Saat awal pandemi Covid-19 tempo hari, aktivitas di luar rumah jadi dibatasi. Segala macam bentuk kerumunan dilarang. Banyak instansi memberlakukan work from home, bahkan sekolah pun dilakukan secara daring.
Berani bandel atau melawan aturan, bakal kena saksi. Saat itulah kaum rebahan bak jadi pahlawan.
Sebab, mereka merasa kebiasaan rebahan mereka telah mengurangi resiko penularan virus corona. Memang benar, berada di rumah saja bisa menurunkan resiko tersebut.
Tapi, jika di rumah dengan rebahan terus, resiko terkena penyakit tidak menular (PTM) meningkat. Ini sih, lepas dari mulut buaya masuk ke mulut harimau. Sama-sama dalam bahaya!
Pembatasan aktivitas sosial itu bukan berarti menambah waktu rebahan di rumah. Melainkan aktivitas yang biasanya dilakukan di luar rumah untuk sementara dilakukan di rumah saja. Jadi jangan merasa jadi pahlawan ketika di rumah saja itu hanya rebahan.
Rebahan atau bahasa kerennya disebut sebagai gaya hidup sedenteri ini, beresiko terhadap kesehatan.
Hal ini diungkapkan dr. Muhammad Soffiudin dalam event Danone Reunite yang diselenggarakan Danone Indonesia bersama Kompasiana pada 11 Desember 2020 yang lalu.
dr. Soffi, begitu beliau biasa disapa, memaparkan Revolusi Gaya Hidup Sehat di Tengah Pandemi Covid-19. Salah satu topik yang dibahas adalah sedentary life dan bahayanya bagi kesehatan.
Resiko Penyakit Tidak Menular Yang Mengancam Kaum Sedenteri
Gaya hidup sedentari yang diidentikkan dengan rebahan, adalah gaya hidup kurang bergerak dan terlalu banyak duduk.
Bahkan, kebiasaan terlalu banyak duduk disebut sebagai sitting is the new smoking. Wah, kok bisa ya? Terlalu banyak duduk, disebut sama dengan merokok.