Mohon tunggu...
Ety Ekowati
Ety Ekowati Mohon Tunggu... karyawan -

Belajar melihat , mendengar ,merasa ,mengolah dan menuangkan kedalam rangkaian kata arti sebuah rasa dalam hidup ini.dan berbagi dalam kesyukuran akan semuanya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kurindu Tukang Pos Bawa Kartu Idul Fitri Untukku

11 Juli 2016   12:43 Diperbarui: 11 Juli 2016   13:00 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam perjalanan pulang membeli daging sekilo setengah , bumbu bumbu , ketupat , kue bolu dan beberapa ikat kembang segar khas lebaran disebuah pasar tradisional, terjadi dialog ringan antara aku dan suami.Sebuah obrolan karena tercetus melihat jalan yang kulalui begitu lenggang dan sepi.

Dan beberapa kali aku melihat beberapa mobil pribadi dengan diatas mobilnya sudah terpasang terpal yang isinya aku bisa menebak oleh oleh atau perlengkapan menginap selama di kampung nanti.Sepertinya sudah menjadi ciri bahkan harus seperti itu bila akan keluar kota alias mudik beberapa mobil berubah bentuk membawa konde diatapnya.Pasti mau mudik.

Lalu aku bercerita pada suamiku dulu saat ku kecil tahun 1980 an  fenomena pulang kampung alias mudik tidak seperti ini bahkan jarang terdengar. Malah dilingkungan Rumahku saat saat seperti ini setiap penghuni warga sibuk belanja dipasar tradisional untuk keperluan hidangan dihari raya besoknya.

Anak anak remajanya sibuk menyiapkan persiapan untuk takbiran dimesjid dan anak anak sibuk bermain kembang api.Dan saat Idul Fitri besok paginya kami berbondong bondong pergi ketanah lapang dekat mesjid untuk sholat ied.Dan setelah itu kami open house setiap rumah kami kunjungi satu persatu sekedar mencicipi kue buatan masing masing rumahnya.

Dan buatku dulu mendapatkan uang lebaran dari tetangga walaupun tidak semua memberikan itu terasa senang sekali.Dan bila kami berkumpul kami saling bercerita lebaran ini dapat hadiah apa dari orang tua tercinta, paman, bibi ,kake dan nene serta handaitaulan.Kami pergi berkunjung kesaudara saudara diwilayah Jabotabek saja tidak jauh seperti sekarang.

Aku meceritakan pada suamiku , dulu pulang kampung adalah sesuatu yang sangat langka ,walaupun tetangga ku ada juga yang memiliki kendaraan pribadi sendiri tapi mereka semua jarang pulang kampung. Malah yang aku lihat adalah banyaknya kiriman kartu pos dari tukang pos yang datang kerumah kami masing masing dari berbagai daerah, bahkan sampe bingkisan makanan dari daerah.Buat mereka pulang kampung merupakan perjalanan yang perlu dipikir panjang dan dipersiapkan secara matang.Bahkan ada tetangga ku yang mengagendakan pulang kampung bila sudah lima tahun saja. 

Sehingga aku merasakan suasana lebaran saat ku masih kecil begitu berarti sekali dan berkesan.Perumahan kami begitu hidup mulai dari malam malam ramadhannya sampai hari lebaran tiba.Bahkan bila aku dan keluarga pergi kerumah saudara mau nya lekas pulang lagi karena kangen dengan rumah.Karena setelah lebaran lewat akan ada acara diperumahna kami yakni acara halal bil halal.

Pulang kampung dahulu dan sekarang begitu berbeda, dahulu pulang kampung karena memang rindu dan panggilan orang tua bahkan sanak saudara untuk sekali kali nengok kesana.Namun aku yang sekarang yang sudah memiliki kendaraan sendiri ,pulang kampung sejauh apapun itu bisa ditempuh ,namun aku merasa ada yang semakin lama semakin hilang.Sekarang semua bisa dibeli dan dibawa kekampung,pulangpun semua serba bisa dibeli. 

Namun aku merasa ada yang hilang dari pertemuanku dengan kampung halaman dan silahturahim dengan sanak saudara disana.Kami bertemu mengobrol dan bercerita, besoknya mereka sudah sibuk kembali kesawah dan ada lagi urusan yang lain lagi.Dan kami pun yang datang juga tidak bisa lama lama disana , kami akan mencari tempat tempat wisata dan keramaian yang sama seperti dijakarta.Aku merasa Idul Fitri ke Kampung bukan lagi untuk silahturahim melainkan Liburan Idul Fitri semata.Ku amati semua masyarakat jakarta mudik berbondong bondong kekampung sampai rela bermacet macet ria bahkan sudah menjadi Faham yang melekat erat  pada pikiran mereka dan aku , lebaran identik dengan Mudik.Apakah iya seperti itu ?

Dari Obrolan teman teman yang pulang Mudik , cuma satu yang jadi topik pembicaraan " Kemaren dikampung Jalan jalan kemana ? Tuh kan ..Liburannya yang ditanya. 

Bukan sesuatu yang baru lagi , tingkat taraf hidup masyarakat kota jaman sekarang jauh lebih baik dan sejahtera , sehingga pergeseran kebutuhan pun berbeda sekarang ini.Bukan lagi silahturahim yang menjadi tujuan melainkan Merontokan kejenuhan dalam rutinitas dilebaran inilah saat yang tepat.Benarlah ungkapan " Orang jakarta Kurang Picnik " ya begitulah.Siapapun yang tidak punya kampungpun ingin merasakan juga suasana Mudik yang macet nya luar biasa  .Bahkan Topik obrolan sehabis lebaran yang paling hangat adalah Kemacetan , tempat hiburan dan kuliner dikampung halaman,heemmm Luar biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun