain juga beresiko, seperti resiko akan menjadi bosan dengan pekerjaan, dipecat, atau bekerja dengan boss yang tidak cocok. Resiko-resiko tersebut diganti menjadi resiko entrepreneur seperti financial uncertainty, kegagalan, rasa malu jika gagal, maupun kehilangan investasi.

Namun dengan keyakinan dan kemampuan diri sendiri (leadership, kerja keras, jejaring) dan aset (uang, intellectual property, informasi, dan akses), seorang entrepreneur dapat mengurangi resiko berprofesi menjadi entrepreneur.

Menurut Agus, entrepreneur adalah seseorang yang berani mengambil resiko dengan selalu dapat melihat kesempatan (opportunity) dan mengubah menjadi produk (product) atau layanan (service) yang dapat dijual (sell).

Agus mengingatkan peserta agar tak hanya bisa melihat kesempatan saja. “Jangan hanya menjadi cocktail entrepreneur, kita jangan mau hanya menjadi pemimpi yang hanya membicarakan kesuksesan orang lain”.

Dalam kelas tersebut disampaikan bahwa modal utama seorang entrepreneur adalah passion, reputasi (integritas), dan network (jejaring).

Kecintaan atau passion, haruslah dilengkapi dengan kemampuan membuat perencanaan bisnis yang baik, sehingga dapat menjalankan passion tersebut sebagai bisnis yang profitable.

Agus, yang meraih gelar Master of Arts (MA) Marketing Management di Middlesex University Business School, London, UK, sangat menekankan pentingnya reputasi atau integritas bagi seorang entrepreneur, dimulai dari reputasinya dalam lingkup paling kecil seperti dalam keluarga. “Saya memulai bisnis dengan modal yang saya pinjam dari keluarga saya,” akunya. “Karena mereka percaya pada saya, pada reputasi saya”.

Khusus mengenai network (jejaring), Agus menyarankan untuk membangun jejaring seluas-luasnya. Tak hanya di industri yang sama, bahkan jangan segan untuk berjejaring lintas generasi. Agus mengungkapkan, pemasok brownie di Square One Café miliknya adalah mahasiswa didiknya di Swiss German University.

Sebagai penutup, finalis UK Alumni Award 2008 dalam bidang Social Entrepreneurship itu menyatakan, entrepreneur bukanlah small business owner yang cukup puas dengan apa yang dihasilkan (stabilitas usaha), melainkan terus mengejar inovasi, profit, dan growth. Sebagai entrepreneur, kita harusselalu mencari tantangan untuk berkembang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun